visitaaponce.com

Ketidaknetralan dan Bias Presiden Buat Kualitas Pemilu Turun

Ketidaknetralan dan Bias Presiden Buat Kualitas Pemilu Turun
Dosen UGM menilai Pilpres tahun ini menuai banyak polemik dan dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemilu.(Antara)

DOSEN Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi mengatakan kualitas pemilu bisa menjadi salah satu parameter untuk menilai kualitas demokrasi. Dari lima pemilu yang diselenggarakan di Indonesia, menurut Kuskridho, Pemilihan Presiden (Pilpres) kali ini menjadi yang terendah dari segi kualitas.

Proses menuju Pilpres tahun ini sudah menuai banyak polemik. Hal ini ia duga dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemilu.

"Potensi di level publik akan ada ketidakpuasan meningkat. Dengan ketidaknetralan dan bias presiden (Presiden Joko Widodo) apa yang dikhawatirkan pengamat akan terjadi, publik akan menilai pemilu saat ini tidak sebagus pemilu sebelumnya," ungkap dia dalam diskusi bertajuk Suara Politik FISIPOL UGM untuk Demokrasi yang Berkualitas bertempat di Ruang Sidang Dekanat, Selasa (30/1).

Baca juga : Imbauan Netralitas Sri Mulyani Cermin Suara Hati Publik

Dosen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Mada Sukmajati membandingkan fenomena yang terjadi di ranah politik Indonesia saat ini dengan fenomena serupa di Filipina pada pemilu 2022 yang ditandai dengan nepotisme dan politik dinasti. Perbedaannya, menurut Mada, di Filipina hampir tidak ada intervensi langsung dari pemimpin yang masih berkuasa saat itu.

"Tidak ada otak-atik konstitusi, dan relatif tidak ada mobilisasi sumber  daya yang ada. Memang menang telak, tapi sekarang krisis," terang dia.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM melalui Election Corner mengadakan Forum ini mempertemukan akademisi dan para jurnalis, untuk membahas solusi-solusi yang dapat diimplementasikan untuk memperbaiki kondisi demokrasi dan pemilu di Indonesia saat ini. 

Baca juga : Bawaslu Diminta Periksa Presiden Jokowi Terkait Pose Dua Jari

"Secara umum demokrasi kita sedang menghadapi kontraksi yang luar biasa besar sebagai salah satu dampak proses elektoral yang sedang berlangsung. Ada isu yang perlu direspons, bagaimana tetap menjaga penyelenggaraan pemilu sebagai fondasi penting demokrasi tetap berlangsung dalam kerangka yang penuh integritas," tutur Dekan FISIPOL, Wawan Mas mengawali diskusi.

Dosen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Abdul Gaffar Karim mengungkapkan perihal penyelenggara pemilu, yang menurutnya mengalami keterputusan dengan masyarakat sipil dan justru memiliki kedekatan berlebihan terhadap partai politik dan lembaga legislatif. Kedekatan dengan parpol tersebut menyebabkan problem independensi.

"Karena ada kedekatan ada potensi tidak bisa bersikap netral. Bagaimana pun partai politik adalah peserta pemilu dan legislatif adalah orang yang dihasilkan dari proses pemilu," kata Gaffar.

Baca juga : Presiden Punya Hak Politik, Cak Imin: Tapi Harus Cuti

Gaffar juga menekankan pentingnya menjaga pemilu yang disebut sebagai satu-satunya penanda tersisa dari demokrasi di Indonesia. "Ini harus kita jaga. Kalau tidak masa depan demokrasi kita akan sangat berbahaya, bukan hanya kehilangan substansi tetapi juga kehilangan penampakan," tutup dia. (Z-3)
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat