visitaaponce.com

Kematian Presiden Raisi tidak Berdampak Signifikan di Iran

Kematian Presiden Raisi tidak Berdampak Signifikan di Iran
Presiden Ebrahim Raisi menyampaikan pidato pada Konferensi Ekonomi Internasional Iran dan Afrika ke-2 di Teheran, 26 April 2024.(AFP/Kepresidenan Iran)

KEMATIAN Presiden Iran Ebrahim Raisi akibat kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5) tidak akan berdampak signifikan terhadap negara tersebut. Namun mungkin terjadi krisis suksesi pemimpin.

"Pemimpin Tertinggi, posisi yang saat ini dipegang oleh Ayatollah Ali Khamenei ialah tokoh politik paling kuat di Iran, bukan presiden," kata Nader Hashemi, Profesor Madya Timur Tengah dan Politik Islam Universitas Georgetown. Raisi secara luas dianggap sebagai boneka pemimpin tertinggi dan pemilihannya pada 2021 diatur secara efektif oleh elemen senior rezim.

"Pemimpin tertinggilah yang benar-benar menentukan kontur luas kebijakan dalam negeri dan luar negeri Iran," kata Hashemi kepada CNA's Asia First pada Selasa (21/5). "Jadi kematian presiden tidak akan membuat perbedaan besar dalam hal arah tujuan Iran dan kebijakan apa yang diambilnya," ujarnya.

Baca juga : Iran Nyatakan Hari Berkabung 5 Hari Setelah Kecelakaan Helikopter yang Menewaskan Presiden Raisi

Meskipun Iran, di masa lalu, memiliki presiden yang berpikiran independen dan karismatik yang mampu menegaskan keinginan mereka sesuai dengan batasan konstitusi Republik Islam Iran, kekuasaan kepresidenan telah berkurang secara signifikan.

Direktur Pusat Studi Persia dan Iran di Universitas Exeter, Professor Maziyar Ghiabi, juga mengatakan bahwa Raisi sebagai politikus luar. Meskipun kematiannya terjadi di tengah ketegangan luar biasa di kawasan dan dunia, kematiannya mungkin tidak terlalu berdampak seperti yang diperkirakan.

"Iran memiliki sistem manajemen krisis yang cukup terkonsolidasi dan proses internal telah dilaksanakan," katanya kepada CNA's World Tonight pada Selasa. Namun, mungkin ada ketegangan dan tantangan di antara faksi-faksi politik untuk mencari solusi penggantinya.

Baca juga : Presiden Iran Tewas, Puan Maharani Minta Penjelasan Resmi Pemerintah

"Tentu saja ini sedikit memusingkan, karena Iran sekarang harus mengadakan pemilu untuk memilih presiden berikutnya dan terdapat kekurangan kandidat politik atau kandidat politik yang layak," kata Ghiabi. Iran diperkirakan mengadakan pemilihan presiden berikutnya pada 28 Juni.

Siapa presiden berikutnya?

Elite penguasa tidak akan mengambil risiko dalam pemilu saat kandidat yang berpikiran independen bisa naik ke puncak dan menjadi presiden. "Republik Islam Iran berada dalam kondisi yang sangat goyah di dalam negeri. Negara ini memiliki tingkat legitimasi politik yang rendah dan ada krisis suksesi. Para pemimpin Republik Islam Iran, elite penguasa, tidak akan mau melakukan hal yang tidak diinginkan," kata Hashemi.

"Saya menduga yang akan terjadi ialah mereka akan mencoba dan menemukan loyalis rezim lain, serupa dengan Ebrahim Raisi, yang merupakan penganut pemimpin tertinggi dan dapat melakukan upaya untuk terpilih," tambahnya.

Baca juga : Presiden Iran Raisi Tewas, Siapa Dia dan Penggantinya?

Hashemi mencatat bahwa pemilu tidak akan berlangsung bebas dan adil. Namun kandidat akan berpura-pura mendapat dukungan rakyat.

"Tantangan besar yang dihadapi elite penguasa dan Iran adalah bagaimana mereka menyelenggarakan pemilu yang dapat menghasilkan jumlah pemilih yang cukup, sehingga mereka dapat mengirimkan pesan kepada musuh-musuh Iran bahwa rezim tersebut punya dukungan rakyat. Padahal secara objektif, dukungan mereka sangat rendah," katanya.

Presiden berikutnya kemungkinan besar akan menduduki jabatannya ketika negara tersebut mencoba menavigasi masa depan krisis suksesi yang sangat tidak pasti. Maklum, masalah besar bagi masa depan Iran ialah orang yang akan menjadi pemimpin tertinggi berikutnya.

Baca juga : Gedung Putih Sebut Kunjungan Putin ke Iran Akibat Sanksi Barat

Raisi termasuk di antara kandidat potensial untuk menggantikan Khamenei yang berusia 85 tahun dan sedang sakit-sakitan. Ghiabi mencatat bahwa Majelis Ahli Iran akan memilih pemimpin tertinggi berikutnya ketika saatnya tiba. 

"Iran melihat banyak negosiasi, tawar-menawar, dan kesepakatan serta sangat sulit mengetahui hasil dari semua perubahan dan negosiasi ini," katanya.

Mengapa ada warga merayakan kematiannya?

Menanggapi laporan bahwa beberapa orang merayakan kematian Raisi, Hashemi mengatakan dia salah satu tokoh paling terkenal di Iran dengan banyak darah di tangannya. Raisi memimpin tindakan keras terhadap hak-hak perempuan pada 2022. Ia juga memimpin peradilan negara tersebut pada 2019 ketika pemberontakan lain menewaskan sedikitnya 500 orang.

Lebih penting lagi, Raisi ialah salah satu dari empat hakim gantung terkenal. Pada 1988, ia mengirim sekitar 5.000 tahanan politik ke tiang gantungan dan menandai salah satu momen paling kelam dalam sejarah Republik Islam Iran.

Raisi menjauhkan diri dari pembantaian tersebut tetapi membual tentang hal itu ketika diketahui publik beberapa tahun kemudian. "Ini orang yang sangat gelap dengan banyak pelanggaran hak asasi manusia," tambah Hasheimi.

Tanpa pernyataan resmi dari Iran mengenai penyebab jatuhnya helikopter Bell 212 buatan AS di wilayah pegunungan dekat perbatasan Azerbaijan, terdapat spekulasi ada tidaknya unsur kesengajaan di dalamnya.

Ada spekulasi yang mempertanyakan kekuatan gelap yang terlibat. Pasalnya, terdapat fakta bahwa Raisi ialah kandidat yang mungkin untuk posisi paling kuat di Republik Islam Iran, yaitu pemimpin tertinggi.

"Orang-orang di kalangan elite penguasa Iran, beberapa dari mereka, mungkin tidak ingin dia menentang posisi tersebut," kata Hashemi. Namun, ia mengakui bahwa tidak ada cara untuk mengetahui secara pasti kecuali ada penyelidikan independen. Namun itu tidak mungkin terjadi mengingat sistem politik otoriter. (CNA/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat