visitaaponce.com

Kelompok Bersenjata Bajak Stasiun TV Ekuador

Kelompok Bersenjata Bajak Stasiun TV Ekuador
Pembebasan sandera di stasiun TV Ekuador.(AFP)

KELOMPOK bersenjata menyerbu stasiun televisi Ekuador, TC, Selasa (9/1). Mereka memaksa semua krunya untuk berbaring dan duduk di lantai.

Orang-orang tersebut, mengenakan balaclava dan sebagian besar berpakaian hitam. Mereka terlihat memegang senjata besar dan menghampiri staf yang berkumpul di tengah siaran langsung.

Saluran lain menunjukkan gambar polisi di luar studio TC yang berada di Guayaquil, sebuah kota pesisir yang dilanda kekerasan yang meningkat selama beberapa tahun terakhir. Kelompok penyelundup narkotika meningkatkan operasinya di negara Amerika Selatan yang dulunya relatif damai. “Saya masih terkejut” kata Alina Manrique, kepala pemberitaan TC.

Baca juga: Ekuador Menyatakan 'Konflik Bersenjata Internal' setelah Serangan di Siaran Langsung

Manrique mengaku ditodongkan pistol ke kepalanya saat kejadian tersebut. "Semuanya telah runtuh. Yang saya tahu hanyalah ini saatnya meninggalkan negara ini dan pergi jauh.”

Polisi nasional Ekuador mengatakan di media sosial bahwa unit khusus telah dikerahkan ke lokasi tersebut, dan polisi mengonfirmasi 13 orang ditangkap. Polisi nasional memposting gambar beberapa pria dengan tangan terikat di belakang punggung, menyatakan bahwa mereka ditangkap saat melakukan intervensi di studio itu.

Baca juga: Ekuador Umumkan Keadaan Darurat Usai Bos Narkoba Melarikan Diri

Insiden tersebut terjadi setelah setidaknya tujuh petugas polisi diculik, ledakan terjadi di beberapa kota dan narapidana menyandera puluhan penjaga penjara. Seluruh peristiwa ini berlangsung sehari setelah Presiden Ekuador Daniel Noboa mengumumkan keadaan darurat nasional.

Noboa mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa negara tersebut berada dalam kondisi konflik bersenjata internal. Dia juga menyatakan 22 geng sebagai organisasi teroris.

Dekrit tersebut memerintahkan angkatan bersenjata untuk menetralisir kelompok-kelompok tersebut, sejalan dengan hukum internasional dan hak asasi manusia.

Di negara-negara di seluruh Amerika Latin, pemerintah sering mengambil tindakan keras untuk menindak produksi dan peredaran narkoba. Termasuk pula melibatkan angkatan bersenjata yang memiliki catatan panjang penyalahgunaan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Para kritikus menyatakan bahwa upaya-upaya tersebut telah membantu memicu siklus kekerasan brutal di negara-negara seperti Meksiko dan Kolombia. Sayangnya aksi itu gagal membendung aliran narkotika.

Beberapa orang menunjuk pada keberhasilan Presiden El Salvador Nayib Bukele, yang telah menangguhkan kebebasan sipil utama dan menjebloskan ribuan orang ke penjara. Itu tanpa melalui proses yang semestinya untuk menyerang geng-geng kriminal di negara tersebut.

Noboa, mantan anggota parlemen dan putra salah satu orang terkaya di negara itu, menjabat pada November dengan janji memperbaiki perekonomian yang sedang terpuruk. Dia juga ingin membendung gelombang kekerasan di jalanan dan di penjara, yang telah meningkat selama bertahun-tahun.

Noboa mendeklarasikan keadaan darurat selama 60 hari, sebuah cara yang tidak berhasil dilakukan oleh pendahulunya pada Senin (8/1), memungkinkan patroli militer, termasuk di penjara, dan menetapkan jam malam nasional.

Tindakan tersebut merupakan respons terhadap hilangnya Adolfo Macias, pemimpin geng kriminal Los Choneros, dari penjara tempat ia menjalani hukuman 34 tahun dan kerusuhan di enam penjara lainnya, termasuk penyanderaan penjaga penjara.

Polisi dan jaksa hanya memberikan sedikit informasi tentang hilangnya Macias. Tiga petugas polisi yang bekerja pada shift malam dibawa dari kantor mereka di kota selatan Machala.

Sementara petugas keempat yang hilang dibawa oleh tiga orang di Quito. Tiga petugas lainnya diculik di provinsi Los Rios setelah sebuah patroli terkena bahan peledak.

“Tindakan ini tidak akan dibiarkan tanpa hukuman,” kata polisi, yang tidak memberikan rincian apakah para penculik telah mengeluarkan tuntutan.

Polisi mengatakan terjadi ledakan di provinsi Esmeraldas dan Los Rios, sementara kantor wali kota di kota Cuenca mengkonfirmasi ledakan lain dan kantor jaksa agung mengatakan pihaknya sedang menyelidiki ledakan lain di Guayaquil.

Media lokal juga melaporkan ledakan di Loja dan Machala. Pihak berwenang belum menjelaskan penyebab ledakan tersebut dan belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab.

Noboa mengatakan dia tidak akan bernegosiasi dengan teroris dan pemerintah menyalahkan insiden kekerasan di penjara baru-baru ini. Dia berencana untuk membangun penjara baru dengan keamanan tinggi dan memindahkan para pemimpin geng yang dipenjara.

Badan penjara belum memberikan informasi mengenai penjaga yang disandera. Ekuador telah menyaksikan kekerasan meledak dalam beberapa tahun terakhir ketika geng-geng yang saling bersaing memiliki hubungan dengan kartel Meksiko dan Kolombia bersaing untuk mendapatkan kekuasaan.

Kekerasan akibat narkoba telah menimbulkan banyak korban. Tahun lalu di negara berpenduduk sekitar 18 juta orang, terdapat lebih dari 7.800 kasus pembunuhan dan 220 ton obat-obatan terlarang yang disita, sebuah rekor baru bagi negara tersebut.

Sejak Februari 2021, bentrokan antar tahanan telah menewaskan lebih dari 460 orang. (Aljazeera/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat