Ikut Program JKN, Kampung Terpencil Lereng Gunung Pangkas Kasus Tengkes
ADA perempuan melahirkan di Pos 3 pendakian Gunung Slamet. Kabar itu diterima lewat aplikasi Whatsapp (WA) oleh bidan Desa Kutabawa, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, Jawa Tengah, awal tahun ini, sekitar jam 10.00 WIB.
Padahal Pos 3 yakni Pondok Cemara memiliki ketinggian 2.510 meter di atas permukaan laut (mdpl). Namun hal itu tidak menghalangi bidan desa, Diana Wahyu Utami. Ia langsung merapat ke jalur pendakian. Dia berjalan sampai ke Pos 1 Pondok Gemirung setinggi 1.937 mdpl.
Diana mendengar kalau bayinya segera turun setelah persalinannya ditolong para pendaki. Sekitar jam 13.00 WIB, bayi yang dilahirkan di Pos 3 datang dalam keadaan selamat. Diana langsung membersihkan dan merawat bayinya. Sekitar satu jam kemudian, ibunya bernama Sartini, 35, datang. Lalu, keduanya dibawa ke tempat bidan desa dan sehat semuanya, sampai sekarang.
Baca juga : Bupati Purbalingga Tekan Angka Perkawinan Anak dan Stunting
"Inilah salah satu pengalaman tak terlupakan. Mengapa saya tidak tahu, karena ibunya memang tidak memeriksakan diri secara rutin. Kalau rajin periksa, seharusnya sudah siap-siap melahirkan, bukan malah malah berangkat ke Pos 3 untuk jualan. Alhamdulillah sehat," ungkap Diana pada Minggu (27/8).
Peristiwa itu dijadikan contoh oleh Dina untuk para ibu hamil (bumil) lainnya. Para bumil diharapkan rutin memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Bahkan, kalau ada hal yang urgen bisa ke Puskesmas atau RS.
"Saya berani mendorong semacam itu, karena pada umumnya mereka telah memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan. Apalagi, Purbalingga adalah kabupaten UHC (universal health coverage), sehingga begitu didaftarkan bisa langsung aktif," jelas Diana.
Baca juga : Sekujur Tubuh Gadis di Tegal Melepuh karena Sindrom Langka Staphylococcal Scalded Skin
Tak hanya bidan yang aktif, tenaga pendamping (Naping) desa sehat mandiri, Elfira Dwi, 24, juga kerap mendampingi bumil yang harus periksa ke RS. "Jarak antara Kutabawa dengan RS di kota mencapai 25 km. Karena memiliki Kartu JKN, mereka tidak berpikiran biaya yang mungkin sampai jutaan bahkan belasan atau puluhan juta kalau operasi caesar. Mereka tidak khawatir biaya karena harus dirujuk," ujar Elfira.
Tidak hanya sebagai pendamping bumil saja, Elfira juga aktif dalam upaya untuk menekan angka stunting atau tengkes di desa setempat. Salah satu kunci untuk menekan angka tengkes adalah menjaga kesehatan bumil. Sehingga kontrol ke Puskesmas atau RS menjadi penting. "Jika ada kartu JKN, maka tidak ada persoalan. Meski, ada satu dua warga yang kadang ngeyel, tetapi pada akhirnya mau juga untuk dirujuk ke RS," katanya.
Kepala Desa Kutabawa Budiyono juga memastikan bumil dan warga di Kutabawa terproteksi lewat Program JKN. "Desa ikut andil menyiapkan mobil siaga. Pengadaan mobil saga ini sangat penting guna memastikan kalau ada warga yang dirujuk, misalnya ibu yang mau melahirkan sampai ke RS dalam keadaan selamat," katanya.
Baca juga : Anggaran Kesehatan 2024 Naik 8,1% Capai Rp186,4 Triliun. Untuk Apa Saja?
Desa siapkan mobilnya. Kemudian pihak kepala dusun menanggung sopirnya. Lalu RT yang membiayai BBM-nya. "Jadinya gotong-royong," ujar Budiyono.
Kades mengatakan dengan kegotongroyongan itulah, angka stunting di Desa Kutabawa bisa diturunkan. Dari jumlah penduduk 8.700 jiwa di Desa Kutabawa, beberapa tahun lalu kasus tengkes cukup tinggi yakni 200 balita. "Tetapi 2022, angka tengkes bisa turun dan tinggal 20 balita saja. Salah satunya akses air bersih sekarang gampang, sehingga warga bisa lebih sehat. Akses kesehatan juga makin mudah, ada program JKN," tandasnya.
Capai UHC
Dengan warga yang terproteksi kesehatannya, maka angka tengkes bisa secara efektif ditekan. Karena itulah, Pemkab Purbalingga terus mendorong keikutsertaan warga. Tahun 2023 menjadi tonggak prestasi, karena mencapai UHC.
Baca juga : Ganjar Libatkan Warga Targetkan Angka Stunting Turun
"Alhamdulillah, Purbalingga mendapat penghargaan dari BPJS Kesehatan tahun ini. Sebab, tahun ini 96,15 % atau 987.949 jiwa dari 1.027.521 penduduk Purbalingga sudah memiliki mengikuti program JKN," jelas Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi.
Bupati mengatakan dengan mencapai UHC, maka akan mengakselerasi penurunan kasus tengkes. Sebab, dengan kesehatan yang terproteksi maka warga diharapkan lebih sehat.
Data juga menunjukkan kasus tengkes di Purbalingga terus mengalami penurunan. Prevalensi stunting di kabupaten itu terus turun. Pada 2017 angka stunting di Purbalingga sebesar 28,4%, 2018 menjadi 26,4%. Pada 2019, turun menjadi 17,8%, kemudian menjadi 16,93% pada 2020, lalu 15,7% pada 2021 serta pada 2022 mencapai 13,79%.
Baca juga : Jawa Tengah Terus Tekan Angka Stunting
"Angka ini bahkan melebihi target nasional di mana dalam Inpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting Nasional di tahun 2024 sebesar 14 %," kata Bupati.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Purbalingga Jusi Febrianto mengatakan proteksi kesehatan bagi ibu berperan penting untuk penanganan stunting. Kalau ada sesuatu, maka bumil atau bayi harus dirujuk, misalnya ke Puskesmas atau RS. Dengan adanya program JKN BPJS Kesehatan, maka warga tentu tidak khawatir dengan biaya, karena telah ditanggung. "Inilah pentingnya proteksi kesehatan bagi warga, bahkan mampu mendorong penurunan angka stunting," katanya.
Dihubungi terpisah, Kepala BPJS Kesehatan Purwokerto Unting Patri Wicaksono menjelaskan coverage per 1 Agustus di Purbalingga malah sudah mencapai 99,76% atau 1.033.516 dari total penduduk 1.035.959 jiwa. "BPJS Kesehatan memberikan privilese bagi kabupaten UHC yang masuk kategori non cut off berupa kepesertaan yang dapat langsung aktif sejak didaftarkan oleh pemkab," jelasnya.
Dengan mengikuti program JKN, maka ada penjaminan layanan kesehatan bagi bumil, bayi dan balita mulai dari faskes tingkat pertama dan rujukan tingkat lanjutan. "Akses layanan kesehatan bagi bumil untuk memastikan kesehatan ibu dan anaknya, termasuk kemungkinan risiko stunting sejak dalam kandungan. BPJS Kesehatan juga menjamin pemeriksaan kehamilan atau Ante Natal Care (ANC). Ini penting guna menekan angka stunting," ujarnya.
Kini, yang harus dipelihara adalah keikutsertaan program JKN sehingga UHC tetap bisa dipertahankan. (Z-3)
Terkini Lainnya
Capai UHC
Belanja Asuransi Kesehatan Sosial Naik, Mayoritas ke Rumah Sakit
Sebanyak 25 Persen Masyarakat Belum Punya Jaminan Kesehatan Aktif
DJSN: KRIS untuk Meningkatkan Mutu Pelayanan Rawat Inap
Penerapan KRIS Jangan Sampai Mengganggu Akses dan Pembiayaan Kesehatan
Komisi IX DPR: Sistem KRIS BPJS Tegakkan Prinsip Keadilan
BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, 3 Diganti KRIS, Berapa Tarifnya?
RSUD di Jakarta Sesuaikan Jumlah Tempat Tidur Sistem KRIS
BPJS Kesehatan Kupang Dampingi Satlantas saat Uji Coba Pengurusan SIM
BPJS Kesehatan Beri Penghargaan Klinik Utama Jantung Hasna Medika
BPJS Watch: Jangan Buru-Buru Terapkan KRIS
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap