visitaaponce.com

Fakta Situs Manyarejo Sangiran yang Jadi Tempat Pertemuan Arkeolog

Fakta Situs Manyarejo Sangiran yang Jadi Tempat Pertemuan Arkeolog
Hasil ekskavasi temuan pada zona edukasi di Desa Manyarejo,yang menjadi bagian kawasan situs purba Sangiran.(MI/Widjajadi)

PULUHAN dosen dan mahasiswa arkeologi dari enam perguruan tinggi di Indonesia menggelar pertemuan penelitian di kawasan doom Sangiran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, selama delapan hari sejak 1 Agustus lalu, dengan tajuk Pertemuan Arkeologi Terpadu Indonesia ( PATI ) V/2023.

Keenam universitas yang terlibat dalam PATI V adalah Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Universitas Udayana Bali, Universitas Hasanudin Makassar, Universitas Jambi, dan Universitas Halu Oleo Sulawesi Tenggara.

"PATI sudah berjalan ke lima ini, sejak 2008 lalu. Tujuan utama kegiatan PATI adalah menjadi ajang pembelajaran  dan penajaman teori serta metode yang telah dimiliki oleh para pengajar dan mahasiswa arkeologi dari enam universitas pemilik program studi arkeologi," kata Rochtri Agung Bawono dari Universitas Udayana (UNUD), Bali, selaku koordinator PATI V/2023 kepada Media Indonesia, Selasa (8/8), di kawasan situs purba Manyarejo, Plupuh, Sragen.

Baca juga : Bentuk Hidung Manusia Modern Diwariskan dari Neanderthal

Kegiatan penelitian bersama itu diharapkan mampu mempererat hubungan dan menumbuhkan rasa kebersamaan antar para pengajar arkeologi dan mahasiswa arkeologi seluruh Indonesia.
 
Kegiatan penelitian PATI selama 8 hari sejak 1 Agustus yang masing masing universitas melibatkan satu dosen pembimbing dan 5 mahasiswa arkeologi itu, dilaksanakan dalam tiga tahap, yakni survei, ekskavasi dan analisis, konservasi dan pelaporan.

Baca juga : Gali Fondasi Rumah, Rudy Hartono Temukan Gading Gajah Purba

 

Warisan dunia

Yang menarik, dalam kegiatan survei arkeologi, melibatkan masyarakat atau komunitas situs untuk pengelolaan sumber daya budaya atau Culture Resource Management (CRM) di kawasan Situs Manyarejo.

Situs Manyarejo, Kawasan Sangiran, memiliki karakter situs prasejarah pleistosen (250.000 hingga 1,2 juta tahun lalu). Sangiran sudah dikenal sebagai kawasan Cagar Budaya Warisan Dunia (Word Heritage) yang telah diakui UNESCO.

Keunikan inilah yang membuat pertemuan PATI V/2023 dilaksanakan di Sangiran. "Hal itu memberikan pengalaman berbeda khususnya bagi dosen, peneliti dan mahasiswa arkeologi yang terlibat," ungkap Rochtri.

Sejarah riset di wilayah ini menunjukkan temuan antara lain beberapa fosil fauna, fosil manusia, dan artefak paleolitik. Bahkan, ada satu area banyak mengandung fosil yang tampak di permukaan tetapi tidak diambil dan dijadikan zona edukasi.

Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Iskandar Mulian Siregar selaku pengelola kawasan doom Sangiran memberikan ruang yang luas bagi enam universitas yang terjun dalam PATI V.

"Pentingnya situs purba ini sebagai bagian perjalanan panjang sejarah evolusi manusia serta budayanya juga keterlibatan pengakuan langsung peran masyarakat dalam suatu penelitian menjadi salah satu alasan kami mengijinkan untuk kegiatan kolaborasi PATI V," kata Iskandar.

Kegiatan PATI di berbagai kawasan sejarah evolusi telah berlangsung untuk yang kelima kali, sejak pertama digelar 2008. Baik    PATI I,II, III, dan IV dan V disponsori oleh Yayasan ARSARI Djojohadikusumo yang diketuai oleh Hashim Djojohadikusumo.

Seperti diketahui, di dalam kawasan situs purba Sangiran yang membentang di puluhan desa di dua kabupaten, Karanganyar dan Sragen hampir tiap saat sering ditemukan fosil dan artefak kehidupan masa 500 ribu hingga 800 ribu tahun silam.

Seperti ekskavasi di lokasi Zona Edukasi, dengan membuka 1 Trench dan 1 kotak ekskavasi dengan hasil temuan berupa 2 artefak paleolitik bola batu dipermukaan serta 1 artefak tulang juga fragmen fosil tulang fauna Bovidae, Cervus sp, dan Bos sp juga gading Stegodon di dalam lapisan batuan.

Secara stratigrafi, artefak tulang dan fosil fauna yang ditemukan pada batuan tersebut diduga berumur 500.000 hingga 800.000 tahun yang lalu yang termasuk Formasi Kabuh.

Sebagian fosil diserahkan ke Museum Unit Bukuran dan beberapa fosil masih berada di dalam kotak ekskavasi untuk pembelajaran ilmu pengetahuan dan pengunjung wisatawan di lapangan.

Lebih jauh dibeberkan Rochtri, kegiatan konservasi koleksi fosil dilakukan di rumah 5 Empu Balung Buto (Mbah Asmorejo, Mbah Siswanto, Mbah Setu, Mbah Mintorejo, dan Mbah Parmin) dan koleksi fosil yang berada di rumah joglo Mbah Sugi yang dikelola oleh Komunitas Brayat Krajan.

Jumlah koleksi sebanyak 497 fosil yang terdata sedangkan dikonservasi sebanyak 73 fosil. Selain itu pula dilakukan konservasi pada fosil-fosil maupun artefak hasil ekskavasi.

Iskandar Mulia Siregar ikut menambahkan, bahwa penanganan konservasi fosil yang berada di lapangan selanjutnya diserahkan kepada MCB Museum Sangiran.Dan sebagian dikembalikan kepada Komunitas Brayat Krajan untuk dikelola sebagai bahan edukasi masyarakat.

Rochtri menegaskan, bahwa dari kegiatan ini memunculkan rekomendasi pelestarian, pengelolaan, dan pemanfaatan lingkungan dan benda cagar budaya Museum Alam dan Museum Desa.

Komunitas Brayat Krajan bersama masyarakat Desa Manyarejo yang bekerja sama dengan MCB Museum Sangiran bisa memanfaatkan untuk kepentinhan edukasi kepsda masyarakat. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat