visitaaponce.com

Skizofrenia Tidak Sama Dengan Gila

Skizofrenia Tidak Sama Dengan Gila
Ellyana Dwi Farisandy(Dok pribadi)

"EEEH... itu orang udah gak pakai baju, ketawa-ketawa sendiri lagi di jalan, orang gila tuh."
"Pakaiannya lusuh banget tuh apalagi rambutnya kayak enggak keramas 1 bulan, pasti dia orang gila."

Apakah kita pernah berkata seperti kalimat-kalimat tersebut? Atau bahkan, pernah mendengar orang lain berbicara atau berkomentar demikian? Seseorang yang memiliki gangguan psikologis berat seperti skizofrenia kerap kali diberikan stigma negatif oleh masyarakat, salah satunya dengan label 'orang gila'. Hal itu dikarenakan mereka berpakaian, berbicara, pun berperilaku yang menyimpang atau tidak sesuai dari norma yang ada di masyarakat. 

Label lain yang seringkali dikaitkan dengan skizofrenia adalah 'berbahaya', 'pemalas', 'lemah', dan sebagainya. Label yang melekat pada individu dengan skizofrenia tidak hanya berkonotasi negatif, namun juga diskriminatif dan tidak etis. Dampaknya, mereka menjadi sulit untuk mendapatkan dukungan dan akses pengobatan yang diperlukan. Jadi, mari mengenal lebih dekat mengenai skizofrenia sehingga stigma negatif pun dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.

Skizofrenia merupakan salah satu gangguan psikologis yang menyebabkan gangguan baik dari pemikiran, perasaan, maupun perilaku (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018, prevalensi gangguan skizofrenia di Indonesia sebanyak 6,7 per 1.000 rumah tangga. Hal ini berarti dalam 1.000 rumah tangga, terdapat 6,7 rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga dengan skizofrenia (Jayani, 2019). 

Terdapat beberapa gejala skizofrenia, mulai dari; a) halusinasi, yakni seseorang mendengar, melihat, mencium, dan/atau merasakan hal-hal yang sebenarnya tidak ada, b) delusi, yakni keyakinan yang menetap, salah, dan tidak masuk akal namun masih dipercaya walaupun semua bukti bertentangan, c) pemikiran (dan pembicaraan) yang tidak terorganisir, misalnya berpindah dari topik ke topik lain yang tidak ada hubungannya dengan topik sebelumnya atau berbicara beputar-putar, d) serta perilaku yang tidak terorganisir, misalnya mempertahankan postur yang kaku, tidak pantas, aneh, ataupun adanya aktivitas motorik tanpa tujuan yang berlebihan. 

Skizofrenia juga memiliki gejala negatif seperti penurunan kesenangan dan minat, ketidakmampuan untuk terhubung dengan orang lain, dan/atau tidak menunjukkan emosi sesuai dengan situasi (Levine & Levine, 2009; Marcsisin & Gannon, 2017; APA, 2022; Preda, 2022). 
    
Gangguan skizofrenia sama seperti gangguan fisik yang lain. Mereka juga sedang sakit dan terluka. Namun perbedaannya, rasa sakitnya tidak kasat mata. Jika kita mampu mengatakan kata-kata positif dan menguatkan pada individu yang sakit secara fisik (misalnya diabetes dan kanker), kita juga bisa mulai mengatakan itu pada individu dengan skizofrenia. 

Mereka juga butuh penerimaan, dukungan, dan motivasi dari kita sebagai bagian dari masyarakat. Individu dengan skizofrenia pun bisa pulih dan berfungsi secara penuh di masyarakat dengan adanya pengobatan yang berkesinambungan dan dukungan sosial yang tepat. Kita bisa membuat dunia menjadi lebih hangat— terlebih pada individu yang mengalami gangguan psikologis seperti skizofrenia. Mari buang label negatif dan mulai memandang mereka sebagai manusia yang seutuhnya. Mari belajar memanusiakan manusia.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat