visitaaponce.com

Aktivis 98 dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM Tolak Kehadiran Tim PPHAM

Aktivis '98 dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM Tolak Kehadiran Tim PPHAM
Focus group discussion (FGD) dengan tema "Menyikapi Kinerja Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Keppres 17 tahun(dok.Ist)

MEMPERINGATI Hari HAM yang jatuh pada tanggal 10 Desember 2022, Dewan Pimpinan Nasional Barikade '98 menggelar kegiatan focus group discussion (FGD) dengan tema "Menyikapi Kinerja Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Keppres 17 tahun 2022) Kamis (15/12).

Diskusi yang digelar secara daring ini, menghadirkan narasumber Maulana Muhammad dari Barikade '98 DPW Papua, dan Bona Sigalingging yang merupakan aktivis '98, pemerhati HAM.

Agam, sapaan Maulana Muhammad, menyoroti banyaknya pelanggaran HAM  di Papua. Aksi tersebut terjadi berulang kali, tanpa ada penanganan yang serius.

"Contoh kasus Paniai dimana cuma ada satu orang yang diajukan ke pengadilan HAM, padahal pelakunya diduga ada banyak," kata Agam, Jumat (16/12), saat keterangan pers.

Sementara, Bona Sigalingging menilai, Keppres 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) yang Berat Masa Lalu, memiliki banyak kontradiksi dan malah bertentangan dengan upaya penegakan HAM.

Beberapa di antaranya pada bagian menimbang poin B, yang menyatakan bahwa hingga saat ini pelanggaran HAM  berat masa lalu belum terselesaikan secara tuntas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Tapi ironisnya tim Keppres ini sama saja tidak menimbulkan kepastian hukum sebab Keppres ini sama sekali tidak menyinggung penyelesaian hukum dan malah rentan akan semakin menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penanganan kejahatan berat HAM di masa lalu," ungkap Bona.

Lalu, masih di bagian menimbang, poin C, yang disebutkan bahwa untuk menyelesaikan pelanggaran berat HAM diperlukan upaya alternatif. Menurut dia, dalam perkembangan hukum internasional terkait serious crimes under international law, termasuk kejahatan atas kemanusiaan, pendekatan non yudisial dapat saja menjadi upaya komplementer yang positif, namun tidak boleh menjadi sebuah alternatif. Dimana jika yang satu sudah dilakukan, maka yang lain tidak perlu dilakukan lagi.

"Artinya bila rekonsiliasi sudah dilakukan, maka pengadilan HAM adhoc tidak perlu dilakukan lagi atas kasus-kasus kejahatan berat HAM di masa lalu. Dunia hukum internasional jelas menolak hal ini. Jelas dikatakan bahwa membuat pelanggar HAM  bebas, tidak dapat dibenarkan bahkan dalam situasi-situasi pasca konflik sekalipun," tandasnya.

Bona memandang, Keppres tersebut tak memberikan tindakan yang konkret yang  memperlihatkan perkembangan yang baik bagaimana Indonesia menangani kejahatan HAM masa lalunya. Keppres ini, kata dia justru patut diduga adalah apa yang diistilahkan oleh Stanley Cohen sebagai state-organized denial, atau pengingkaran terorganisir dari negara atas kejahatan HAM yang dilakukan negara pada masa lalu.

"Sayangnya, negara yang melakukan pengingkaran ini adalah Negara Republik Indonesia," tegasnya.

Sumarsih, orangtua dari korban tewas peristiwa Semanggi I, Wawan, mengomentari pembentukan Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu, yang dinilai tak memiliki informasi lengkap.

"Dan ada anggota tim yang terlibat dalam pelanggaran HAM," ucapnya.

Apalagi, sejumlah pihak menduga tim ini merupakan sarana 'cuci dosa' dan memperkuat impunitas para pelaku pelanggaran HAM. Ditambah masa kerja tim yang singkat, sehingga efektivitas dan keoptimalan kinerjanya dipertanyakan.

Sementara, Alex Leonardo dan Eriq N selaku penggagas FGD, menyatakan bahwa Barikade '98 sebagai entitas bangsa Indonesia dan juga pelaku sejarah Reformasi '98, menegaskan bahwa salah satu cita-cita mereka adalah penegakan HAM.

"Sehingga kami berkewajiban untuk mendukung segala gerak langkah penegakan HAM termasuk mengawal kinerja Tim PPHAM," tandas Eriq. (OL-13)

Baca Juga: Berkunjung, Sejumlah Anggota DPD Dukung Anies Baswedan Jadi Capres

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat