MK Putuskan Penundaan Aturan Batas Usia Pensiun Jaksa
![MK Putuskan Penundaan Aturan Batas Usia Pensiun Jaksa](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/10/0d2aceda64fbbdc84a2984a9b39835b5.jpg)
MAHKAMAH Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan sela atas pengujian Pasal 40A Undang-Undang No.11/2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.16/2004 tentang Kejaksaan RI. Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan aturan mengenai batas usia pensiun pada jaksa ditunda.
"Menyatakan menunda berlakunya Pasal 40A Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Tahun 2020 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6755) berlaku sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman, Selasa (11/10).
Pasal 40A UU No.11/2021 mengatur ketentuan batas usia pensiun jaksa dari semula 62 tahun menjadi 60 tahun. Para pemohon berprofesi sebagai jaksa. Mereka adalah Irnensif (Pemohon I), Zulhadi Savitri Noor (Pemohon II), Wilmar Ambarita (Pemohon III), Renny Ariyanny (Pemohon IV), Indrayati Siagian (Pemohon V) dan Fahriani Suyuthi (pemohon VI).
Baca juga: Menkopolhukam: Pemerintah Buat Mekanisme Sendiri untuk Pemberhentian Hakim MK
Dalam dalil permohonannya, I, II dan III tidak bisa mempersiapkan masa pensiun sebab diberhentikan dengan hormat karena telah mencapai usia 60 tahun pada Maret dan April 2022. Sedangkan terhadap pemohon IV, V, dan VI terancam mengalami hal serupa.
Sebab, pemohon IV akan genap berusia 60 tahun pada 24 November 2022. Pemohon V akan genap berusia 60 tahun pada 24 Oktober 2022 dan pemohon VI akan genap 60 tahun pada 16 April 2024. Hakim Konstitusi Suhartoyo menjelaskan dengan fakta hukum demikian, menurut MK, potensial akan menimbulkan pelanggaran atas jaminan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Baca juga: Soal Lukas Enembe, Ketua KPK: Gubernur yang Baik Seharusnya Penuhi Panggilan KPK
Serta, jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Lalu, hak konstitusional para Pemohon tersebut terancam tidak dapat dipulihkan kembali. Pemberhentian dengan hormat akan memiliki banyak konsekuensi bagi seorang pegawai negeri sipil, yang mana konsekuensi tersebut secara logis akan menimbulkan kerugian.
Adapun seandainya permohonan para pemohon dikabulkan dan norma a quo dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, akan sulit memulihkan hak para pemohon yang telah hilang. Oleh karena itu, putusan sela diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum pada para pemohon.
Serta, mencegah terjadinya pelanggaran hak asasi manusia saat suatu norma hukum diterapkan sementara pemeriksaan atas pokok permohonan masih berjalan. "Dalam perkara a quo putusan sela diperlukan untuk mencegah kemungkinan kerugian konstitusional para Pemohon," jelas Suhartoyo.(OL-11)
Terkini Lainnya
Baleg Bantah Ada Perpanjangan Masa Pensiun Kapolri di RUU Kepolisian
Bank Mandiri Taspen Naik Kelas ke KBMI 2
Masyarakat Indonesia Masih Rendah dalam Persiapan Hadapi Hari Tua
Gandeng TIKI, Bank Mandiri Taspen Beri Peluang Usaha Jasa Kurir Bagi Nasabah
DPR Soroti Kondisi Peralatan dan Usia Pensiun Personel Basarnas Kalsel
Pelatihan Mantapreneur Naik Kelas Wujud Dukungan Mandiri Taspen Kepada UMKM
Lingkungan Perempuan Pancasila
Perang Melawan Judi Online
Ujaran Kebencian Menggerus Erosi Budaya
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap