visitaaponce.com

Melacak Jejak Jamu Kisah Sejarah dan Manfaat 8 Jenis Jamu Tradisional

Melacak Jejak Jamu: Kisah Sejarah dan Manfaat 8 Jenis Jamu Tradisional
Manfaat 8 jenis jamu tradisional(Dok.Freepik.com)

JAMU, sebuah minuman tradisional Indonesia yang bermanfaat sebagai minuman kesehatan, pencegah, dan penyembuh berbagai penyakit, telah dikenal sebagai bagian dari warisan budaya. Jamu disajikan dalam berbagai variasi, memanfaatkan beragam tanaman herbal yang melimpah di Indonesia.

Setiap daerah memiliki jenis jamu yang unik, sesuai dengan keberagaman tanaman herbal yang tumbuh di daerah tersebut. Proses pembuatan jamu tidak terlalu rumit, seringkali melibatkan ekstraksi sari dari perasan atau pemumbukan tumbuhan herbal. Bahan-bahan yang umumnya digunakan meliputi kunyit, temulawak, lengkuas, jahe, kencur, dan kayu manis. Gula jawa, gula batu, dan jeruk nipis juga sering ditambahkan untuk memberikan rasa segar dan manis.

Uniknya, pembuatan jamu memperhatikan takaran bahan, suhu, durasi pemumbukan atau perebusan, dan faktor lainnya. Jika tidak diperhatikan dengan cermat, jamu dapat kehilangan khasiatnya bahkan dapat membahayakan tubuh. Seiring dengan perkembangan waktu, tradisi minum jamu mengalami variasi sesuai dengan zaman, dari zaman pra-sejarah hingga kini.

Baca juga : Kencur, Rempah Ajaib dengan Banyak Kandungan di Dalamnya

Penggunaan jamu telah melekat dalam budaya masyarakat Indonesia sejak zaman Kerajaan Mataram, dan hingga kini, minuman ini tetap menjadi kebanggaan sebagaimana Ayurveda dari India dan Zhongyi dari Cina. Peran perempuan dalam memproduksi jamu dan peran laki-laki dalam mencari tumbuhan herbal alami menjadi fakta yang telah ada sejak dulu. Temuan artefak seperti cobek dan ulekan, alat tradisional untuk membuat jamu, memberikan bukti sejarah di situs arkeologi Liyangan, Jawa Tengah.

Bukti-bukti lain, seperti alat-alat pembuatan jamu yang ditemukan di Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Brambang, dan lokasi lainnya, menunjukkan bahwa rahasia kesehatan dan kesaktian pada masa lalu berasal dari latihan dan ramuan herbal.

Seiring berjalannya waktu, tradisi mengonsumsi Jamu mengalami penurunan popularitas, terutama ketika ilmu modern pertama kali diperkenalkan di Indonesia. Pada periode tersebut, kampanye obat-obatan bersertifikat berhasil mengubah pandangan masyarakat Indonesia, menyebabkan penurunan minat terhadap Jamu. Selain masalah standar dan sertifikat, keefektifan Jamu juga menjadi sasaran pertanyaan.

Baca juga : UNESCO Menetapkan Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia

Pada masa penjajahan Jepang, sekitar tahun 1940-an, minat terhadap tradisi minum Jamu kembali meningkat berkat pembentukan Komite Jamu Indonesia. Ini mengembalikan kepercayaan akan khasiat Jamu. Seiring berjalannya waktu, teknologi mempengaruhi bentuk penjualan Jamu, dengan banyak diantaranya dikemas dalam bentuk pil, tablet, atau bubuk instan yang mudah diseduh. Saat ini, kondisi pertanian yang menurun mengakibatkan pergeseran ke dunia industri, termasuk industri Jamu atau fitofarmaka.

Pada periode 1974 hingga 1990, banyak perusahaan Jamu didirikan dan industri ini terus berkembang. Pada masa tersebut, pemerintah memberikan bantuan dan pembinaan kepada pelaku industri Jamu untuk meningkatkan produksinya.

Sejak masyarakat Indonesia pertama kali menggunakan Jamu sebagai minuman kesehatan, pengolahan Jamu telah diwariskan secara turun-temurun. Namun, saat ini tradisi pengajaran pembuatan Jamu telah berkurang, sehingga Jamu gendong semakin jarang ditemui. Saat ini, minat belajar membuat Jamu juga semakin berkurang di kalangan anak muda. Sebagian besar dari mereka lebih memilih memanfaatkan Jamu yang dijual dalam kemasan sachet dan instan.

Baca juga : Mengenal Megengan, Tradisi Menyambut Ramadan Masyarakat Jawa

Diperlukan pemahaman bahwa kata "Jamu" berasal dari bahasa Jawa Kuno, yaitu "Djampi" yang berarti penyembuhan, dan "Oesodo" yang berarti kesehatan. Istilah Jamu diperkenalkan melalui individu yang diakui memiliki pengetahuan dalam pengobatan tradisional. Meskipun tidak bersertifikat, khasiat Jamu telah terbukti melalui penggunaan turun-temurun sebagai obat tradisional. Oleh karena itu, minuman kesehatan khas Indonesia ini tetap dihargai dan dijaga warisan nenek moyang, tetap bertahan hingga kini.

Jamu bukanlah hal yang asing di Indonesia, terutama di kalangan orang Jawa. Menurut suatu teori, kata "jamu" terbentuk dari penggabungan kata 'Jawa' dan 'ngramu' (yang berarti mencampur atau mengumpulkan), sehingga dapat diartikan sebagai "ramuan yang dibuat oleh orang Jawa" atau "ramuan yang berasal dari Jawa". Asal-usul Jamu ini diduga bermula dari Kerajaan Mataram, dan ilustrasi terkait proses pembuatannya dapat ditemukan di berbagai situs, termasuk situs arkeologi Liyangan dan relief Borobudur yang menggambarkan kuda.

Selain itu, Prasasti Madhawapura dari periode Majapahit juga menyebutkan profesi khusus peracik jamu yang disebut 'Acaraki'. Minuman yang kaya manfaat ini sering kali diidentifikasi dengan sosok wanita, terutama melalui penjual jamu gendong. Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah, dianggap sebagai salah satu pusat tradisi jamu, dan kota ini menjadi asal mula wanita penjual jamu yang dikenal sebagai 'Mbok Jamu'.

Baca juga : Kenalan Yuk dengan Sejarah dan Ragam Jamu Indonesia

Pada umumnya, peracik jamu awalnya berasal dari kalangan ibu-ibu rumah tangga. Sambil mengurusi pekerjaan rumah, ibu-ibu ini seringkali memiliki kegiatan sampingan yakni meracik jamu bubuk untuk dijual. Namun, seiring berjalannya waktu, Jamu tidak lagi terkait secara khusus dengan satu gender, dan pemilik jamu dengan penampilan yang lebih modern, seperti Acaraki Jamu, dapat pula berupa laki-laki.

Jamu sudah dikenal sejak zaman Hindu-Budha, dan bukti sejarah menunjukkan bahwa jamu telah ada pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Relief-relief yang menggambarkan pembuatan dan penggunaan jamu ditemukan di berbagai candi seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh, dan Tegalwangi.

Prasasti Madhawapura, peninggalan dari Kerajaan Majapahit, juga mencatat adanya profesi peracik jamu yang disebut acaraki. Seorang acaraki diharuskan berdoa, meditasi, dan berpuasa sebelum meramu jamu, meyakini bahwa energi positif tersebut bermanfaat untuk kesehatan. Masyarakat Jawa kuno percaya bahwa Tuhan adalah penyembuh sejati.

Baca juga : Karnaval Tahunan Cape Town Minstrel Kembali Digelar

Pada awalnya, jamu hanya diperuntukkan bagi kalangan istana kerajaan, namun seiring waktu, distribusi jamu mulai diperluas untuk masyarakat umum. Jamu kemudian dijual secara berkeliling, baik oleh laki-laki yang membawanya dipikul maupun perempuan yang membawanya digendong.

Pada masa tersebut, karena tenaga laki-laki lebih dibutuhkan di bidang pertanian, penjual jamu didominasi oleh kaum perempuan yang menjajakannya dengan cara digendong. Saat ini, jamu tradisional masih dapat ditemukan dalam berbagai variasi cara penjualannya, seperti menggunakan sepeda, motor, atau gerobak. Meskipun cara penjualannya berbeda, jenis jamu yang dijual tetap sama seperti jamu yang dijajakan oleh penjual jamu gendong.

Jenis-jenis Jamu Tradisional

Baca juga : Kini Jamu Tradisional Tampil Modern dan Mulai Masuki Pasar Global

Pada umumnya, jamu dianggap aman dan tidak menimbulkan efek samping. Khasiat jamu telah terbukti melalui waktu, sejarah, dan pengalaman empiris langsung pada manusia selama berabad-abad.

Jamu gendong merupakan jamu yang diproduksi secara rumahan (home industry) dan dipasarkan dengan cara memasukkan hasil olahannya ke dalam botol, lalu disusun di dalam bakul yang kemudian digendong oleh penjual. Jamu ini dijual dengan cara berkeliling setiap hari, seringkali digunakan untuk menjaga kesehatan, dan pembeliannya didorong oleh kebiasaan mengonsumsi sebagai minuman kesehatan harian.

1. Jamu Beras Kencur

Salah satu jenis jamu tradisional yang populer di Indonesia adalah Jamu Beras Kencur. Istilah "Beras Kencur" merujuk pada campuran bahan alami, terutama beras dan kencur (sejenis umbi-umbian), yang digunakan sebagai bahan dasar dalam jamu ini. Jamu Beras Kencur diketahui memiliki khasiat untuk menghilangkan pegal-pegal pada tubuh dan berfungsi sebagai tonikum atau penyegar setelah aktivitas seharian.

Baca juga : Kunyit dapat Menangkal Penyakit Jantung

Minum jamu beras kencur secara teratur dapat membantu mencegah timbulnya pegal-pegal dan rasa linu akibat pekerjaan yang berat. Selain itu, beras kencur juga dapat meredakan batuk dan merupakan minuman yang cocok sebagai obat batuk.

2. Jamu cabe puyang

Jamu cabe puyang sering dianggap sebagai jamu untuk meredakan pegal linu. Ini berarti jamu ini dikonsumsi dengan tujuan mengatasi cikalen, pegal, dan linu-linu di tubuh, terutama di pinggang. Beberapa juga mengklaim bahwa jamu ini dapat menghilangkan kesemutan, mengatasi keluhan badan panas dingin atau demam. Seorang penjual menyebutkan manfaat jamu cabe puyang bagi ibu hamil tua dan bayi baru lahir, menyatakan bahwa bayi yang rutin minum jamu ini akan memiliki bau yang segar dan tidak amis. Jamu cabe puyang dikenal kaya akan zat besi dan bermanfaat untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada individu yang mengalami kekurangan darah atau anemia.

Baca juga : Apa Itu Perjanjian Renville dan Dampaknya dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia?

3. Jamu kudu laos

Jamu kudu laos, menurut banyak penjual jamu, diklaim dapat membantu menurunkan tekanan darah. Beberapa wanita juga menyatakan bahwa jamu ini dapat meningkatkan peredaran darah, memberikan rasa hangat pada tubuh, memberikan kenyamanan pada perut, dan meningkatkan nafsu makan. Selain itu, ada yang berpendapat bahwa jamu kudu laos berguna untuk melancarkan haid yang tidak teratur dan memberikan kesegaran pada tubuh.

4. Jamu kunyit (kunir asem)

Jamu kunyit (kunir asem) sering dianggap sebagai jamu yang memberikan rasa adem atau kesegaran pada tubuh. Beberapa juga mengklaim manfaatnya untuk mencegah panas dalam atau sariawan serta memberikan efek dingin pada perut. Seorang penjual jamu menyarankan agar jamu jenis ini tidak dikonsumsi oleh ibu hamil muda karena dapat memperlancar haid. Namun, ada pula yang merekomendasikan minum jamu kunyit asem untuk meredakan haid.

5. Jamu sinom

Jamu sinom memiliki manfaat, bahan penyusun, dan cara pembuatan yang tidak jauh berbeda dengan jamu kunyit asem. Perbedaan utamanya terletak pada tambahan bahan sinom. Beberapa penjual tidak menambahkan sinom, tetapi dengan cara mengencerkan jamu kunir asam dengan mengurangi jumlah bahan baku yang selanjutnya ditambahkan gula secukupnya.

Baca juga : Hari Valentine Kenapa 14 Februari? Begini Sejarahnya

6. Jamu pahitan 

digunakan untuk berbagai masalah kesehatan, dengan penjual jamu memberikan jawaban yang bervariasi tentang manfaatnya. Namun, manfaat utamanya termasuk penggunaan untuk gatal-gatal dan diabetes. Beberapa penjual juga menyatakan bahwa jamu ini bermanfaat untuk 'cuci darah', kurang nafsu makan, menghilangkan bau badan, menurunkan kolesterol, meredakan perut kembung, mengatasi jerawat, pegal, mengurangi keluhan pegal saat menstruasi, dan meredakan sakit kepala.

7. Jamu Kunci

Jamu kunci dimanfaatkan oleh wanita, terutama ibu-ibu, untuk mengobati keluhan keputihan (fluor albus). Selain itu, manfaat lainnya termasuk merapatkan bagian intim wanita (vagina), menghilangkan bau badan, mengecilkan rahim dan perut, serta dikatakan dapat menguatkan gigi.

8. Jamu Uyup-uyup

Jamu uyup-uyup atau gepyokan adalah jamu yang digunakan untuk meningkatkan produksi air susu ibu pada ibu yang sedang menyusui. Satu penjual jamu menyebutkan bahwa selain manfaat utama tersebut, jamu ini juga bermanfaat untuk menghilangkan bau badan yang kurang sedap, baik pada ibu maupun anak, serta 'mendinginkan' perut. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat