visitaaponce.com

Aksi Teatrikal Belajar Matematika Digelar di Halaman Gedung KPU DIY

Aksi Teatrikal Belajar Matematika Digelar di Halaman Gedung KPU DIY
Aksi teatrikal memprotes kecurangan pemilu di depan kantor KPU DIY(MI/Ardi Teristi Hardi)

SEPULUH orang dewasa dengan pakaian SD dan seorang lelaki dengan mengenakan seragam guru melakukan aksi teatrikal di depan Gedung KPU Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (20/2) siang.

Mereka laiknya sedang berada di sekolah melakukan kegiatan belajar mengajar, tetapi dengan tingkah laku yang seenaknya. "Saya begini karena presidennya juga tidak taat aturan," kata salah seorang siswa.

Dalam aksi itu, mereka melakukan aksi teatrikal kegiatan belajar mengajar pelajaran matematika yang baik dan benar. Garda membawa sejumlah buku-buku pelajaran matematika yang akan diserahkan kepada KPU.

Baca juga : KPU Ogah Penuhi Permintaan Mahfud Audit Digital Forensik Sirekap

"Ini sebagai bentuk kritik terhadap praktek penggelembungan suara dalam sistem rekapitulasi suara KPU," kata dia. 

Harapannya KPU semakin cerdas dalam penguasaan ilmu matematika sehingga dapat melakukan penghitungan rekapitulasi suara dengan benar.

Koorlap Aksi, Agus Sunandar menyampaikan, aksi tersebut didasari oleh pemungutan suara 14 Februari 2024 lalu yang menuai kecaman publik luas. Alih-alih memungkasi ketegangan politik dari adanya kontestasi, Pemilu kali ini memicu ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja KPU dan Bawaslu.

Baca juga : Audit Sirekap tak Perlu Menunggu Rekapitulasi Rampung

Penyebabnya macam-macam, mulai banyaknya kertas suara yang sudah dicoblosi, kurangnya kertas suara, maraknya politik uang, hingga temuan penggelembungan suara dalam proses rekapitulasi penghitungan suara. Bahkan, Pemilu kali ini dinilai paling buruk dalam sejarah Indonesia.

Proses awal Pemilu 2024 sendiri sudah diawali dengan preseden buruk. Sidang Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan sidang Dewan Kehormatan KPU, keduanya memutuskan MK serta KPU telah melakukan pelanggaran berat etika dan moral dalam proses pendaftaran cawapres sang putra Presiden.

Berbagai preseden negatif juga muncul seperti mobilisasi perangkat desa untuk mendukung paslon tertentu, presiden tanpa rasa malu menabrak aturan untuk netral, melakukan politisasi bansos, keterlibatan pejabat publik berkampanye, termasuk adanya intimidasi aparat.

Baca juga : KPU Lantik 77 Komisioner Provinsi dan Kabupaten/Kota saat Rekapitulasi

"Paling mutakhir adalah kisruh penggelembungan penghitungan suara. Sistem rekapitulasi suara KPU (Sirekap) tiba-tiba secara ajaib melonjakkkan suara pasangan tertentu bahkan banyak kasus ditemukan perolehannya melampui jumlah pemilih," kata dia.

Sirekap pun diplesetkan publik sebagai Simark-up. Semua hal itu dilakukan terstruktur, sistematis dan massif.

"Gerakan Reformasi 1998 yang salah satunya mengamanatkan penguatan instrumen hukum dan penguatan pelembagaan demokrasi dilandasi semangat anti korupsi, kolusi serta nepotisme termasuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat kini secara terang-terangan dicederai oleh pemerintahan Joko Widodo," terang dia.

Baca juga : Perludem: Menutup Sirekap bukan Solusi Atasi Kekacauan Pemilu

Rakyat hanya bisa menonton kegilaan sistemik ini dengan nelangsa. Suara lantang kalangan sivitas akademika, para guru besar, rektor, termasuk gerakan kelompok-kelompok masyarakat sipil, tokoh-tokoh bangsa, kalangan media massa, bahwa telah terjadi kemerosotan kehidupan berbegara, berbangsa dan berdemokrasi tak didengar presiden.

"Suara-suara kritis ini dianggap seperti gonggongan anjing sementara rombongan kafilah tetap melenggang berlalu. Padahal kritik dan koreksi adalah sarana majunya demokrasi," kata dia. (Z-5)

Baca juga : KPU Pekalongan Hentikan Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu di Kecamatan

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat