visitaaponce.com

Perundungan Dalam Dunia Kedokteran dan Kesehatan

Perundungan Dalam Dunia Kedokteran dan Kesehatan
Dr. dr. Abd. Halim, SpPD SH MH MM ! Sekretaris Umum PP PDHMI(Dok. Pribadi)

PERUNDUNGAN di dunia pendidikan kedokteran diibaratkan sebagai penyakit kronik. Peserta didik junior, residen, dan sejawat perempuan merupakan pihak yang rentan mengalami perundungan.

Hal itu terjadi karena penangungjawab pendidikan belum mampu memberikan perlindungan memadai kepada terundung dan cenderung menganggap perundungan sebagai suatu kebiasaan yang sulit terelakkan. Perundungan seakan menjadi 'kurikulum tersembunyi' dalam pendidikan kedokteran.

Secara umum, perundungan melibatkan pelaku (perundung) yang biasanya memiliki sifat psikososial buruk, pihak korban (terundung) yang dapat mengalami gejala depresi, serta pihak lain yang tidak terlibat dalam perilaku agresif (netral). Perundung terkadang tidak menyadari bahwa mereka telah melakukan tindakan yang tidak terpuji itu.

Perundungan di dunia kedokteran dapat melibatkan tenaga pendidik, residen, perawat, dan mahasiswa. Pada umumnya korban perundungan adalah mahasiswa kedokteran, termasuk peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS), teman sejawat perempuan serta lulusan asing atau internasional. Pelaku perundungan umumnya adalah dokter senior atau pemilik otoritas.

Perundungan terjadi di banyak negara. Survei terkait perundungan yang diikuti 594 anggota British Medical Association menunjukkan 220 orang pernah mengalami perundungan pada masa sebelumnya. Survei pada 833 dokter residen di Kanada menunjukkan lebih dari 75% residen pernah menerima perilaku tidak pantas selama proses pendidikan.

Sebanyak 77,1% residen pernah mengalami tindakan perundungan oleh pasien; 55,3% oleh paramedis; 51,9% oleh staf medis; 35,7% oleh residen lain dan 7,6% oleh pengelola program studi. Penelitian pada 2.300 mahasiswa di 16 sekolah kedokteran menunjukkan 85% mahasiswa pernah mengalami tindakan kekerasan atau pelecehan, sedangkan 40% mahasiswa mengalami kedua perlakuan buruk itu.

Perundungan terkait pelanggaran hak asasi manusia. Dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 pasal 33 ayat 1 menyatakan: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.” Sementara itu, dalam Universal Declaration of Human Rights pasal 26 ayat 2, dinyatakan bahwa “Education shall be directed to the full development of the human personality and to the strengthening of respect for human rights and fundamental freedoms, ....”. Berdasarkan deklarasi hak asasi manusia, pendidikan seharusnya membuat seorang individu berkembang dengan selalu mengutamakan rasa hormat.

Institusi pendidikan kedokteran memiliki peran strategis dalam upaya mencegah dan menghentikan perundungan di kalangan peserta didik. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui perbaikan kurikulum khususnya dalam hal sosial-emosional, dimulai dengan mengedukasi para staf pengajar dan seluruh sivitas akademika tentang paradigma kesetaraan dalam pendidikan dan etika kesejawatan.

Para staf pengajar dan senior hendaknya menjadi role model (teladan) dalam upaya menghentikan perilaku tidak pantas itu. Penyelesaian kasus perundungan secara komprehensif dengan menyertakan semua pihak terkait harus dilakukan dengan penuh kesungguhan. Upaya menyediakan sarana khusus untuk melaporkan kasus perundungan secara rahasia dan aman, perlindungan terhadap saksi yang melaporkan kasus perundungan, serta pemberian sanksi yang tegas dan objektif terhadap setiap pelaku perundungan juga harus dilaksanakan secara konsisten.

Berbagai upaya tersebut akan lebih berhasil dan terasa manfaatnya apabila dilaksanakan secara menyeluruh dan disepakati oleh semua institusi pendidikan kedokteran.

Walaupun bullying telah diatur secara masif di hukum nasional, tetapi di Indonesia tindakan bullying telah diatur di dalam beberapa kamar hukum. Lantas, apa ancaman pidana bagi pelaku bullying?

Hukuman bullying telah tertuang dalam KUHP. Pasal-pasal yang menjerat pelaku bullying yaitu Pasal 351 KUHP tentang Tindak Penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan, dan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Perundungan yang Dilakukan di Tempat Umum dan Mempermalukan Harkat Martabat Seseorang.

Selain itu, ada pasal yang mengatur tentang tindak bullying yang mengarah ke pelecehan seksual yaitu Pasal 289 KUHP tentang Pelecehan Seksual. Hukuman bullying juga diatur di dalam Pasal 76 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak yang menjelaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.

Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 Juta. Tak hanya gugatan secara pidana, seorang pelaku bullying juga dapat dikenai dengan pengaturan hukum perdata. Ini karena di dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, korban juga memiliki aspek perdata sebagai hak untuk menuntut ganti rugi secara metril atau immateril terhadap pelaku.

Gugatan secara perdata ini tercantum pada Pasal 71D Ayat (1) juncto Pasal 59 Ayat (2) Huruf I Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang secara umum memberikan kesempatan kepada korban untuk mengajukan gugatan perdata untuk menunut ganti rugi kepada pelaku kekerasan atas dasar telah melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan Pasal 1364 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Sebagai kesimpulan, perundungan di dunia kesehatan dan kedokteran selain melanggar etika profesi dan juga dapat dikatagorikan sebagai pembuatan melawan hukum yang bisa dijerat dengan KUHP dan KUHPerdata dan UU Perlindungan anak dan UU ITE.(H-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat