Tim Penyelesaian Nonyudisial HAM Berat Bekerja Pekan Depan
TIM Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang Berat Masa Lalu mulai bekerja pekan depan dengan agenda rapat paripurna. Ketua Tim Pelaksana Makarim Wibisono mengatakan, rapat akan digelar selama dua hari, yakni 24-25 September 2022.
Menurut Makarim, rapat paripurna dilaksanakan di Surabaya, Jawa Timur, mengikuti agenda tugas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD selaku Ketua Tim Pengarah.
"Rapat paripurna akan membahas terms of reference untuk dasar bagi bekerjanya tim," terang Makarim kepada Media Indonesia melalui keterangan tertulis, Sabtu (17/9).
Diketahui, pembentukan Tim Penyelesaian Nonyudisial itu dialaskan pada sebuah keputusan presiden (keppres). Dalam Pidato Kenegaraan di MPR, Selasa (16/8) lalu, Presiden Joko Widodo mengaku telah menandatangai keppres tersebut. Kendati demikian, sampai saat ini publik belum bisa mengakses keppres yang dimaksud.
Meski dokumen resmi keppres itu belum dibuka ke publik, penunjukkan Makarim sebagai Ketua Tim Pelaksana sudah disampaikan oleh Mahfud maupun Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurut Makarim, keppres akan dibagikan dalam rapat paripurna pekan depan.
Salah satu anggota Tim Pelaksana yang memutuskan mengundurkan diri, Usman Hamid, menyebut bahwa mandat kerja yang diberikan pada tim sangat limitatif. Selain itu, ia mengingatkan bahwa yang dibutuhkan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat bukan sekadar rehabilitasi.
Usman menyebut penyelesaian nonyudisial kasus HAM berat harus dilakukan secara komprehensif. Ini meliputi hak atas reparasi yang meliputi kompensasi material maupun moral, hak atas kepuasan, dan hak atas kebenaran ihwal sebuah penyelidikan yang bisa menjelaskan penyebab terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut.
Baca juga: Penyelidikan Kasus HAM Berat Munir Dimulai Pekan Depan
"Rehabilitasi adalah bagian kecil dari upaya pemerintah untuk memenuhi sebagian dari hak-haknya para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat masa lalu," terang Usman.
"Kalau menggunakan istilah penyelesaian, itu ada kesan bahwa itulah (rehabilitasi) penyelesiannya," sambungnya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu mengatakan, seharusnya pemerintah mengeluarkan aturan dengan mandat yang lebih spesifik agar tepat sasaran. Contohnya, kata Usman, adalah Keppres tentang Rehabilitasi Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat. Sebab, ia tidak memungkiri urgensi pemberian rehabilitasi tersebut.
"Terutama korban (Peristiwa) 65, karena 65 itu telah mendapatkan rekomendasi dari Mahkamah Agung agar mereka direhabilitasi nama baiknya, khususnya tahanan politik golongan C yang dibebaskan di era Gus Dur," tandas Usman.
Terpisah, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga menyebut pihaknya kerap mendapat desakan dari para korban Peristiwa 1965 untuk melobi Presiden mengeluarkan keppres. Menurut Taufan, korban yang sudah berusia senja tidak membayangkan lagi proses di pengadilan.
"Mereka bilang, 'Kami sudah 85, 88 tahun. Kami sudah tidak membayangkan pengadilan, kami butuh bantuan negara untuk rehabilitasi, bantuan ekonomi, tolonglah itu disegerakan'," terang Taufan.
Ia berharap agar Tim Penyelesaian Nonyudisial tidak hanya sekadar menyantuni para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat. Meski menilai tidak ideal, Taufan mengatakan keppres yang diteken Presiden tersebut adalah langkah realistis.
"Dan ini sebetulnya bridging untuk Undan-Undang KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi). Cuma kalo nunggu UU KKR, siapa yang bisa jamin di Senanyan (DPR) bisa kelar besok?" pungkasnya. (OL-4)
Terkini Lainnya
Ditjen HAM Kawal Proses Hukum Kasus 18 Remaja yang Dianiaya Polisi di Sumbar
Laporan Dewan HAM PBB Berpotensi Digunakan ICC dan ICJ dalam Kasus Israel dan Gaza
Penyelidikan PBB Menuduh Israel dan Hamas Lakukan Kejahatan Perang dan Kemanusiaan
Prodi HI UKI Bersama DPR RI Diskusikan Aturan Intelijen di Indonesia
Asisten Sekjen PDIP Diperiksa KPK, Digeledah hingga Dihujani Pertanyaan
Wapres Ingatkan Penegakan Hukum di Papua tidak Ciderai HAM
PBB: Imran Khan Dipenjara Secara Sewenang-wenang, Didesak untuk Segera Dibebaskan
Formappi Apresiasi MKD Berani Sanksi Bamsoet
Israel Menyerang Gaza di Tengah Pelanggaran Hukum
Laporan PBB Ungkap Pelanggaran Berat terhadap Anak Meningkat pada 2023
Antisipasi Kesalahan Fatal dalam Penerapan Generative AI
PBB Ungkap Israel dan Kawasan Palestina Paling Banyak Pelanggaran Terhadap Anak-anak
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap