visitaaponce.com

New Ritual, New Normal

New Ritual, New Normal
(MI/ROMMY PUJIANTO)

PANDEMI covid-19 belum selesai. Hingga 9 Juni, tercatat 33.076+1.043 orang terkonfirmasi kasus covid-19. Dari jumlah tersebut, 19.739 (59,678%) dirawat, 11.414 (34,508%) sembuh, dan 2.923 (5,814%) meninggal dunia.

Sejak pemerintah memberikan sinyal pemberlakukan kenormalan baru dan pelonggaran PSBB, jumlah mereka yang terkonfirmasi meningkat tajam melebihi 1.043 kasus.

Pemerintah Indonesia belum mencabut Kepres Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional.

Demikian halnya dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Maknanya, Indonesia masih harus tetap waspada dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Karena Permenkes 9/2020 masih belum dicabut atau diubah, sejatinya semua aturan yang ada di dalamnya masih berlaku, termasuk tempat ibadah yang harus ditutup untuk umum.

Akan tetapi, sejak Jumat (5/6), sebagian besar masjid sudah dibuka. Di beberapa masjid, jemaah meluber tidak tertampung karena physical distancing. Jemaah juga terlihat antre mencuci tangan.


New ritual

Suasana di tempat ibadah akan semakin ramai pada salat Jumat. Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Dewan Masjid Indonesia (DMI), umat Islam yang berada di daerah zona hijau dapat melaksanakan salat Jumat di masjid, musala, dan fasilitas publik lainnya dengan tetap mengikuti protokol kesehatan.

Meskipun demikian, fatwa ketiga organisasi tersebut sedikit berbeda. MUI tidak memperbolehkan salat Jumat lebih dari satu gelombang/shift. Sementara itu, Muhammadiyah dan DMI memperbolehkan salat Jumat lebih dari satu gelombang apabila jemaah tidak tertampung di masjid. Pimpinan Pusat Muhammadiyah bahkan memperbolehkan salat Jumat di rumah di daerah yang berbahaya (zona merah) dengan jemaah dari warga setempat. Perbedaan fatwa merupakan hal yang niscaya dan biasa. Yusuf Qardhawi (1990:11) menyebutkan bahwa jika ditinjau dari sebab dan akarnya, ada dua bentuk ikhtilaf, yaitu ikhtilaf yang disebabkan faktor akhlak dan faktor pemikiran.

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami dalil, situasi, kondisi, dan penerapan alasan (ilat) hukum suatu masalah. Akan tetapi, semua bersepakat bahwa tujuan beragama dan beribadah ialah untuk kemaslahatan umum (maslahat al-am), membersihkan jiwa, dan menjamin kehidupan.

Mencegah kerusakan, menghindari mara bahaya (madarat) harus lebih diutamakan di atas mendapatkan keutamaan.

Dalam konteks ini, keabsahan suatu ibadah lebih prioritas jika dibandingkan dengan mengejar keutamaan (fadilah).

Di tengah pandemi covid-19, ada beberapa ritual baru (new ritual) sebagai produk ijtihad dan pemahaman baru (new understanding) ajaran Islam. Meskipun tidak lepas dari kontroversi, new ritual tersebut dapat diterima dengan baik.

Di antara new ritual selama tiga bulan, khususnya selama Ramadan dan Idul Fitri, ialah tadarus online, salat Idul Fitri, dan salat Jumat di rumah.

Penelitian mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menemukan empat perbedaan ritual salat Idul Fitri di rumah. Pertama, berjemaah dengan satu kali khotbah. Kedua, berjemaah dengan dua kali khotbah. Ketiga, berjemaah tanpa khotbah. Keempat, sendiri (munfarid).

Temuan lain menunjukkan banyak masyarakat yang melaksanakan salat Idul Fitri di musala. Sebelum covid-19, salat Idul Fitri dilaksanakan di masjid atau lapangan.

Ritual baru yang akan sangat mungkin terjadi di Indonesia ialah salat Jumat lebih dari satu gelombang. Di banyak negara, ritual ini bukan sesuatu yang baru.

Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, dsb, salat Jumat dilaksanakan dua atau tiga gelombang karena kapasitas masjid dan menyesuaikan jam kerja.

MUI tidak memperbolehkan salat Jumat lebih dari satu gelombang, tetapi membolehkan pelaksanaan di musala. Fatwa ini juga melahirkan ritual baru.

Yang sekarang sudah berjalan, bahkan telah dianggap ‘normal’, ialah salat berjemaah dengan saf berjarak 1-1,5 meter.

Secara tekstual, ritual tersebut ‘bertentangan’ dengan hadis yang berisi perintah merapatkan saf demi kesempurnaan salat berjemaah.

Sementara itu, berdasarkan ilat hukum dan maqashid al-syariah, salat berjarak tidak bermasalah.


New normal: peradaban baru

Beberapa ritual baru selama pandemi covid-19 hingga menjadi new normal, sesuatu yang lazim (normal). Realitas ini menunjukkan aspek dinamis dalam pengamalan beragama. Ritual agama sebagai bagian dari hukum taklif memungkinkan berlakunya ketentuan hukum baru. Alquran menyebutkan bahwa mengonsumsi bangkai, khamar, dan daging babi pada dasarnya haram. *Akan tetapi, dalam keadaan darurat dan demi menyelamatkan kehidupan, tidak ada larang an mengonsumsi makanan tersebut.

New ritual dapat menjadi new normal melalui empat proses yang berkelanjutan, yaitu pemahaman, penerimaan, penyesuaian, dan pembiasaan. New ritual merupakan realitas baru (new reality) yang bisa menjadi normal apabila masyarakat menerima dengan terbuka dan sukarela.

New ritual merupakan kekayaan keagamaan dan khazanah keislaman yang melahirkan dan membentuk peradaban baru.

Pertama, keberagamaan kritis yang dibangun di atas fondasi iman serta pemahaman agama yang luas dan mendalam disertai dengan wawasan dan penerapan ilmu pengetahuan.

Iman melahirkan komitmen untuk teguh menjalankan ajaran agama, sikap optimistis, dan tanggung jawab sosial. Perspektif agama yang luas melahirkan keluwesan dalam beragama.

Ilmu pengetahuan memandu dan memastikan pengamalan beragama yang maslahat bagi seluruh masayarakat.

Kedua, sikap toleran dan terbuka terhadap perbedaan. Kunci kemajuan Islam pada masa pertengahan ialah sikap toleran dan keterbukaan. Ijtihad terbuka lebar dan kebebasan berpikir mendapatkan ruang yang luas.

Perbedaan pemikiran dijawab dengan karya, bukan dengan kekerasan fisik dan ancaman nyawa. Lahirnya madzhab fikih dan kalam ialah buah dari tradisi berijtihad dan saling menghormati. Imam Syafii berbeda pendapat dengan Imam Malik yang merupakan gurunya. Tidak ada kemarahan Imam Malik terhadap Imam Syafii. Terlepas banyaknya perbedaan pendapat, tidak sedikit pun berkurang rasa hormat dan tawadu Imam Syafii kepada gurunya.

Ketiga, membangun kebiasaan hidup yang ilmiah. Ilmu pengetahuan yang lahir dari olah pikir manusia melahirkan berbagai macam formula, teori yang memudahkan, dan memandu langkah kehidupan manusia. Bangsa yang maju ialah bangsa yang mencintai dan menggunakan ilmu dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam beribadah.

Pandemi covid-19 merupakan media yang mana Allah tingkatkan derajat umat manusia. Berkah atau hikmah covid-19 ialah lahirnya pemahaman baru dan ritual baru sebagai proses dan produk ijtihad.

Covid-19 melahirkan peradaban baru. Sesama manusia hidup dalam semangat saling menghormati, menolong, dan memecahkan masalah bersama.

Sebagai realitas baru, covid-19 menumbuhkan kesadaran baru betapa pentingnya ilmu sebagai pilar kemajuan dan peradaban umat dan bangsa.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat