visitaaponce.com

Mencari Solusi Mengatasi Kecelakaan Feri di Indonesia

Mencari Solusi Mengatasi Kecelakaan Feri di Indonesia
Muhdar Tasrief, Doktor Bidang Perkapalan(MI/HO)

TAHUN 2023 menjadi momen munculnya kembali harapan baru setelah beberapa tahun dilanda pandemi covid-19. Tidak ada larangan dan pembatasan, sehingga dipastikan jutaan rakyat Indonesia mudik ke kampung halaman. Untuk itu, Pemerintah harus punya strategi jitu dalam mengantisipasi booming mudik tahun ini. Semua moda transportasi dipastikan mengalami kelonjakan penumpang, tidak terkecuali moda transportasi air.

Mengantisipasi hal tersebut, kementerian perhubungan, sebagai regulator, terjun langsung ke lapangan. Beberapa pelabuhan menjadi agenda kunjungan pejabatnya dalam rangka sidak kesiapan mudik. 

Di Pelabuhan Merak, misalnya, beberapa hari menjelang dan setelah Lebaran, Budi Karya Sumadi, selaku Menteri, dan beberapa jajaran pejabat di kementerian tersebut melakukan pengecekan langsung di lapangan. Beberapa Menteri lainnya turut hadir memantau kesiapan mudik lebaran tahun ini termasuk Erick Thohir selaku Menteri BUMN.

Biasanya, momen mudik Lebaran menyebabkan penumpukan penumpang dan kendaraan di berbagai pelabuhan penyeberangan. Kurangnya armada dan lamanya proses bongkar muat menjadi salah satu faktor penyebab. 

Meskipun demikian, pada mudik tahun ini, hal tersebut tidak berdampak signifikan sehingga penumpukan penumpang dan kendaraan dapat diminimalisir. Lantas bagaimana dengan keselamatan kapalnya? 

Keselamatan kapal di Indonesia umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor: stabilitas, sistem permesinan dan kelistrikan, dan struktur kapal serta manusia.

Kegagalan stabilitas dapat menyebabkan kapal terbalik bahkan tenggelam. Kegagalan ini lazimnya terjadi akibat kesalahan pemuatan. 

Pemuatan yang melebihi kapasitas dan penempatan muatan yang tidak karuan merupakan faktor utama penyebab kegagalan stabilitas. Pun pengikatan muatan (kendaraan) khususnya pada kondisi cuaca ekstrem kadang tidak dilakukan menjadi penyebab kegagalan tersebut. 

Pada dasarnya, stabilitas dipengaruhi oleh dua faktor: internal dan eksternal. Faktor internal adalah menyangkut pemuatan (berat dan penempatannya) yang mempengaruhi titik apung (center of buoyancy) dan titik beratnya (center of gravity). 

Adapun faktor eksternal adalah faktor alam, antara lain arus, gelombang dan angin. 

Meski secara eksplisit yang menjadi kriteria stabilitas utuh (intact stability) adalah tekanan angin. Biasanya ketika terjadi kegagalan stabilitas, faktor alam yang menjadi kambing hitam. Padahal faktor tersebut telah dipertimbangkan dalam perhitungan konstruksi dan stabilitas kapal. 

Dalam menghitung stabilitas kapal, kondisi yang dipertimbangkan adalah kondisi maksimum kedua faktor tersebut. Jika sebuah kapal telah mencapai pemuatan maksimum dan kriteria stabilitas maksimum, maka kondisi kapal tersebut bisa dibilang masih stabil. 

Namun, seandainya pemuatan telah melebihi kondisi maksimumnya dan kapal telah mencapai kriteria stabilitas maksimum maka bisa dipastikan kapal tersebut tidak aman stabilitasnya. 

Perlu dicatat kriteria stabilitas maksimum yang dimaksud adalah kondisi saat lingkungan telah mencapai kriteria stabilitas  yang dipersyaratkan dalam menghitung stabilitas kapal.

Beda cerita ketika kondisi pemuatan melebihi kondisi maksimum tetapi kriteria stabilitas maksimum belum tercapai dan daya apung masih memadai, kapal bisa saja aman stabilitasnya. 

Namun, seberapa besarkah kelebihan muatan tersebut? Hal ini yang semestinya menjadi pertimbangan khusus sebelum mengizinkan kapal berlayar dengan muatan melebihi kapasitas normalnya. Selain itu harus dipastikan bahwa kondisi cuaca sepanjang perjalanan tidak akan mencapai kondisi stabilitas maksimum. 

Meski tidak disarankan, hal ini dapat menjadi pertimbangan pada kondisi yang mendesak.

Untuk menghindari kegagalan stabilitas, verifikasi berat muatan (verified gross vehicle, VGV) dan pengaturan penempatan berdasarkan beratnya menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. 

Selain itu, pengikatan muatan juga perlu dilakukan untuk mencegah pergeserannya, khususnya pada kondisi cuaca yang dapat menyebabkan bergesernya muatan di kapal. 

Bilamana solusi tersebut telah dilaksanakan namun kapal tetap mengalami kegagalan stabilitas, maka direkomendasikan kapal dilengkapi dengan sistem pendukung daya apung (buoyancy support system).

Selain kegagalan stabilitas, kecelakaan kapal di Indonesia juga biasanya disebabkan oleh kegagalan sistem permesinan dan kelistrikan. Kegagalan ini dapat menyebabkan kebakaran. 

Meski demikian, kebakaran kapal boleh jadi disebabkan oleh muatan yang mudah terbakar. Bahkan hal ini bisa disebabkan oleh sumber panas dari muatan itu sendiri.

Selanjutnya, kegagalan struktur kapal yang dapat menyebabkan kapal bocor bahkan patah hingga tenggelam. Kapal patah tidak lazim bahkan mungkin tidak pernah terjadi pada kapal penyeberangan di Indonesia. 

Kegagalan struktur mayoritas dialami oleh pintu rampa kapal (ramp door). Kegagalan ini umumnya disebabkan oleh muatan kendaraan yang melebihi dimensi dan kapasitasnya (Over Dimension Over Load, ODOL). 

Sehingga struktur pintu rampa harus bekerja di luar beban maksimum yang diizinkan sesuai perhitungan badan klasifikasi. 

Untuk mengatasi hal tersebut, muatan harus diverifikasi dimensi dan beratnya (VGV). 

Yang tidak kalah pentingnya adalah kesalahan manusia (human error). Kesalahan manusia menjadi faktor kritis yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kapal di Indonesia. 

Hampir semua kegagalan di atas bisa jadi disebabkan oleh faktor kesalahan manusia. Sebagai contoh, kelebihan muatan, merokok pada daerah yang mudah terbakar, bahkan menghidupkan kendaraan pada saat kapal berlayar sering menjadi alasan utama penyebab kebakaran. Seperti dialami oleh KMP Royce-I yang baru-baru ini terbakar dalam perjalanan dari Merak ke Bakaheuni. Api diduga muncul dari kebakaran bus di geladak kendaraan.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pengawasan operasional kapal masih kurang memadai. Kurangnya kesadaran penumpang semakin memperburuk keadaan. 

Meski di setiap sudut geladak kendaran pada kapal penyeberangan tertulis peringatan “mesin kendaraan harus dimatikan dan penumpang tidak boleh berada di geladak kendaraan”. Namun, pada kenyataannya, masih ada penumpang yang memilih menunggu dalam kendaraan dengan mesin kendaraan tetap menyala selama kapal berlayar. 

Untuk memitigasi kesalahan manusia sebagai andil penyebab kecelakaan kapal, penerapan manajemen keselamatan di kapal harus diwajibkan.

Untuk menerapkan semua solusi tersebut, diperlukan kesadaran dan kerjasama yang baik diantara stakeholder terkait dan campur tangan Pemerintah dalam penegakan hukum di dunia pelayaran Indonesia. 

Seandainya semua solusi dan strategi telah dilaksanakan namun kecelakaan kapal penyeberangan masih juga terjadi, maka percayalah bahwa manusia tidak dapat menjamin keselamatan kapal termasuk badan klasifikasi. 

Karena sejatinya badan klasifikasi hanya menjamin pemenuhan terhadap peraturan teknik (rules) yang diterbitkan terhadap kapal yang diklaskannya. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat