visitaaponce.com

PAM Jaya Klaim Tarif Mereka Termurah Se-Jabodetabek

PAM Jaya Klaim Tarif Mereka Termurah Se-Jabodetabek
Diskusi Setahun PAM Jaya Reborn di Balai Kota DKI Jakarta(MI/HO)

PERUMDA PAM Jaya mengungkap tarif air yang dipatok kepada pelanggan mereka merupakan yang paling murah di wilayah Jabodetabek. Perseroan daerah itu mengklaim belum melakukan penyesuaian tarif sejak 2007.

Direktur Utama (Dirut) Perumda PAM Jaya, Arief Nasrudin, mengatakan nilai investasi pengelolaan air sebetulnya sangat mahal. Perseroan harus melakukan berbagai tahapan mengelola air agar layak digunakan sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 492 tahun 2014 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum.

"Investasi air itu mahal makanya kami concern sekali pada tarif. Tarif air di Jakarta ini terlalu murah, bahkan lebih murah daripada tarif air di Jabodetabek," ujar Arief saat diskusi di Balkoters DKI Talks 2024 bertajuk 'Setahun PAM Jaya Reborn' di Balai Kota DKI, Selasa (27/2).

Baca juga : PKK Jakpus dan DWP PAM Jaya Sepakati Pencegahan Stunting di 5 Kelurahan

Menurut dia, PAM Jaya masih mematok tarif sesuai Pergub Nomor 11 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum Semester 1 Tahun 2007. 

Sebagai gambaran, kelompok rumah tangga sederhana dikenakan tarif Rp3.550 per tiga meter kubik atau 3.000 liter.

Adapun jenis air mineral dalam kemasan 600 ml yang dijual di pasaran bisa mencapai Rp5.000 per botol. Bahkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tinggal di rumah susun (rusun) hanya dikenakan Rp1.050 per tiga meter kubik.

Baca juga : Sekdaprov DKI Dorong BUMD Bangun Pusat Pembelajaran Pegawai seperti PAM Jaya

"Air seukuran satu meter kubik atau 1.000 liter itu harganya cuma Rp3.500, berarti hanya Rp35 per liternya. Kalau harga mahal, itu karena masyarakat membeli dari pihak ketiga misalnya dari gerobak dorong," katanya.

Sementara itu, Ketua Subkelompok Perencanaan Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih pada Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Elisabeth Tarigan, mengatakan, banyak upaya yang telah dilakukan Arief dan jajarannya untuk menuju target cakupan layanan 100%. Termasuk, lanjutnya, mengurangi tingkat kebocoran air atau NRW dari 46% menjadi 30%.

"Untuk mewujudkan tujuan tersebut butuh kerja keras dan biaya besar. Kasus kehilangan air sebagian besar disebabkan kondisi pipa yang sudah sangat tua, berusia sekitar 100 tahun sehingga perlu diganti pipa baru," jelas Elisabeth.

Baca juga : Bangun Sejuta Sambungan Baru, PAM Jaya Optimistis Target 100 Persen Total Pelanggan Tercapai 

Menurut dia, cakupan layanan air minum yang dilakukan PAM Jaya perlu digenjot. Meski pengelolaannya sudah seutuhnya dilakukan PAM Jaya, tetapi jaringan perpipaan di Jakarta belum 100%.

Saat ini, jaringan pipa yang dimiliki PAM Jaya baru mencapai 12.000 kilometer. Di sisi lain, PAM Jaya mengejar pembangunan 7.000 kilometer pipa lagi untuk menuju 100% layanan air minum pada 2030.

"Terkait dengan cakupan pelayanan mungkin banyak yang sudah tahu bahwa kota Jakarta belum 100 persen menerima pelayanan dengan air perpipaan, cakupan masih 65,85%. Nah ini salah satunya harus kita tingkatkan yaitu bagaimana caranya supaya bisa mencapai pelayanan 100% dengan air perpipaan," lanjutnya.

Baca juga : Demi Wujudkan Kedaulatan Air 2024, PAM Jaya Pasang Pipa Besar

Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah, menambahkan, hingga kini, masih banyak warga Jakarta yang memakai air tanah sehingga berpotensi menurunkan permukaan tanah. 

Menurut dia, hal itu bisa terjadi karena masih banyak masyarakat yang berhadapan dengan harga mahal air bersih.

"Nah, di sinilah butuh peranan Pemprov DKI untuk membuat kebijakan agar masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan harga murah supaya mereka beralih dari air tanah ke air perpipaan," ungkap Trubus.

Menurut dia, eksekutif dan legislatif perlu membuat payung hukum soal kewajiban penggunaan air perpiaan di Jakarta. Jika regulasi itu diterbitkan, dia yakin masyarakat akan mengikutinya karena eksploitasi air tanah bisa berdampak buruk bagi lingkungan.

"Tapi kalau misalnya hanya berupa imbauan atau arahan apalagi instruksi ya masyarakat kemudian menganggap 'wah nggak perlu dong (mengikuti kebijakan)' gitu ya. Nanti kebijakan regulasinya adalah memaksa masyarakat harus menggunakan air pipa, jadi bukan lagi menggunakan air tanah," jelasnya. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat