visitaaponce.com

Dua Tahun Food Estate, Produktivitas Petani Meningkat

Dua Tahun Food Estate, Produktivitas Petani Meningkat
Sejumlah petani menanam padi jenis Inpari 42 di lahan rawa di areal food estate Dadahup, Desa Bentuk Jaya, Kabupaten Kapuas, Kalteng.(Antara/Makna Zaezar.)

PETANI peserta food estate mengaku merasakan manfaat setelah bergabung dengan program pemerintah ini. Selain produktivitas usaha tani tani naik, pendapatan mereka juga meningkat. Namun, diakui ada sejumlah kendala yang memerlukan perbaikan.

Hal itu terungkap dalam diskusi Alinea Forum bertajuk Dua Tahun Food Estate: Apa Saja Pencapaiannya? yang digelar secara daring, Selasa (23/8). Webinar menghadirkan dua perwakilan dari kelompok petani peserta food estate dan perwakilan dari Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.

Hartoyo selaku Ketua Kelompok Tani Sumber Rezeki di Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, mengaku produktivitas padi meningkat setelah bergabung dengan program food estate. Ada 64 petani dengan luas lahan 100 hektare yang tergabung di kelompok Sumber Rezeki. Mereka bergabung sejak food estate dimulai pertengahan 2020. "Kalau sebelum (ada food estate) kan paling (produksi) sekitar 3 ton gabah per hektare. Sekarang berhubung ada bantuan pupuk dan benih, alhamdulillah (produksi) naik sekitar 1 sampai 1,5 ton per hektare," kata Hartoyo. Harga jual gabah pun naik karena kemudahan akses jalan.

Dijelaskan Hartoyo, dahulu harga gabah kering panen sekitar Rp4.700 per kg. Saat ini mencapai Rp5.000 per kg, bahkan bisa Rp5.700 per kg. Ini karena jalan menuju ke wilayah lumbung pangan ini sudah dibangun dan beraspal. Ini memudahkan petani mengangkut dan menjual. "Untuk penjualan hasil (panen), itu lebih mudah. Dulu kami kalau menjual pakai kapal. Sekarang, alhamdulillah jalan sudah aspal. Ini lebih memudahkan kami untuk mengeluarkan hasil panen," ungkap Hartoyo.

Selama bergabung food estate, kata Hartoyo, pihaknya memperoleh sejumlah bantuan dari Kementerian Pertanian, mulai alat dan mesin pertanian (alsintan), bantuan benih dan pupuk, hingga perbaikan infrastruktur yang menunjang penjualan hasil panen. Karena produktivitas dan harga jual naik, kata Hartoyo, keuntungan petani pun naik. Dengan produktivitas 4 ton gabah kering panen per hektare, petani bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp8 juta. Setahun, petani tanam padi dua kali. Selain padi, petani menanam sayuran dan berternak ayam atau itik. Ini menambah penghasilan bulanan.

Cerita hampir sama disampaikan Saiful Rokib. Ketua Kelompok Tani di Desa Sidomulyo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, itu bergabung dengan food estate sejak 2021. Dari 38 orang anggota kelompok tani, 35 petani menanam komoditas bawang putih di lahan seluas total 16 hektare. Di wilayah ini memang dikembangkan food estate hortikultura yang dikomandani oleh Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementan. Selain bawang putih, ada bawang merah, kentang, dan cabai. Saiful mengakui bawang putih bukan komoditas asing bagi warga desanya.

Di masa-masa jayanya, Sidomulyo ialah salah satu sentra bawang putih. Produktivitas, diakui Saiful, tinggi. Namun karena waktu tanam tidak diatur dan tidak ada pembeli pasti, harga sering kali meluncur bebas alias jatuh. "Penyerapannya dan pasarnya belum jelas," kata Saiful. Sejak 1990-an, petani di Sidomulyo dan sekitarnya ogah menanam bawang putih. Mereka beralih menanam sayuran, seperti kol, cabai, atau bawang merah. Petani mau kembali menanam bawang putih karena Kementan sudah menyiapkan pembeli siaga atau offtaker sebagai mitra petani. Harga, kata Saiful, sudah disepakati sebelum tanam dengan pembeli siaga. Bahkan, ketika harga di pasar membaik, harga kesepakatan bisa naik. Petani juga mendapatkan mendapatkan bantuan bibit, mulsa plastik, dan pupuk. "Ini memudahkan. Kami bergairah lagi menanam bawang putih," jelas Saiful.

Saiful mengaku, petani juga mendapatkan manfaat berupa aneka ragam akses informasi terkait pertanian. Selain informasi budi daya, kata Saiful, kelompok tani mendapatkan informasi terkait teknologi pertanian mutakhir, pemasaran hasil, hingga akses permodalan. Petani yang tidak tergabung dalam food estate pun terberdayakan. "Di food estate banyak sekali pendidikan-pendidikan pertanian termasuk informasi permodalan dari KUR (kredit usaha rakyat) yang bagus. Ada juga beberapa pelatihan-pelatihan yang semakin gencar. Jadi, di wilayah (kelompok tani) lain kena juga (mendapatkan) imbas dari food estate. Semua baik," ungkapnya.

Namun demikian, jelas Saiful, mereka terkendala akses jalan. Jalan desa, jelas dia, masih belum beraspal atau diperkeras. Jika pagi atau turun hujan, jalanan licin dan membuat motor pengangkut hasil pertanian tergelincir. Maklum, Desa Sidomulyo berada di lereng penungungan. "Sekarang tidak ada petani yang memanggul hasil pertanian, tetapi pakai sepeda motor. Ini jalannya licin. Kalau bisa, jalannya dibangun. Ini sangat membantu akses kami, sehingga tidak licin kalau bawa pupuk, karena kami kan di pegunungan, jalannya turun-naik," ujar Saiful.

Keluhan senada disampaikan Hartoyo. Kelompok dia mengalami kendala akses air. Ini terjadi karena aliran air dari saluran primer ke saluran sekunder terhambat. "Saluran sudah dangkal. Ini menyulitkan akses air," kata dia. Dia berharap akses air ini bisa diperbaiki. (RO/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat