Pakar Perjanjian Ekstradisi tak Terkait Pengembalian Aset dari Singapura
![Pakar: Perjanjian Ekstradisi tak Terkait Pengembalian Aset dari Singapura](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/02/a26ec44d7a23181b81765f1df593d43f.jpeg)
ANGGOTA Dewan Pakar Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia Yunus Husein menegaskan perjanjian ekstradisi yang ditandatangani antara Indonesia dan Singapura tidak berimplikasi dengan pengembalian aset para buronan.
Menurutnya, perjanjian itu hanya untuk mengembalikan seseorang yang disangka atau dipidana melakukan kejahatan dari negara yang meminta.
"Peruntukan ekstradisi bukan untuk mengejar aset," kata Yunus saat dihubungi Media Indonesia, Rabu (2/2).
Hal tersebut juga sudah gamblang dijelaskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Oleh karena itu, Yunus menyebut pengembalian buronan dari Singapura ke Indonesia tidak otomatis beserta aset-aset yang disembunyikan di sana.
Apalagi jika otoritas Singapura tidak mau menyita aset buronan tersebut dan meyerahkannya ke Indonesia. Di samping itu, Yunus juga mempertimbangkan kemungkinan para buronan mengganti kewarganegaraannya menjadi Warga Negara Singapura.
"Mereka (Singapura) tidak akan menyerahkan warganya sendiri, itu ada pengecualian," jelasnya.
Baca juga: KBRI untuk Singapura Serahkan Proses Ratifikasi Ekstradisi ke Parlemen
Sebelumnya, Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi (Uheksi) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung Andi Herman mengatakan perjanjian ekstradisi akan mempermudah perampasan aset terpidana korupsi yang berada di Singapura.
"Dengan adanya perjanjian ekstradisi akan memberikan kemudahan lah, baik dari terpidana maupun dalam hal penyelesaian aset ya," ujar Andi saat ditemui di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (26/1) malam.
Akan tetapi, Yunus menjelaskan, pengembalian aset milik buronan yang berada di Singapura dilakukan jaksa eksekutor melalui bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau mutual legal assistance (MLA) in criminal matters, bukan ekstradisi.
Mantan Kepala PPATK itu mengatakan proses MLA cenderung lama karena terlalu birokratis. Sebab, kekuasaan otoritas pusat berada di tangan Kementerian Hukum dan HAM.
"Karena Kemenkum HAM itu enggak punya kekuatan polisional, kekuatan upaya paksa. Tidak seperti polisi, jaksa," tukas Yunus.(OL-5)
Terkini Lainnya
Empat Siswa asal Banyumas Tembus Perguruan Tinggi Top Luar Negeri
Imigrasi Batam Gunakan Sistem Autogate untuk Tujuan Singapura
Presiden Joko Widodo Kesal Banyak WNI Doyan Nonton Konser Di Singapura
Indeks Pariwisata Indonesia Meningkat, Jokowi: Tapi Kalah dengan Malaysia
Indonesia Hajar Singapura 3-0 dalam Laga Perdana Piala AFF U-16
Kota ini Menduduki Peringkat Termahal Bagi Ekspatriat pada 2024, Nomor 2 dari Asia Tenggara
7 Aset Milik Istri Tak Dilaporkan Firli Bahuri
Ada Harta Firli tak Masuk LHKPN
Dugaan TPPU Panji Gumilang Diharapkan Selamatkan Aset Al-Zaytun
Jaksa Ulik Pembelian Rumah Senilai Rp3,5 Miliar dalam Sidang Rafael Alun
Sinergi dengan Kejaksaan dan BPN, Pertamina Berhasil Pulihkan Aset Tanah di Jawa Timur
Aldiracita Sekuritas Gandeng Value Partners Group Incar Investor Global
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap