visitaaponce.com

Sempal Dan Sodari Nilai Dirty Vote Bisa Hukum Pelaku yang Curang

Sempal Dan Sodari Nilai Dirty Vote Bisa Hukum Pelaku yang Curang
Suasana nonton bareng film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap berbagai instrumen kekuasaan untuk tujuan memenangkan pemilu.(MI/Widjajadi )

Aktivis Solo Melawan Politik Amoral (Sempal) bersama Aliansi Solidaritas Perlawanan Rakyat Surakarta (Sodari) semakin meyakini bahwa telah terjadi perusakan demokrasi yang sangat masif di tengah penyelenggaraan Pemilu 2024. Hal itu mereka katakan seusai nonton bersama film dokumenter Dirty Vote.

Mereka mengaku miris seusai nobar film yang mengungkap berbagai instrumen kekuasaan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi. "Penggunaan infrastruktur kekuasaan, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang demi mempertahankan status quo," tegas Ketua GMNI Solo, Deana Sari di Cafedangan, Manahan, Minggu malam ( 11/2).

Gambaran kecurangan itu terungkap jelas dan gamblang lewat film dokumenter  yang disutradarai Dandy Dwi Laksono, yang dibintangi lewat Diryu Vote yang  dibintangi tiga ahli hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Baca juga : Lebih dari 50 Dugaan Kecurangan Pemilu Terjadi dalam Tiga Minggu Terakhir

Yoseph Heriyanto mewakili Sempal mengungkapkan, film Dirty Vote sejalan dengan analisa politik mereka selama ini. "Pertama, memang ada kecurangan terstruktur, massif dan sistematis yang dilakukan oleh kekuasaan dalam hal ini Presiden Jokowi untuk memenangi anaknya, Gibran Rakabuming Raka," terang dia.

Menurut dia, kecurangan menjadi manifest sejak MK memutuskan perubahan syarat Capres dan Cawapres dengan mengabulkan pengalaman memimpin sebagai syarat baru tanpa mengindahkan umur sehingga Gibran lolos sebagai Cawapres.

Tidak berhenti sampai di MK, lanjut dia, kecurangan demi kecurangan terus dilakukan secara vulgar, dengan memainkan politik bansos, permainan harga pupuk di pasaran, dan janji kenaikan gaji buat ASN. 

Baca juga : Bawaslu DIY: Masih Ada Potensi Ketidaknetralan di TPS

Sempal menilai, untuk mengalahkan kecurangan agar jangan sampai menang satu putaran, diperlukan adanya persatuan relawan pendukung capres, cawapres 01 dan 03 dalam melakukan percepatan pendidikan politik kepada masyarakat, mengabarkan kepada masyarakat, bahwa kecurangan yang terjadi pada proses Pemilu 2024, sudah pada tahap membahayakan masa depan NKRI.

Bagi mereka, politik dinasti yang dilakukan Jokowi tidak dapat di benarkan. Kalau hal ini dibiarkan, dan menjadi contoh bagi pejabat di bawahnya, semua berhak melakukan politik dinasti. 

"Maka keluarga dinasti akan selalu hidup enak dengan kekuasaan di tangan. Sementara rakyat sulit cari kerja dan hidup dalam kemiskinan," tukas dia.

Baca juga : JK Sebut Film Dirty Vote hanya Beberkan 25 Persen Indikasi Kecurangan

Pada bagia lain Deana Sari menyebut Film Dirty Vote sangat bagus untuk memberikan pendidikan politik secara ilmiah. "Tiga bintang ahli Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari memaparkan data-data secara kronologis bagaimana kecurangan Pemilu berlangsung."

Bagi Deana, kaum muda setidaknya masih memiliki harapan. Ada tauladan juang dari suara yang berbeda bahwa tidak semua pelaku politik menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaan. Masih ada suara hati nurani yang mewakili etika dan moral melawan politik yang amoral dan tanpa etika.

"Terus terang film ini menambah semangat kami untuk ikut menyuarakan pentingnya berpolitik dengan etika sebagai Gerakan Moral Mahasiswa. Kami yang tergabung dalam Aliansi Sodar juga sudah melakukan aksi massa pada t8 Februari kemarin di depan Balaikota," tukas Deana.

Baca juga : Aktivis 98 Lakukan Aksi Jalan Mundur Demokrasi hingga Istana Kepresidenan Gedung Agung

Yang jelas, kata dia, Dirty Vote memiliki kesamaan pandangan terhadap situasi politik nasional dan menjadi landasan aktivis mahasiswa se-Solo Raya bergerak sebagai upaya menyelamatkan demokrasi dari ancaman oligarki dan politik dinasti.

Sedang Rikmadenda Arya Mustika, Ketua Front Mahasiswa Nasional (FMN) menambahkan, gelombang protes yang dilakukan banyak kalangan, dari tokoh agama, masyarakat, akademisi dan budayawan serta mahasiswa di berbagai kota yang semakin massif menjadi tanggung jawab bersama agar sampai ke rakyat di desa-desa dan kaum buruh di pabrik-pabrik, dengan bantuan media sosial, media massa.

"Mahasiswa perlu turun langsung ke rakyat, berdiskusi dengan rakyat. Dengan   harapan, kami tetap waras akal dan nurani dalam menyelamatkan demokrasi dengan menghukum mereka yang curang pada coblosan tanggal 14 Februari besok," pungkas dia. (WJ/N-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat