visitaaponce.com

Tidak ada Solusi Instan Atasi Polusi Jakarta

Tidak ada Solusi Instan Atasi Polusi Jakarta
Kemacetan panjang di kawasan Kasablanka, Jakarta Selatan.(MI/Usman Iskandar )

Semakin memburuknya kondisi udara Jakarta merupakan hasil dari tidak konsistennya pelaksanaan kebijakan perbaikan kualitas udara. Semua upaya penanganan polusi udara hendaknya bersifat terintegrasi multisektoral berbasis perencanaan matang.

Kebijakan yang diambil seyogianya menghindari upaya jangka pendek yang kurang memiliki efek segera dan yang berpotensi kontraproduktif pada upaya jangka panjang. Transisi energi, net zero emission, green economy, dan lain sebagianya sebaiknya konsisten dilakukan.

Perbaikan kualitas BBM, penegakan aturan standar emisi kendaraan, peralihan ke kendaraan umum, serta pembatasan kegiatan perjalanan fisik melalui fasilitas telekomunikasi sepanjang relevan dan memungkinkan adalah beberapa upaya yang harus segera dilakukan.

Seperti masalah lingkungan lainnya, polusi udara ini masalah akumulatif, yang membesar sedikit demi sedikit dalam waktu yang lama. “Tidak ada solusi instan untuk polusi Jakarta, semua solusi butuh upaya yang konsistensi dalam waktu yang lama,” demikian disampaikan Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Tory Damantoro di Jakarta, hari ini.

Banyak kebijakan dan program sudah diambil pemerintah seperti Program Langit Biru sejak tahun 1996, Perda Pencemaran Udara DKI Jakarta tahun 2005, Program KLHK untuk standar emisi Euro 4 kendaraan baru sejak 2007, Keputusan Dirjen Migas mengenai standar dan mutu BBM yang dipasarkan di dalam negeri, hingga yang paling baru Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang percepatan penggunaan kendaraan listrik dalam layanan Transjakarta dengan target 50% dari armada pada 2027 yang ditujukan untuk mengurangi polusi udara.

“Sayangnya pemerintah tidak konsisten untuk melakukan upaya pencegahan, penanggulangan, dan pengukuran pencemaran udara secara terus menerus dengan hasil yang terukur,” jelas Tory.

Baca juga: Tilang Uji Emisi Akan Berpindah-pindah, Ini Mekanisme Bayarnya

Kebijakan mengatasi pencemaran udara yang banyak diberitakan media sekarang ini, seperti work from home (WFH), pengaturan ganjil-genap 24 jam, ataupun tilang untuk kendaraan yang tidak lulus uji emisi baru-baru ini, semuanya bersifat solusi sementara.

Kebijakan jangka pendek tersebut tidak akan menyelesaikan akar masalah pencemaran udara, yakni kualitas bahan bakar dan standar emisi yang menimbulkan polutan pencemaran udara yang membuat langit Jakarta tidak lagi cerah, yaitu Particulate Matter (PM), NOx dan SO2.

“Kalau concern-nya langit yang tidak cerah, harus tahu dulu jenis polutan pencemarannya, baru dibuat target upaya yang fokus pada sumber-sumber polutan pencemaran itu,” tambah Tory.

Pendapat serupa disampaikan Guru Besar Teknik Lingkungan ITB Profesor Puji Lestari, yang menyebutkan sumber utama pencemaran udara yang menyebabkan langit di Jakarta tidak lagi cerah adalah polutan PM2,5, NOx, dan SOx, yang terutama bersumber dari sektor transportasi dan industri.

Kajian Departemen Teknik Lingkungan ITB menunjukkan bahawa polutan pencemaran Particulate Matter (PM2.5) bersumber dari sektor transportasi 46%, sektor industri 43%, sektor pembangkitan 9%, dan sektor rumah-tangga 2%.

Sementara untuk polutan pencemaran NOx di Jakarta bersumber dari adalah sektor transportasi 57%, pembangkitan 24%, industri 15%, dan perumahan 4%.

Berbeda dari PM2.5 dan NOx, polutan pencemaran yang mengeruhkan langit Jakarta, yaitu polutan pencemaran SO2, utamanya bersumber dari sektor industri pabrik sebesar 67%, disusul sektor pembangkitan sebesar 24% dan baru kemudian sektor transportasi sebesar 3%.

Prof Puji menambahkan bahwa kendaraan angkutan berat (HDV) seperti bus, truk dan kendaraan berbahan bakar solar menjadi sumber utama emisi PM2.5 dan NOx, sedangkan polutan CO dan NMVOC lebih banyak di hasilkan dari sepeda motor.(RO/P-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat