Kemenkes Tim Khusus akan Tindak Lanjuti Skrining Kejiwaan Peserta PPDS
![Kemenkes: Tim Khusus akan Tindak Lanjuti Skrining Kejiwaan Peserta PPDS](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/04/4496ecc8947117e8e4b86385c72bafa0.jpg)
KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa skrining awal kesehatan jiwa pada peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) merupakan alat deteksi dini. Untuk mengetahui diagnosa sebenarnya, tindak lanjut akan dilakukan tim khusus.
“Jadi nanti akan ditindaklanjuti oleh tim khusus yang dipimpin RS Marzoeki Mahdi untuk mendalami dan menegakkan diagnosa lebih lanjut dan mendapatkan layanan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi kepada Media Indonesia, Kamis (18/4).
Secara paralel, kata Nadia, pihaknya juga akan memperbaiki faktor penyebab yang paling berkontribusi pada tingginya angka depresi pada peserta PPDS ini. “Untuk melakukan perbaikan apakah itu di sisi pendidikan atau di sisi pelayanan,” jelasnya.
Baca juga : Metode Skrining PPDS Kemenkes Dipertanyakan
Sebelumnya, hasil skrining kesehatan jiwa pada 12.121 mahasiswa PPDS di 28 rumah sakit vertikal akhir Maret lalu menunjukkan bahwa 22,4% peserta PPDS mengalami gejala depresi. Bahkan, 3,3% dokter PPDS yang menjalani skrining teridentifikasi ingin bunuh diri atau melukai diri sendiri.
Namun, Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar saat dihubungi Media Indonesia, kemarin, menyebut Kemenkes perlu meninjau ulang metode skrining kesehatan jiwa pada peserta PPDS tersebut.
Metode skrining Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) yang digunakan dinilai kurang relevan. Iqbal menyebut daftar pertanyaan yang diajukan dari metode tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“Alat yang digunakan untuk mengukur kadar stress itu PHQ-9, yang merupakan sebuah tool yang sangat sederhana, dibuat tahun 2001 di Amerika Serikat dan relevansinya di Indonesia ini masih dipertanyakan. Hanya dengan menggunakan 5-10 pertanyaan, bagaimana kita bisa mendeteksi orang ingin melakukan bunuh diri?” ujar dia.
Namun menurut Nadia, hasil survei tersebut tetap valid karena ini skrining, bukan sebuah diagnosis. “Valid ini, karena ini skrining bukan menegakkan diagnosis,” ujarnya. (Ifa)
Terkini Lainnya
Ibu Pelaku Pelecehan Anak di Bekasi Tes Kejiwaan Pekan Ini
Kebersamaan Coach Rheo dan Shandy Aulia Saling Menyemangati
4 Orang Timses Caleg Dirujuk ke Ahli usai Pemeriksaan Kejiwaan
5 Pasien Konsultasi Kejiwaan di RSUD Tamansari Merupakan Timses Caleg
Rata-rata 5 Orang per Hari Bunuh Diri di Indonesia
Ini Dampak Judi Online terhadap Kesehatan Mental
Komunikasi Bisa Cegah Lansia Alami Depresi
Diduga Depresi, Bule Asal Amerika Sayat Lehernya dengan Pisau
5 Fakta Terkait Pembunuhan Balita oleh Ayah Kandung di Serang
Ini Bahaya Terlalu Sering Mendengarkan Lagu Galau Bagi Kesehatan Mental
Hati-Hati, Narsisistik Bisa Berkomplikasi Depresi
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap