IPW Waspadai, Mafia Tambang Caplok Perusahaan Seolah Legal
![IPW: Waspadai, Mafia Tambang Caplok Perusahaan Seolah Legal](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2022/12/cf9662ad208afa6998edfba5863f6fdd.jpg)
INDONESIA Police Watch (IPW) mengirim sinyal kewaspadaan kepada pemerintah, investor, dan para pelaku bisnis tambang terhadap maraknya mafia pertambangan.
Salah satunya terkait keberadaan mafia tambang yang menggunakan modus proses hukum, sehingga terlihat legal. Model itu dikenal dengan istilah hostile take over.
”Itulah upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legal," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam diskusi ”Beking Aparat di Balik Mafia Tambang” yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Baca juga : IPW Desak Presiden Jokowi Bentuk Satgasus untuk Tertibkan Mafia Tambang
"Proses ini biasanya didahului dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian,” jelas Sugeng.
Sugeng menjelaskan, modus ini antara lain dialami PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di industri nikel, berlokasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Awalnya, kata Sugeng, ada pihak lain yang membuat perjanjian dengan pemegang saham, lalu membayar kurang dari 10% nilai perjanjian.
Baca juga : IPW: Kapolri Harus Evaluasi Penyidik Polda Sulsel Terkait Dirut PT CLM
”PT CLM sebagai pemegang IUP kemudian mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkait pembelian saham. PPJB nilainya US$ 28,5 juta, baru dibayar US$ 2 juta. Sisanya sekitar Rp 500 miliar, hampir setengah triliun rupiah, yang belum dibayar,” urai Sugeng.
Namun, dengan modal kurang dari 10% itu, lanjut Sugeng, mereka hendak men-take over satu company yang memiliki IUP, kemudian tidak membayar sisanya.
”Bagaimana caranya? Dengan menggunakan satu proses legal. Dari perjanjian kemudian masuk ranah hukum, lalu mereka menangkan pertarungan di proses hukum, baik melalui proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di peradilan umum, dan terakhir di kepolisian,” tambahnya.
Baca juga : Delta Dunia Group Tingkatkan Saham di Asiamet Menjadi 34,5%
Sugeng mengatakan, proses seperti itu bisa menjadi perdebatan ketika pihak yang merasa dirugikan melapor ke kepolisian.
Menurut dia, hostile take over sebenarnya tidak bisa dilakukan jika mengacu pada aturan yang berlaku.
”Biasanya kalau di kepolisian, polisi akan menggunakan dasar legal juga yang sebetulnya sedang diperdebatkan. Dasar legal yang digunakan adalah kondisi terakhir di mana PT A mengambil alih PT B," jelas Sugeng.
Baca juga : Emiten Nikel Trimegah Bangun Persada Tebar Dividen Rp1,4 T
"Padahal, pengambilalihan itu sebenarnya ilegal. Ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi. Seperti yang disyaratkan UU Minerba, peralihan saham perseroan pemegang IUP harus berdasarkan persetujuan dari ESDM,” ujarnya.
Yang kemudian terjadi, masih kata Sugeng, dengan akta bikinan notaris yang diduga ikut bermain, lalu dibantu dengan proses di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, memunculkan akta baru yang seolah sah.
Padahal, secara substansi, AHU seharusnya melihat pemenuhan syarat bahwa peralihan saham tersebut secara formil tidak terpenuhi. Pasal 93 pasti tidak terpenuhi, yaitu persetujuan dari ESDM. Itu tidak ada,” sambungnya.
Baca juga : Wamenaker Bakal Tinjau Rencana IPO PT Amman Mineral
Sugeng meyakini, pelaku hostile take over ini memiliki jaringan (network) dan beking yang sangat kuat, baik itu jaringan di lembaga hukum maupun jaringan politik. Dari oknum polisi yang terafiliasi sampai politisi. ”IPM sedang kumpulkan datanya,” cetusnya.
Dalam diskusi yang sama, Dirut PT CLM Helmut Hermawan menjelaskan, selain ke Divisi Propam Mabes Polri, pihaknya sudah melaporkan kejadian yang dialaminya ke Kementerian Polhukam.
Helmut berpendapat, keberadaan mafia tambang sudah benar-benar meresahkan dan sangat mengganggu.
Baca juga : Bongkar Jaringan Mafia Tambang di Kalteng, GAPTA Gandeng LCKI
Ia berharap, pemerintah segera turun tangan untuk menertibkan mafia yang lazimnya dibeking oleh aparat penegak hukum.
Menurut Helmut, industri pertambangan Indonesia terbukti mampu memberikan efek positif bagi kemajuan ekonomi daerah maupun negara, namun terganggu oleh praktik mafia.
”Mafia tambang dan beking aparat bukan cuma perkara CLM. Ini sudah pekerjaan rumah besar bagi pemerintah dalam upaya menjaga iklim investasi, baik untuk investor dalam maupun luar negeri,” pungkas Helmut Hermawan. (RO/OL-09)
Terkini Lainnya
Presiden Pakai Kekuasaan untuk Pihak Tertentu Mirip Pimpinan Mafia
Aksi Perlawanan Ibu Rumah Tangga terhadap Mafia 9 Naga di Serial Ratu Adil
Sri Mulyani Dikepung Jaringan Mafia Kemenkeu
Polisi Bangladesh Peras Pengungsi Rohingya
BIG Terus Dorong Penguatan Integrasi Data
Pemprov Kalsel Tata Ulang Izin Tambang Mineral bukan Logam dan Batuan
PBNU Siap Kelola Tambang dengan Halal, Muhammadiyah belum Beri Kepastian
Indonesia Diyakini akan Menjadi Penentu Harga Pertambangan Global
Ormas Kelola Tambang, Bahlil: Masyarakat Kecil juga Diberikan
Anggap tidak Adil, DPR Cecar Bahlil soal Ormas Kelola Tambang
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap