visitaaponce.com

Mahasiswa Indonesia di Tel Aviv Pilih Bertahan

Mahasiswa Indonesia di Tel Aviv Pilih Bertahan
Lokasi Supernova Music Festival di Israel yang diserang oleh Hamas.(AFP )

THADEO Arlo, mahasiswa Indonesia di Tel Aviv, Israel, memilih untuk bertahan di tengah kondisi konflik negara itu dengan Hamas, Palestina belum meningkat. Deo masih berlindung di dalam gedung asrama kampusnya, yang berlantai 12.

“Saya lebih memilih untuk tetap tinggal dan lihat perkembangan situasi karena ada risiko untuk menuju ke perbatasan di utara, yaitu ke Amman (Jordania). Saya masih memperhitungkan hal itu,” katanya.

Deo, panggilannya, sudah empat tahun tinggal di Israel dan kuliah di jurusan Ilmu Komputer. Saat dia menjelaskan kondisinya pada Rabu (11/10) sore waktu Tel Aviv, sesekali terdengar suara roket melintas di atas gedung tersebut yang dibarengi raungan sirene.

Baca juga: Ini Penyebab Israel Kecolongan atas Perlawanan Hamas

Namun Deo tampak tetap tenang. “Suasana hari ini bakal ada sirene lagi nih. Kadang-kadang kita harus berlindung. Ini terdengar suara ledakan beberapa kali," jelasnya.

Kerusakan di Tel Aviv tidak separah kota-kota lain, tetapi kota ini merupakan target Hamas karena menjadi pusat finansial dan pemerintahan, dan bandara internasional juga di sini. "Baru saja bandara juga kena ledakan dua kali, sebelum kita wawancara ini,” tuturnya.

Baca juga: Netanyahu Bentuk Kabinet Perang untuk Invasi Darat Gaza

Deo adalah salah seorang dari 94 mahasiswa Indonesia yang masih bertahan di Tel Aviv. Tetapi di kompleks kampus di mana Deo berada, hanya ada sekitar 20 mahasiswa Indonesia.

Mereka telah mendapat instruksi untuk segera berlindung ke bunker di bawah gedung ketika mendengar sirene peringatan. Namun hanya diberi waktu satu menit untuk mencapai bunker, sebelum ditutup. Terdapat beberapa gedung di kampus Deo, dan gedung yang ditinggalinya berlantai 12.

Berbeda dengan Deo, 230 warga negara Indonesia yang sebelumnya sedang menjalankan ziarah religi ke Yerusalem dan Kota Tiberias memutuskan segera meninggalkan Israel begitu mendengar himbauan dari pemerintah Indonesia. Mereka tiba di Jordania Selasa (10/10) malam, setelah menunggu beberapa jam untuk menyebrang.

Hal ini disampaikan Duta Besar Indonesia Untuk Jordania Ade Padmo Sarwono.

“Alhamdulillah 230 WNI kita yang sebelumnya sedang melakukan ziarah religi ke Yerusalem dan Danau Galilea di kota Tiberias telah tiba di Jordania. Mereka sudah di perbatasan tepi barat Israel-Jordania sejak pagi, tetapi harus menunggu empat jam untuk menyebrang, dan harus kembali menunggu di pintu perbatasan,” ujar Ade.

Meskipun demikian sekitar 54 WNI lain yang juga mengikuti ziarah religi serupa masih berada di Israel dan belum diketahui pasti keberadaannya.

Pemerintah Indonesia pada Selasa (10/10), telah mengimbau agar seluruh WNI yang berada di Israel dan Palestina segera meninggalkan tempat itu, merujuk pada situasi keamanan yang semakin mencemaskan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Luar Negeri segera melakukan koordinasi dengan tiga kantor kedutaan besar (KBRI) yaitu KBRI Amman di Jordania, KBRI Kairo di Mesir, dan KBRI Beirut di Lebanon.

Di Israel diketahui terdapat 38 WNI yang sudah menetap cukup lama di daerah luar ibu kota, dan 94 mahasiswa program pertukaran yang sedang berada di Tel Aviv. Sementara di Palestina 10 WNI, termasuk satu keluarga beranggotakan lima orang yang menetap di Jalur Gaza.

Ade mengatakan kesepuluh WNI di Jalur Gaza ini sudah menuju ke pintu perbatasan Raffah untuk menyebrang ke Mesir, tetapi hingga laporan ini disampaikan pintu perbatasan tak kunjung dibuka.

“Sejak Minggu (8/10), kami telah bekerja sama erat dengan KBRI Kairo dan Jakarta untuk proses evakuasi, karena satu-satunya jalan keluar adalah lewat perbatasan Israel dengan Mesir," katanya.

Tetapi hingga saat ini pintu perbatasan Raffah ditutup karena pemboman oleh Angkatan Udara Israel. Jika nanti pintu perbatasan dibuka, WNI bisa keluar lewat sana.

"Sementara yang di Israel, kita masih mencari berbagai opsi mengingat kita tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel,” ujar Ade.

Pintu perbatasan Raffah adalah satu-satunya rute penyeberangan dari Gaza ke Mesir yang tidak dikontrol oleh Israel, yang telah memberlakukan blokade sejak 2007. Sejak Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memerintahkan pengepungan total Gaza, termasuk memutus aliran listrik, air, makanan dan bahan bakar, maka pintu perbatasan Raffah dijaga ketat.

Satu serangan udara Israel menghantam Raffah pada Selasa (10/10), yang kedua dalam dua hari terakhir. Serangan udara itu memaksa beberapa truk yang membawa bahan bakar dan barang-barang ke wilayah Palestina untuk mundur.

KBRI di Kairo masih terus melakukan kontak dengan pihak berwenang di Mesir untuk mengizinkan warga negara Indonesia menyebrangi pintu perbatasan satu-satunya itu begitu dibuka. (VoA/Cah/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat