visitaaponce.com

Majunya Kampung Terisolir di Delta Mahakam

Majunya Kampung Terisolir di Delta Mahakam
Foto udara dengg drone, Kampung Muara Pegah, kampung terisolir yang berada di Delta Mahakam dan menjadi ring1 aktivitas Migas PHM(MI/Yolanda Izabella)

LETAKNYA di wilayah pesisir Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim). Mayoritas penduduknya adalah nelayan. Masyarakat enggan ke kampung ini karena dulu gelap dan menyeramkan. Tak ada air bersih dan tak punya tempat ibadah. Nama kampungnya Muara Pegah, kampung kecil di tengah delta yang menghubungan Sugai Mahakam dengan Selat Makassar.

Muara Pegah berada di wilayah Delta Mahakam, Kelurahan Muara Kembang, Kukar. Kampung ini benar-benar terisolir, jauh dari daratan. Satu-satunya akses menuju Muara Pegah harus melintasi Sungai Mahakam, dengan ancaman satwa buas seperti buaya. Dari Kelurahan Muara Kembang ke Muara Pegah berjarak belasan kilometer dengan alur sungai yang berkelok-kelok.

Sore itu sekitar pukul 17.10 Wita, Sudirman (56) baru pulang melaut. Dia buru-buru masuk ke dalam rumahnya, untuk segera mandi dan berwudhu. "Sebentar ya, sudah petang. Saya mandi dulu, lalu ikut saya ke masjid. Setelahnya saya ajak lihat-lihat kampung ini," katanya.

Sudirman adalah Ketua RT 11, Muara Pegah. Dia lahir dan besar di kampung itu sebagai nelayan. Saban hari, sepulang melaut dia selalu shalat magrib di Masjid Muara Pegah. Hal itu sebagai wujud syukur, karena kampung mereka memiliki masjid yang luas dan air bersih untuk berwudhu.

Setelah Shalat Magrib, dia mengajak Media Indonesia berkeliling. Kampung sepanjang 800 meter itu hanya dihuni 1 RT dengan jumlah penduduk 200 jiwa dari 54 KK. Rumah-rumah penduduk berjumlah 49 bangunan yang berada di atas laut.

Di sisi kanan Muara Pegah dibangun menara kepanduan TNI AL, sedang sebelah kiri adalah hutan mangrove hasil tanam masyarakat.

Waktu menunjukkan pukul 18.30 Wita, dari jembatan Muara Pegah, terlihat pemandangan yang menarik di laut lepas. Barisan kapal pengangkut batu bara tengah mengantre menuju Selat Makassar. Lampu-lampu kapal yang temaran, menambah syahdu pemandangan malam itu.

"Setiap malam warga menikmati pemandangan lampu-lampu kapal. Walaupun kampung ini terpencil, tapi kondisinya tenang. Suara adzan subuh yang merdu, jadi alarm semua warga," ujarnya memulai obrolan.

Dulu, kata dia, Muara Pegah adalah kampung yang menakutkan. Masa kecilnya dihabiskan ikut melaut bersama ayahnya. Sudirman sudah khatam menghadapi ancaman buaya muara Delta Mahakam. Dia juga terbiasa menghadapi gelombang air pasang dan badai di lautan.

Saat petang, dia sigap menyalakan lampu teplok dan petromak. Jika minyak tanah habis, maka seisi rumah harus siap gelap-gulita berhari-hari. Anak-anak Muara Pegah nyaris tak tersentuh peradaban. Mereka juga tidak ada yang mengenyam pendidikan walau di bangku Sekolah Dasar (SD). Fasilitas kesehatan juga tidak ada. Jika ada warga yang sakit, hanya berobat kampung atau dibiarkan hingga sembuh.

"Kalau mau sekolah, harus berani keluar kampung. Kalau ada yang sakit, harus berobat sendiri. Jumlah rumah warga masih sedikit, bisa dihitung jari. Kalau malam hanya bunyi ombak laut yang terdengar. Kalau sudah waktunya tidur, gelap sekali seperti tak ada kehidupan," ujarnya.

Tapi itu dulu, lanjutnya. Sejak 15 tahun terakhir, Muara Pegah mulai dipenuhi banyak fasilitas publik. Pertama kali, fasilitas sekolah dasar (SD) swasta dibangun di tempat itu. Gedung sekolah dibangun oleh Total E&P Indonesia yang sekarang berganti nama menjadi Pertamina Hulu Mahakam (PHM).  Sekolah itu mampu menopang pendidikan anak-anak di tiga kampung, yakni Muara Pegah, Muara Ulu Besar dan Muara Ulu Kecil.

"Ini satu-satunya sekolah di wilayah tiga kampung, jumlah murid hanya 28. Anak sekolah dari Muara Pegah sekolah setiap hari. Kalau dua kampung itu, sekolah hanya tiga hari, Senin, Rabu, Jumat karena terganjal angkutan," ungkapnya.

Menyusul, pada tahun 2018 Muara Pegah terbebas dari kegelapan. Melalui program Kembang Bersinar, PHM menyerahkan bantuan listrik Solar Home Sistem (SHS) di Muara Pegah. Fasilitas kesehatan juga dibangun dengan sederhana. Gerakan penanaman mangrove untuk menjaga abrasi juga mulai dilalkukan.

"Saya dulu tidak percaya di kampung ini bisa punya listrik. Soalnya tidak mungkin ada tiang listrik yang bisa nyambung dari daratan. Ternyata ada solar cell yang bisa dijadikan listrik. Membantu sekali dan kuat untuk nyalakan kipas angin atau televisi dan beberapa lampu di malam hari," jelasnya.

Tidak sampai di situ, bangunan tempat ibadah kemudian diperbesar. Kebutuhan untuk rumah marbot, toilet masjid dan area wudhu juga dilengkapi. Pemandangan setiap masuk waktu shalat, para kepala keluarga berduyun-duyun menuju masjid untuk shalat berjamaah. Saat ini, satu-satunya ganjalan ekonomi di Muara Pegah hanyalah sinyal internet. Bantuan wifi dari PHM masih sangat dibutuhkan, terutama untuk peningkatan pendidikan

"Kami merasa nyaman di kampung ini, meski terisolir, tapi bantuan dari PHM rutin. Yang tadinya tidak ada, serang ada. Bantuan alat tangkap nelayan juga sering ada, semua dimaksimalkan untuk perputaran ekonomi di Muara Pegah ini. Sisa internet lagi ini. Sebenarnya sudah bantuan Wifi, tapi masih kurang," ungkapnya menutup obrolan.

Sementara itu, Head of Communication Relations & CID PHM, Frans Alexander mengatakan Muara Pegah tak pernah lepas dari sasaran dari program Corporate Social Responsibility (CSR) PHM. Agar terbebas dari kegelapan, PHM lebih dulu membantu pemasangan 56-unit SHS, untuk semua rumah.

"Program Kembang Bersinar sudah dibagi secara merata di tiap rumah. Kami bantu pemasangannya, juga lengkap dengan pembinaan kelompok pengelola," ujarnya.

Menurutnya, pembangunan fasilitas publik di wilayah itu harus diutamakan lantaran menjadi daerah ring 1 dari aktivitas sumur migas yang dikelola PHM.

Tidak hanya kelistrikan, PHM juga membangun fasilitas umum seperti berupa toilet dan tempat wudhu di Masjid dan Joglo Muara Pegah. Program tersebut adalah program yang mengedepankan pemanfaatan dan pengelolaan energi terbarukan berbasis masyarakat melalui instalasi SHS dan PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) di desa Muara Kembang dan Tani Baru.

"Semua berbasis energi terbarukan. Diharapkan pemanfaatannya dapat maksimal terutama untuk membantu ekonomi masyarakat Muara pegah," pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Penimbun Ratusan Liter BBM Jenis Pertalite di Palangka Raya Ditangkap

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat