visitaaponce.com

Polisi yang Melayani Beragam Warga

Polisi yang Melayani Beragam Warga
Ahsan Jamet Hamidi(Dok pribadi)

SELASA pukul 20.19 di Agustus 2020, Derek Chauvin, polisi berkulit putih dari Minneapolis, Amerika tengah menarik seorang pria kulit hitam dari mobil hingga terjatuh ke tanah. Ia lantas menindih leher pria itu dengan lututnya selama 9 menit. Korban merintih, "Tolong, aku tidak bisa bernapas". Namun Chauvin tetap menindihnya hingga nafasnya terhenti. Pria 46 tahun itu bernama George Floyd. Seorang petugas keamanan yang malam itu dituduh membeli barang dengan uang palsu.
 
Chauvin, adalah polisi bermasalah. Ia sudah 10 kali menjadi subyek pengaduan. 12 anggota juri di pengadilan menyatakan ia bersalah dan divonis 22,5 tahun. Ada dua hal yang memberatkan hukumannya. Pertama, Chauvin telah menyalahgunakan otoritasnya sebagai polisi. Kedua, telah memperlakukan Floyd dengan kejam, tanpa rasa hormat, dan tak bermartabat.

Peristiwa itu memicu amarah warga Amerika. Mereka memprotes kebrutalan polisi terhadap warga kulit hitam. Demonstrasi terjadi di 350 kota dari 23 negara bagian Amerika. Pemerintah harus mengerahkan pasukan Garda Nasional guna meredam aksi. Kematian Floyd juga memicu gerakan Black Lives Matter/nyawa orang kulit hitam penting. 

Slogan Presisi

Cerita di atas adalah tentang perilaku polisi Amerika yang menuai masalah 'rasisme sistemik'. Kepolisian Republik Indonesia tentu mengadapi problem berbeda. Pada ulang tahun ke 77 di 1 Juli 2023, Polri mengusung tema Polri Presisi untuk Negeri, Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas.
 
Di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Polri punya slogan Presisi. Dulu lebih simpel melayani dan melindungi (to serve and to protect). Presisi merupakan akronim dari prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan. Slogan itu untuk mendorong anggota Polri agar bertindak secara cepat, tepat, responsif, humanis, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan. 

Polri menampilkan kepemimpinan yang melayani, sarat keteladanan, mengedepankan pencegahan, keadilan restoratif serta problem solving. Muaranya untuk menjamin keamanan dalam negeri, menjaga soliditas internal, meningkatkan sinergisitas dengan aparat penegak hukum lain, kementerian/lembaga dalam mendukung program pemerintah. 

Performa Polri

Survei Litbang Kompas pada Oktober 2022 dan Januari 2023 menemukan bahwa citra Polri sempat turun akibat keterlibatan anggotanya dalam tragedi Kanjuruhan, kasus Ferdy Sambo, dan penyalahgunaan barang bukti narkoba di Polda Sumatera Barat. Rangkaian peristiwa itu telah menurunkan citranya. Citra baik kembali berhasil diraih dengan penanganan tegas terhadap kasus-kasus tersebut, yang naik ke angka 62% pada Mei 2023.

Perbaikan kinerja kepolisian, tidak semata-mata ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengungkap kasus besar. Tidak semua warga bisa ikut merasakan dampak baik dari keberhasilan itu. Misalnya, dari kasus illegal logging, illegal fishing, dan illegal mining. Penuntasan kasus besar itu memang akan semarak di media.

Berbeda dengan aksi Polisi yang langsung turun berbaur dengan masalah warga. Aksi polisi dalam penanganan vaksin covid-19, penanganan kemacetan lalu lintas saat mudik Lebaran, hingga aksi kemanusiaan saat bencana. Semua aksi bernilai kemanusiaan itu memberikan kesan positif warga. Polisi hadir sebagai pembawa solusi. 

Pada HUT Bhayangkara ke 77 ini, Polri melakukan bakti sosial yang sarat makna kerukunan dan persatuan Indonesia. Memperbaiki 2.170 tempat ibadah dengan rincian 1.195 masjid, 706 gereja, 118 pura, 77 vihara, dan 74 klenteng dan melakukan bedah rumah sebanyak 269 unit, serta pembangunan fasilitas air bersih di 70 lokasi.

Aksi itu memang terkesan kurang 'heroik' bila dibandingkan dengan citra polisi sebagai 'penegak hukum'. Imajinasi warga tentang polisi identik dengan tampilan fisik. Postur gagah, seragam necis, senjata di pinggang. Kehadirannya ditakuti para penjahat. Ia dinilai hebat ketika mampu meringkus perusuh yang meresahkan warga. 

Tantangan Polri 

Jika kepolisian di Amerika masih dihinggapi masalah pandemi rasisme, hingga memicu seruan defund the police/cabut anggaran polisi, Polri menghadapi tantangan lebih rumit. Bobot masalah sosial yang dihadapi polisi sehari-hari cukup kompleks. Pemicu masalah bisa sepele, tetapi akibat ikutannya rumit. Apalagi ketika masalah itu berkelindan dengan kepentingan primordialisme suku, agama, ras, afiliasi tokoh politik, tokoh agama. Polisi Indonesia harus melayani warga yang beragam.

UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian menegaskan bahwa tugas pokok polisi ada tiga; a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, b) menegakkan hukum, dan c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Kewenangan polisi cukup luas dan bersentuhan dengan hampir semua sisi kehidupam warga. Polisi berwenang membantu penyelesaian perselisihan warga. Ia juga bisa melaksanakan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. Jika diperlukan, polisi bisa menyuruh berhenti orang yang dicurigai, memeriksa tanda pengenal diri, dan penyitaan surat. 

Kewenangan luas yang bisa merasuk wilayah privat warga itu harus terkendali. Untuk itu, wewenangnya dibatasi. Misalnya, tindakan polisi di atas bisa dilakukan bersyarat, salah satunya dengan menghormati hak asasi manusia. Prasyarat itu mengharuskan polisi untuk bertindak dalam batas aturan dan tidak boleh melampauinya. Tindakan kepolisian harus di dalam area pengendalian serta pengawasan institusi.
 
Secara internal, Polri telah membangun mekanisme pengawasan. Divisi Profesi dan Pengamanan untuk menegakkan kedisiplinan dan ketertiban anggota. Sedangkan Itwasum untuk pengawasan kualitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kelembagaan. Bagaimana dengan pengawasan eksternal? Ada Komisi Kepolisian Nasional. 

Lembaga ini memang tidak berfungsi sebagai external oversight Polri. Ia adalah organ pemerintah yang membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, juga memberikan masukan terkait anggaran, pengembangan sumber daya manusia, sarana dan prasarana Polri. 

Polri dan HAM
 
Peran polisi strategis sebagai representasi negara dalam memenuhi kebutuhan keamanan dan ketertiban dalam kehidupan warga. Rasa aman, nyaman, dan bisa hidup dalam lingkungan yang tertib, adalah hak asasi warga yang tidak bisa digantikan. Persentuhan warga dengan polisi dalam kesehariannya adalah keniscayaan. Karena tugas polisi mengharuskan selalu berada di tengah kehidupan warga. 

Polisi ada di garda terdepan dalam memenuhi hak asasi warga oleh negara. Polisi tidak hanya berurusan dengan para pelanggar hukum. Polisi akan selalu bersentuhan langsung dengan problema hidup warga. Oleh karena itu, perbaikan kinerja kepolisian menjadi harapan seluruh warga. 

Polri harus terus bekerja lebih baik, agar warga bisa tidur lebih nyenyak, hidup lebih damai, lebih aman dalam lingkup ketertiban dan keteraturan bersama. Selamat ulang tahun ke 77. 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat