visitaaponce.com

Saksi Ungkap Kejanggalan Adegan Saling Tembak dalam Kasus Brigadir J

Saksi Ungkap Kejanggalan Adegan Saling Tembak dalam Kasus Brigadir J
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo, dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/11).(MI/H SUSANTO)

SAKSI mengungkapkan bahwa tidak ada adegan tembak menembak dalam kasus Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Kesaksian itu diungkapkan oleh anggota Unit Identifikasi Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Bripka Danu Fajar dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir J oleh Ferdy Sambo dkk di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (21/11).

"Keterangan saudara sesuai dengan keterangan Kasat Reskrim bahwa dia tidak mengetahui, kemudian kapan saudara tahu bahwa itu tidak terjadi, kan di awal disampaikan terjadi tembak menembak, kapan saudara tahu bahwa itu bukan tembak menembak. Tapi tembakan satu pihak saja?" tanya Hakim saat persidangan di PN Jaksel, Senin.

"Dari pas cek TKP (tempat kejadian peristiwa) tanggal 12 (Juli) malam itu yang mulia, sama tanggal berikutnya" jawab Danu menanggapi pertanyaan Hakim.

Danu mengungkapkan bahwa dirinya sempat mendengar pimpinannya atau dari pihak Inafis bahwa peristiwa ini tidak mungkin hanya tembak menembak.

"Tanggal 12 malam saudara bisa menyimpulkan itu hanya tembakan satu pihak saja?" tanya Hakim. "Mohon izin yang mulia hanya saya dari mendengar dari pimpinan atau dari Inafis yang mulia," jawab Danu.

"Apa yang saudara dengar?" tegas Hakim.

"Saya mendengar ‘Ah ini gak mungkin nih ini hanya tembak menembak’ begitu yang mulia," jawab Danu.

Hakim sendiri sempat menilai Danu ketakutan dalam menjawab pertanyaan tersebut. Hakim lantas meminta Danu untuk memberikan keterangan yang seterang-terangnya dalam persidangan.

"Ceritakan saja gak usah takut-takut, semuanya sudah di dalam sel (terdakwa)," ujar Hakim. "Ya yang mulia," kata Danu singkat menanggapi Hakim.

"Enggak, kayak saudara ragu mau bercerita," ujar Hakim kembali.

Danu lantas memberikan kesaksian kembali setelah dicecar oleh Hakim. Ia sempat mengungkapkan bahwa pernyataan 'bukan tembak menembak' tersebut hanya ia dengar secara sepintas.

"Hanya saya mendengar sepintas seperti itu, Inafis bilang ini gak mungkin tembak menembak," kata Danu.


Baca juga: Ricky Rizal Akui Perpindahan Uang Rp200 Juta Yosua ke Rekeningnya


Hakim kembali mempertanyakan kesimpulan tersebut. "Tanggal 12 itu sudah disimpulkan seperti itu?" tanya Hakim.

"Saya hanya perbincangan saya saja," jawab Danu.

"Perbincangan saudara dengan siapa? Ngomong saja!" tegas Hakim.

"Hanya dari Inafis yang mulia. Dari Inafis," jawab Danu singkat.

Hakim turut mempertanyakan siapa anggota Inafis yang mengatakan kesimpulan tersebut kepada Danu, namun Danu sendiri tidak mengingat siapa nama Inafis tersebut.

"Inafis itu siapa namanya?" tanya Hakim.

"Saya kurang ingat yang mulia," jawab Danu.

"Dari mana mereka bisa menyimpulkan bahwa ini bukan tembak menembak tapi tembakan satu pihak saja?" tanya Hakim kembali.

"Kalau untuk itu saya kurang tahu yang mulia," jawab Danu.

Sebelumnya jaksa mendakwa bahwa Richard Eliezer telah menembak Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas perintah atasannya saat itu mantan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo.

Perintah tersebut bermula dari Ferdy Sambo yang mendapat kabar dari istrinya Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir J saat berada di Magelang.

Mendengar kabar sepihak itu, kemudian Ferdy Sambo marah dan berdasarkan surat dakwaan jaksa kemudian merencanakan pembunuhan terhadap Yosua.

Rencana pembunuhan tersebut turut melibatkan dua ajudannya Ricky Rizal dan Richard Eliezer, serta sopir Kuat Ma'ruf. Eksekusi terhadap Yosua sendiri dilaksanakan di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.

Dalam kasus tersebut, JPU mendakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard, Ricky, dan Kuat telah melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Atas dakwaan jaksa tersebut, maka kelimanya tetancam lidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. (OL-16)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat