visitaaponce.com

Perang Israel - Palestina, Pakar Komunikasi Bangkitnya Jurnalisme Warga

Perang Israel - Palestina, Pakar Komunikasi: Bangkitnya Jurnalisme Warga
Pakar dan peneliti komunikasi media dari IMPACT Institute Muhammad Zulkifli(Ist)

PERANG antara pasukan Israel dan pejuang kemerdekaan Palestina telah berlangsung hampir satu minggu. Korban dari kedua belah pihak pun sudah menembus angka ribuan. Para pengamat menilai perang ini akan berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.

Menurut pakar dan peneliti komunikasi media dari IMPACT Institute Muhammad Zulkifli, perang yang berlangsung di wilayah Palestina tersebut tidak saja melibatkan tank-tank Merkava maupun rudal al- Qassam, tapi juga melibatkan kamera fotografer, tinta jurnalis dan juga laporan langsung warganet di media sosial.

Perang Opini Tak Kalah Maraknya

"Perang opini ini sebenarnya juga tidak kalah ganas dengan perang militer. Kedua pihak berebut pemirsa dengan menonjolkan sudut pandang masing-masing. Media sosial sekarang bahkan lebih dipercaya daripada media arus utama," ungkapnya di Jakarta, Sabtu (14/10).

Baca juga: PBB: Pengusiran Warga Gaza oleh Israel adalah Kejahatan Perang

Terbongkarnya propaganda berita palsu mengenai 40 bayi yang dipenggal pihak pejuang Palestina semakin menjadi bukti bahwa media konvensional saat ini sudah tidak bisa lagi dianggap sumber yang paling kredibel.

Media Mainstream Terkemuka Terjebak Sebarkan Hoaks

"Bayangkan, media-media populer di Inggris seperti Daily Mail, The Sun, The Times, dan The Daily Telegraph telah menyebarkan berita palsu dan yang menuduh pejuang Palestina telah memenggal bayi-bayi Israel. Mereka lebih menonjolkan aspek "sharing tanpa saring" dibandingkan aspek verifikasi sebagai kode etik jurnalistik. Saat telah terbukti palsu, apakah para editor itu minta maaf dan membuat pernyataan tertulis? Saya rasa tidak," jelas Zulkifli. 

Karena itulah, tutur Zulkifli, jurnalisme warga saat ini menjadi pilihan sumber berita di Palestina yang lebih bisa dipercaya dibanding media arus utama.

"Telegram saat ini sudah menjadi media pertama bagi masyarakat untuk mencari tahu informasi terbaru tentang kondisi Gaza. Warga di sana langsung mendokumentasikan apa yang mereka lihat seperti korban yang berguguran, rudal-rudal yang ditembakkan, bangunan hancur, bayi yang meninggal, bahkan termasuk prajurit Israel yang tewas. Walau pakai kamera amatir dan bergoyang, ini bukan masalah. Justru di sini letak keorisinalannya. Dan video-video itu semua tersebar ke seluruh dunia dalam hitungan detik tanpa distorsi," katanya.

Baca juga: Arab Saudi Kutuk Pemboman dan Pengusiran Warga Gaza oleh Israel

Selain karena berita bohong, media arus utama juga banyak ditinggalkan pemirsa atau pembacanya karena menggunakan diksi yang menyesatkan dalam memberitakan pejuang Palestina.

Diksi Teroris dan ISIS yang Digunakan Media Barat Tak Efektif  

"Diksi seperti teroris, ISIS, menduduki, membantai, kekerasan, yang digunakan media Barat ternyata tidak efektif lagi dalam membentuk opini publik. Faktanya, demonstrasi mendukung Palestina justru masif terjadi di negara-negara Barat."

Zulkifli mengatakan kalau perang opini antar warganet maupun antar negara terhadap isu Palestina dan Israel sekarang telah memasuki tahapan yang lebih maju lagi dibandingkan sebelumnya.

"Kalau dulu digunakan untuk menunjukkan hegemoni siapa yang lebih unggul dalam perang, maka dalam kasus ini, perang opini digunakan untuk membenci orang-orang yang ditindas sekaligus mencintai orang-orang yang melakukan penindasan. Ini yang terjadi di Gaza, dan ini yang dilakukan warganet Israel melalui kanal-kanal mereka."

Ia pun menyarankan agar media-media di Indonesia menggunakan diksi yang lebih tepat dalam mendeskripsikan apa yang terjadi di sana.

"Penjajahan, genosida, pelanggar HAM, agresi militer, istilah-istilah ini lebih cocok untuk menggambarkan Israel."

Baca juga: Gedung Putih Batalkan Klaim Biden Lihat Foto Anak Dipenggal Hamas

Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) merilis sikap resminya terhadap agresi militer Zionis Israel di Jalur Gaza. Ketua KNRP Suripto mengatakan serangan demi serangan yang penjajah Israel lancarkan sejak 7 Oktober 2023 yang lalu hingga hari ini telah membombardir lebih dari 420 titik sasaran di Jalur Gaza, merenggut 1.537 nyawa, melukai 6.612 warga sipil Palestina.

Sebagian besar korbannya adalah anak-anak dan wanita. Serangan membabi buta ini juga telah membumihanguskan rumah-rumah warga, gedung kantor pemerintahan, lembaga sosial dan panti disabilitas, serta merusak fasilitas umum dan merobohkan masjid-masjid.

Ini bukan kali pertama Israel melakukan pembantaian massal di Jalur Gaza yang telah 16 tahun lebih diblokade. Tahun 2008, 2012, 2014 dan 2021 mereka melakukan aksi serupa yang menyengsarakan rakyat Gaza.

Baca juga: Iran: AS Harus Kendalikan Israel untuk Hindari Perang Regional

Kini negara Zionis tersebut memberlakukan blokade total terhadap Jalur Gaza. Mencakup larangan memasok makanan, air, bahan bakar minyak, dan memutus aliran listrik.

"Apa yang dipraktekkan Israel dengan mengusir, menangkapi, menghancurkan, membantai, dan menyengsarakan rakyat sipil di Jalur Gaza dan wilayah-wilayah lainnya di Palestina adalah praktek genosida yang dilakukan dalam bentuk biological genocide, culture genocide (genosida kultur-budaya), dan physical genocide (genosida fisik). Kami mendukung pemerintah Indonesia untuk terus mendorong negara-negara non blok agar bersatu dalam menghentikan pembantaian dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Israel di Jalur Gaza," tegasnya. (S-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat