visitaaponce.com

Korban Semeru Tempat ini bakal Menjadi Kota Hantu

Korban Semeru: Tempat ini bakal Menjadi Kota Hantu
Seorang warga membersihkan potret keluarganya yang berhasil diselamatkan dari rumahnya yang rusak di desa Sumber Wuluh, Lumajang.(AFP/Juni Kriswanto.)

TIGA hari setelah Gunung Semeru di Indonesia meletus dan menghujani dengan lumpur dan abu yang membakar, desa yang paling dekat dengan gunung berapi itu tampak diselimuti abu-abu. Banyak rumah hancur, jalan-jalan penuh puing, dan pohon-pohon tergeletak seperti batang korek api.

Kurang dari 20 kilometer dari kawah gunung tertinggi di Pulau Jawa itu, Curah Kobokan sebagian besar sepi pada Selasa (7/12), ketika tim evakuasi menyisir bangunan dengan peralatan dan anjing penyelamat. Harapan mereka dapat menemukan korban selamat atau jenazah.

Saat abu panas yang dimuntahkan Semeru pada Sabtu (4/12) turun ke desa, hanya segelintir rumah tampaknya telah terhindar dari yang terburuk. "Rumah keluarga saya di Curah Kobokan hancur," kata penambang pasir, Marzuki Suganda, yang tinggal dan bekerja di desa terdekat itu.

"Saya trauma. Saya bertanya kepada kerabat saya apakah mereka cukup berani untuk kembali ke Curah Kobokan dan mereka semua mengatakan tidak. Mereka lebih suka tidur di bawah pohon."

Di dalam ruang tamu di suatu rumah, debu vulkanis menyelimuti segalanya, termasuk meja kopi dan sofa di sebelahnya. Foto keluarga di dinding kini tersembunyi di balik lapisan abu.

Sisa-sisa atap yang hancur memenuhi semua ruangan rumah. Melalui satu pintu yang hancur, beberapa pakaian dan tas ransel tergantung tertutup debu abu-abu gelap.

Di jalan-jalan berlumpur dan tertutup abu, operasi pencarian dan penyelamatan sedang berlangsung. Para kru pergi dari rumah ke rumah sambil berhati-hati untuk menghindari permukaan yang tidak rata, berbahaya, dan struktur yang tidak stabil. Satu truk pikap kecil terlihat penuh dengan barang-barang rumah tangga yang diselamatkan.

Dilema

Desa tersebut menjadi rumah bagi sekitar 50 keluarga sebelum letusan. Banyak di antara mereka bekerja di tambang pasir yang menghiasi lereng Semeru.

Endapan vulkanis di daerah tersebut kaya untuk ekstraksi pasir. Akan tetapi mereka mengekspose tambang dan permukiman di sekitarnya pada bahaya letusan Gunung yang konstan.

"Ini dilema. Bekerja di tambang pasir menjamin pendapatan yang stabil," kata penambang, Siyadi, yang memiliki satu nama seperti kebanyakan orang Indonesia. "Kami memiliki kebutuhan. Saya tahu risikonya tinggi, tetapi apa lagi yang bisa kami lakukan?"

Presiden Joko Widodo mengatakan selama perjalanan ke daerah yang terkena dampak bahwa sekitar 2.000 rumah mungkin perlu direlokasi setelah letusan menewaskan sedikitnya 34 orang dan membuat ribuan orang mengungsi. Namun bagi banyak orang yang bergantung pada tambang pasir di bawah bayang-bayang Semeru, ada beberapa pilihan lain.

"Jika pemerintah menutup tambang pasir, apakah mereka akan menyediakan pekerjaan untuk kita? Apakah ada pekerjaan lain?" tanya Siyadi. "Kami tidak punya pilihan. Tidak ada solusi."

Letusan terbaru Semeru menjadi titik balik bagi Marzuki Suganda. "Jika saya disuruh tinggal di sini lagi, saya tidak akan berani," kata pria berusia 30 tahun itu.

Baca juga: Presiden: 2.000 Rumah Warga di Dekat Semeru akan Direlokasi

"Saya akan berpikir 1.000 kali untuk kembali bekerja sebagai penambang pasir. Tempat ini akan menjadi kota hantu. Tidak ada yang mau kembali ke sini. Sangat berbahaya tinggal di sini." (AFP/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat