visitaaponce.com

Tragedi Banjir Lahar Dingin di Sumbar Mitigasi Terabaikan, Pemetaan Lambat, Korban Berjatuhan

Tragedi Banjir Lahar Dingin di Sumbar: Mitigasi Terabaikan, Pemetaan Lambat, Korban Berjatuhan
Banjir lahar dingin Sumatera Barat(Antara)

BANJIR lahar dingin yang melanda beberapa daerah di Sumatera Barat (Sumbar) pada 11 Mei 2024 telah menyebabkan 67 korban jiwa dan 20 orang masih hilang (data BNPB per 16 Mei). Tragedi ini selain disebabkan oleh faktor alam, juga dipengaruhi oleh kelalaian dalam mitigasi dan pemetaan bencana.

Wali Nagari Bukik Batabuah Firdaus mengungkapkan bahwa permintaan mitigasi dan perbaikan infrastruktur pasca banjir bandang 5 April 2024 tak direspons oleh Pemkab Agam. Ia menduga kelalaian ini menjadi salah satu penyebab banjir lahar dingin kedua pada 11 Mei yang lebih dahsyat dan menelan 8 korban jiwa dari Bukik Batabuah.

"Tidak pernah ada kegiatan mitigasi, padahal kami sudah minta," ujar Firdaus.

Baca juga : Banjir Lahar Dingin di Tanah Datar, Korban Meninggal Bertambah Menjadi 13 Orang

Permintaan mitigasi dan perbaikan infrastruktur yang rusak akibat banjir bandang dan lahar dingin yang menerjang Bukik Batabuah 5 April lalu diajukan ke Pemkab (Bupati Agam) dalam proposal di hari yang sama. Namun, hingga kejadian yang sama kembali menghantam lebih dahsyat pada 11 Mei, permintaan tersebut tak direspons. Akibatnya, Bukik Batabuah menjadi salah satu nagari paling terdampak dari banjir bandang lahar dingin.

Dari 67 korban jiwa hingga kemarin, 8 orang di antaranya adalah warga Bukik Batabuah. Selain itu, 1 orang warga Bukik Batabuah masih hilang.

"Rumah rusak sedang 32, rumah hilang 17, rumah rusak berat 21, tempat usaha hilang 4, tempat usaha rusak berat 19, tempat usaha rusak sedang 1, tempat usaha rusak ringan 7, kendaraan warga yang rusak 28 unit, dan jumlah terdampak di pengungsian 177 jiwa dari 45 KK," jelas Firdaus.

Baca juga : Korban Tewas Banjir Bandang Lahar Dingin Gunung Marapi Sumbar Jadi 67 Orang

Firdaus menjelaskan bahwa banjir bandang ini disebabkan oleh meluapnya air Sungai Kasiak karena adanya dua tiang penyangga jembatan yang terlalu berdekatan, menghalangi aliran air sungai dan menyebabkan luapan ke pemukiman warga.

Ia menyatakan kekecewaannya karena banjir bandang lahar dingin ini terjadi dua kali dalam waktu berdekatan, dengan penyebab yang sama yaitu jembatan dengan tiang yang menyempit di badan sungai. Kejadian yang sama terjadi pada 5 April lalu, juga menerjang pemukiman warga.

"Kejadian pertama 5 April membawa 3 rumah dan terdampak 170 jiwa. Sekarang 360 jiwa terdampak, 8 orang meninggal, dan 1 dalam pencarian," ungkap Firdaus.

Baca juga : Update Banjir Lahar Sumbar : 67 Orang Meninggal, 20 Orang Hilang

Permintaan pembongkaran Jembatan Kasiak dan pelebaran Sungai Kasiak telah disampaikan dalam rapat evaluasi 14 hari setelah kejadian banjir pertama pada 5 April 2024, dan proposalnya diajukan sebelum kejadian kedua, 11 Mei lalu.

Firdaus berharap pemerintah segera merealisasikan keinginan warga agar mereka yang di pengungsian mau kembali pulang. "Kalau tidak, pengungsi tidak akan kembali ke rumah masing-masing. Ini kejadian dua kali dalam waktu berdekatan," tukasnya.

Direktur Eksekutif Patahan Sumatra Institute Ade Edward mengungkapkan bahwa sejak erupsi Marapi pada 3 Desember 2023, potensi banjir lahar dingin telah diperingatkan. Erupsi tersebut tidak berbahaya dalam jangka pendek, namun material vulkanik yang terbawa hujan dapat menimbulkan risiko banjir lahar dingin.

Baca juga : Bencana Banjir Bandang di Sumatra Barat Capai Status Level Provinsi

Namun, mitigasi bencana yang memadai tidak dilakukan. Peta rawan bencana gunung api yang seharusnya diperbarui oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada akhir Desember 2023, baru dirilis pada Januari 2024. Peta tersebut diterjemahkan oleh Relawan Siaga Marapi Sumbar ke dalam bentuk Google Map dan disampaikan kepada BPBD Sumbar. Upaya sosialisasi melalui media sosial dan media massa juga dilakukan.

Meskipun peta sudah dirilis, Ade Edward menyayangkan tidak adanya tindakan konkret untuk membersihkan material vulkanik di sungai-sungai yang berhulu di Marapi. Hal ini menyebabkan penyumbatan dan meluapnya air saat hujan lebat, sehingga memicu banjir lahar dingin.

"Sudah 6 bulan sekarang, dan karena tidak dibersihkan, materialnya tersumbat. Ini yang membuat jembatan hanyut. Mungkin ini bentuk kelalaian dari pemerintah tidak melakukan mitigasi," ujar ahli geologi yang berdomisili di Padang ini.

Ade Edward juga mengkritik keterlambatan dalam pengambilan citra satelit terbaru untuk memetakan luas dan dampak bencana. Menurutnya, citra satelit terbaru seharusnya sudah tersedia pada hari ke-4 setelah bencana.

"Citra satelit terbaru bisa memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kerusakan dan dampak bencana. Hal ini penting untuk dasar kebijakan dalam penyusunan rencana tanggap darurat, pemulihan darurat, dan rehabilitasi rekonstruksi," jelas Ade Edward.

Ade Edward menawarkan bantuan dari Patahan Sumatra Institute untuk melakukan pemetaan dengan citra satelit jika pihak berwenang tidak mampu melakukannya. "Kalau pemegang otoritas tidak bisa melakukannya, kami punya sumber daya yang bisa melakukan analisis. Tapi jangan sampai begitu, karena pemegang otoritas punya wewenang," ujarnya, Jumat (17/5).

Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Suharyantom engatakan bahwa BNPB bersama PVMBG dan BMKG masih terus melakukan pemetaan wilayah di sekitar Gunungapi Marapi yang masuk dalam kawasan rawan bencana, khususnya daerah yang terdapat aliran sungai yang menjadi jalur aliran lahar dingin dari lereng Marapi. Termasuk menyiapkan lahan relokasi bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terdampak.

"Tahap transisi sudah harus jalan dari tanggap darurat ke rehabilitasi dan rekonstruksi. Akan didata mana yang harus direlokasi dan tidak. Deputi IV BNPB yang menangani Rehabilitasi dan Rekonstruksi juga sudah rapat teknis dan terus akan mendampingi pemerintah daerah, termasuk menentukan hingga ke pemerintah pusat," terang Suharyanto dalam rapat koordinasi penanganan darurat yang digelar di Istana Bung Hatta, Bukittinggi.

Gubernur Sumbar Klaim Sudah Lakukan Mitigasi

Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah beberapa hari lalu mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah melakukan upaya pencegahan potensi banjir lahar dingin akibat curah hujan tinggi di sekitar kawasan erupsi Gunung Marapi. Upaya mitigasi dilakukan melalui pemetaan potensi banjir, pengerukan sedimentasi lahar dingin, dan pembenahan aliran sungai, serta imbauan kepada masyarakat agar mewaspadai potensi bencana banjir lahar dingin jika terjadi hujan lebat.

"Sementara untuk jangka panjang, kita sudah membuat perencanaan pembangunan cek dam di 25 aliran sungai yang berhulu di Gunung Marapi, serta mempertimbangkan relokasi pemukiman penduduk di bantaran sungai," terang Gubernur Mahyeldi beberapa waktu lalu.

Namun, diakui Gubernur, mitigasi jangka panjang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sementara curah hujan tinggi yang terjadi mengakibatkan banjir lahar dingin meluas dan memberikan dampak di luar pemetaan potensi banjir lahar dingin yang telah dilakukan.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa kondisi geografis Sumatera Barat yang berada di antara Samudera Hindia dan deretan pegunungan Bukit Barisan menyebabkan hujan cenderung terjadi sepanjang tahun dan musim kemarau sangat pendek. Dwikorita mengapresiasi kesiapan ketangguhan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam mitigasi bencana, namun mengakui skala bencana kali ini sangat intens karena curah hujan yang berkaitan dengan erupsi Gunung Marapi.

Dwikorita menghimbau masyarakat tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem setidaknya hingga pekan depan dan terus memantau informasi peringatan dini cuaca ekstrem dan prakiraan cuaca yang dirilis BMKG. "Kami mendukung upaya mitigasi bencana di Sumbar melalui informasi peringatan dini cuaca ekstrem dan prakiraan cuaca," ujarnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat