visitaaponce.com

Tegal Proyek Geotermal, 10 Gendang di Pocoleok Tolak Bupati Manggarai

Tegal Proyek Geotermal, 10 Gendang di Pocoleok Tolak Bupati Manggarai
Ratusan warga dari 10 gendang atau komunitas adat di kawasan Pocoleok menolak kehadiran Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit di Desa Lungar.(MGN/Yohanes Manasye.)

RATUSAN warga dari 10 gendang atau komunitas adat di kawasan Pocoleok menolak kehadiran Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit di Desa Lungar, Kecamatan Satar Mese, Senin (27/2). Mereka marah karena Nabit mendukung perluasan PLTP Ulumbu dengan menerbitkan surat keputusan penetapan lokasi pengeboran geotermal di kawasan Pocoleok. 

Keputusan tersebut dinilai sebagai pengabaian hak masyarakat adat Pocoleok sekaligus menjadikan mereka sebagai tumbal pembangunan. "Tuntutan dari kami harus cabut surat penetapan lokasi. Harus cabut. Cabut hari ini juga. Cabut! Kami tidak mau kawasan Poco Leok ini dibor untuk geotermal," ujar Maria Teme, 55, warga adat gendang Lungar. 

Pantauan Media Indonesia, Senin pagi, warga yang berdatangan dari Gendang Mocok, Mori, Nderu, Jong, Racang, Mucu, Lungar, Tere, Mano, Cako, dan Gendang Rebak. Saat Nabit turun dari mobil, mereka langsung menutup jalan sambil membentangkan poster dan spanduk serta meneriakkan yel-yel. "Tolak geotermal! Cabut SK penetapan lokasi!" teriak warga berulang-ulang. 

Cukup lama, Bupati dan sejumlah pejabat berusaha menenangkan warga. Namun mereka semakin keras berteriak. Hal itu membuat Nabit tampak marah. 

"Saya Bupati. Saya Bupati," kata Nabit. Beberapa warga menyambar, "Kalau Bupati, dengarkan rakyat. Jangan sesuka hati membuat kebijakan hanya karena bapak seorang bupati." 

Merasa tak disambut baik layaknya kunjungan pejabat, Nabit yang diapit beberapa tentara dan polisi serta rombongan pejabat Pemkab Manggarai menerobos blokade warga. Namun hal tersebut tak membuat warga berhenti. Mereka terus membuntuti Nabit yang berjalan kaki sejauh seratusan meter menuju bekas Gereja Stasi Lungar, tempat pertemuan yang disediakan oleh Pemerintah Desa Lungar. 

Sambil berjalan, warga terus meneriakkan tuntutannya sambil mengangkat poster dan baliho yang di antaranya bertuliskan, "Jangan Rampas Hak Kami Secara Sepihak", "Stop PLTP (Pembangkit Listrik Tumbalkan Pocoleok)", "Bupati Manggarai Jangan Bunuh Kami", "Tolak H2N jika hadirkan H2S". 

H2N merupakan sandi pasangan Bupati Hery Nabit dengan wakilnya Heri Ngabut. Warga memelesetkan sandi tersebut dengan hidrogen sulfida (H2S), gas beracun yang keluar dari lubang pengeboran geotermal. 

Tiba di tempat pertemuan, Bupati Nabit tampak tidak tenang. Apalagi saat mencicipi kopi dan ubi rebus, warga berteriak sambil menyindir. "Enak minum kopi? Enak makan ubi? Itu kopi dan ubi hasil bumi Pocoleok. Dari hasil pertanian itulah kami bisa hidup dan sekolahkan anak. Bukan dengan jual tanah, tetapi dengan mengolah tanah," teriak ibu-ibu. 

Bupati sempat bertahan beberapa menit untuk menyampaikan arahan. Namun warga yang terus bertambah dan teriakan mereka sangat mengganggu sehingga suara bupati yang sedang berbicara pun tak terdengar dengan jelas. Hingga akhirnya warga nekat menerobos masuk ruang pertemuan sehingga bupati terpaksa pergi. 

Kepada wartawan saat meninggalkan tempat pertemuan, Nabit tak banyak bicara. Saat ditanya kebijakannya terkait proyek yang ditolak mayoritas warga, ia berujar, "Ya, terima kasih. Ini kan kita mau mendengar semua." Namun ia tak berkomentar terkait SK penetapan lokasi proyek yang ia terbitkan 1 Desember 2022, jauh sebelum ia menemui warga. 

Sementara Nabit pergi dengan mobil dinasnya ke arah Gendang Mesir, warga 10 Gendang terus berteriak dan menghujatnya. Paulina Imun, 50, perwakilan perempuan Gendang Rebak mengatakan mereka sengaja tidak memberikan penghormatan karena Nabit hadir dengan kebijakan yang mengancam keselamatan masyarakat Pocoleok. 

"Kalau dia datang dengan program yang membuat pertanian semakin maju, kalau dia datang membawa kebaikan untuk masyarakat Pocoleok, pasti kami terima. Namun karena dia datang menyangkut dengan geotermal, makanya kami tolak dia," ujarnya. 

Warga pun menutup ruang dialog atau negosiasi terkait dengan proyek tersebut. Bahkan, warga bertekad menolak Nabit selama ia tidak berpihak pada warga untuk membatalkan proyek tersebut. 

"Sekarang kami tidak mau berdialog lagi berkaitan dengan geotermal. Pokoknya titik. Hari ini kami tidak akan terima lagi bupati yang datang berkaitan dengan geotermal," tegas Wilhelmus, warga adat Mucu. 

Sebelumnya, Nabit hendak melakukan pendekatan adat langsung ke rumah adat Lungar dan Rebak, dua dari 10 komunitas adat penolak proyek itu. Namun rencana kunjungan bupati ke rumah adat serta uang konsumsi yang diantar oleh utusan bupati, ditolak warga. "Tidak ada gunanya pertemuan itu karena sebelum datang bertemu masyarakat, bupati sudah setuju dengan proyek geotermal. Dia sudah buat surat penetapan lokasi pemboran geotermal," kata Ponsi Lewang, tokoh adat Gendang Lungar. 

Warga curiga kunjungan Nabit di rumah adat hanya formalitas seperti yang pernah dilakukan PT PLN sebelumnya. Padahal dalam kunjungan tersebut, masyarakat menolak proyek geotermal tetapi seolah-olah penolakan warga hanya riakan kecil yang tidak berarti. 

Selain menolak kunjungan bupati, warga adat Pocoleok juga beberapa kali mengadang petugas PT PLN yang hendak melakukan kegiatan-kegiatan persiapan proyek tersebut. Bahkan pekan lalu, ibu-ibu Pocoleok mengadang petugas yang dikawal oleh belasan aparat yang terdiri dari tentara dan polisi. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat