visitaaponce.com

Kasus Rafel, KPK Didorong Perkuat Sistem LHKPN

Kasus Rafel, KPK Didorong Perkuat Sistem LHKPN
Rafael Alun Trisambodo(Dok.Medcom)

DUGAAN ketidakcocokan antara harta kekayaan Rafael Alun Trisambodo dan profilnya sebagai pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dinilai tidak akan terungkap tanpa adanya kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satriyo.

Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didorong untuk memperkuat sistem laporan harta kekayaan negara (LHKPN) bagi penyelenggara negara.

Pasalnya, pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari Universitas Indonesia, Yunus Husein, mengatakan, tenaga KPK untuk memverifikasi semua LHKPN penyelenggara negara tidak cukup. Oleh karena itu, ia meminta KPK untuk menciptakan aplikasi yang dapat mendeteksi ketidakcocokan profil penyelenggara negara dengan LHKPN yang dilaporkan.

"Sehingga, kalau dilihat dari jenjang kepangkatan, standar gaji, dan ternyata asetnya di atas kewajaran, misalnya beberapa kali lipat dari yang sewajarnya, bisa timbul yang namanya red flag. Red flag itu warning, dan itu harus didalami," terang Yunus kepada Media Indonesia, Sabtu (25/2).

Melalui sinyal red flag tersebut, KPK dapat melakukan enhanced due diligence (EDD) atau uji tuntas lanjutan terhadap penyelenggara negara. LHKPN pejabat pajak, kata Yunus, dapat dikategorikan high risk alias berisiko tinggi.

Ia berpendapat, masih ada 'rafael-rafael' lain yang belum terungkap saat ini. Apalagi, kasus perpajakan menempati urutan ketiga tindak pidana asal dalam TPPU di Indonesia, setelah korupsi dan narkotika.

Baca juga: Polisi Sebut Pelat Palsu Rubicon Kasus Penganiayaan untuk Hindari ETLE

Lebih lanjut, Yunus menilai temuan ketidakcocokan LHKPN Rafael harus menjadi peringatan tentang urgensinya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana. Sebab, RUU tersebut salah satunya mengatur soal illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah.

Di Australia, sambung Yunus, konsep itu dikenal dengan istilah unexplained wealth. Ini dapat menjadi pintu masuk penelusuran aset kekayaan tidak sah saat penyelenggara negara melaporkan harta kekayaannya. Ia menjelaskan, ada dua pendekatan yang dapat diselesaikan atas temuan tersebut, yakni pidana dan administratif.

"Kalau administratif, misalnya dia melapor kekayaannya Rp100 miliar. Terus dia tidak bisa membuktikan, hanya bisa membuktikan Rp80 miliar saja, maka Rp20 miliarnya dirampas untuk negara," tandasnya.

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, profil Rafael sebagai pejabat eselon III tidak sesuai dengan LHKPN yang dilaporkan. KPK, lanjutnya, akan melakukan klarifikasi terhadap Rafael atas kekayaan yang dilaporkan.

"Kita lihat dulu nih sumbernya, ya kan, (misalnya dari) warisan, (atau) jangan-jangan rekeningnya ada lagi yang lain. Itu pemeriksana standar lah," kata Pahala.

Menteri Keuangan Sri Mulyani diketahui sudah mencopot Rafael dari jabatan Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II. Rafael juga telah menyatakan untuk mengundurkan diri sebagai aparatur sipil negara (ASN) terhitung Jumat (23/2). Langkah tersebut diapresiasi oleh anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani.

Kendati demikian, Arsul meminta semua pihak untuk berpedoman pada asas praduga tak bersalah. "Kita tunggu proses pemeriksaan dan klarifikasi yang sedang dilakukan oleh Kemenkeu maupun KPK. Tentu kita harapkan nanti terjelaskan dengan baik hasilnya," tandasnya. (OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat