visitaaponce.com

Pemerintah Diminta Perjelas Aturan Ganja untuk Medis

Pemerintah Diminta Perjelas Aturan Ganja untuk Medis
Aktivis dari Lingkar Ganja Nusantara (LGN) melakukan aksi damai tentang pemanfaatan ganja di Bundaran HI, Jakarta(ANTARA/Yudhi Mahatma)

BELUM lama ini, pasangan suami istri Santi Warastuti dan Sunarta disorot lantaran menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Santi dan Sunarta berharap ganja, yang masuk dalam daftar narkotika golongan 1, dapat digunakan untuk kepentingan medis. Mereka membutuhkan ganja medis untuk sang anak, yang didera penyakit Cerebral Palsy.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi, hal pertama yang harus jelas apakah benar aturan pemberian ganja bisa untuk penyakit Cerebral Palsy.

Baca juga: Guru Besar UGM: Ganja Bisa Jadi Alternatif Obat, Tapi Bukan yang Utama

"Ada kejadian di mana seorang ibu meminta anaknya diberi ganja untuk pengobatan. Tentu harus jelas, apakah itu penilaian sang ibu atau memang berdasarkan hasil medis. Pihak dokter tidak berani memberikan karena bertentangan dengan aturan di Indonesia. Ini dulu yang harus jelas, sehingga ada dasarnya," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Sabtu (2/6).

Teddy menyebut, apabila berdasarkan hasil medis dan tidak ada obat lain selain ganja untuk pengobatan penyakit Cerebral Palsy, maka tidak masalah.

"Jika memang berdasarkan hasil medis dan tidak ada obat lain selain ganja, tentu saja hal itu menjadi tidak masalah, karena tujuan maupun takarannya diperuntukkan untuk medis," ucap dia.

Teddy menegaskan, sesuatu yang dianggap berbahaya menjadi tidak berbahaya ketika tepat dalam penggunaannya dan berdasarkan ilmu pengetahuan.

"Morfin itu dilarang, karena bagian dari Narkotika golongan tinggi, ganja itu tidak seberapanya morfin. Tapi morfin boleh digunakan ke pasien untuk proses pengobatan. Tentu dasarnya ada, baik dasar aturan maupun dasar secara medis. Begitupun ganja, harus memiliki dasarnya juga," papar dia.

Teddy mengatakan, penggunaan narkotika untuk kebutuhan medis bukanlah hal baru.

"Sehingga untuk ganja yang tingkat bahayanya lebih rendah dari Morfin apalagi berasal dari tumbuhan alami, tentu akan lebih mudah diizinkan untuk medis," jelas Teddy.

Sebelumnya, Hari Antinarkotika Internasional, yang jatuh pada Minggu 26 Juni 2022 dimaknai pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta sebagai sebuah harapan.

Mereka menanti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkenaan dengan uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka berharap ganja yang masuk dalam daftar narkotika golongan 1 itu dapat digunakan untuk kepentingan medis.

Santi bersama dua rekannya, yakni Dwi Pertiwi, dan Novi menggugat Pasal 6 ayat 1 huruf H, Pasal 8 ayat 1 ke Mahkamah Konstitusi pada November 2020 silam.

Namun, selama hampir dua tahun lamanya tidak ada kabarnya kelanjutan lagi. Padahal, ia bersama dengan pemohon lain untuk menjalani hampir delapan kali sidang.

Keputusan MK sangatlah penting untuk keberlangsung hidup anak semata wayang yang bernama Pika Sasikirana. Apalagi, jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan melegalkan tanaman ganja untuk kepentingan medis.

Keinginan Santi untuk mendesak putusan ini semakin besar ketika Musa, anak dari salah satu pemohon yang bernama Dwi meninggal dunia di tengah proses persidangan pada 26 Desember 2020, setelah 16 tahun berjuang melawan penyakit Cerebral Palsy. Santi tidak ingin anak bernasib sama seperti Musa. (RO/OL-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat