visitaaponce.com

3 Aspek yang Membuat Disabilitas Juga Punya Hak di Mata Hukum

3 Aspek yang Membuat Disabilitas Juga Punya Hak di Mata Hukum
Ilustrasi sidang MK(MI/USMAN ISKANDAR )

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menggelar sidang keterangan pihak terkait Komnas HAM dan Komisi Nasional Disabilitas (KND), di Gedung MK, Jakarta, Senin (13/3/2023). Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 433 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) terhadap UUD NRI Tahun 1945.

Sidang perkara Nomor 93/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Yayasan Indonesian Mental Health Association (IMHA), Syaiful Anam, dan Nurhayati Ratna Saridewi.

Di dalam sidang, Alboin yang mewakili KND menyebut tiga aspek dalam upaya mewujudkan hak asasi penyandang disabilitas. Pertama, aspek filosofis. Aspek ini mengacu pada pandangan luhur bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari manusia.

Baca juga: MKMK Jadwalkan Kembali Pemeriksaan Zico Terkait Perkara Pengubahan Substansi Putusan

“Maka dari itu, penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan haknya dan mampu bertindak sebagai subjek hukum,” terang Alboin, dalam sidang, Senin (13/3/2023).

Yang kedua ialah aspek yuridis. Menurutnya, aturan turunan UUD 1945 kiranya mampu menerjemahkan dengan baik agar setiap produk perundang-undangan mengedepankan pengejawantahan HAM menjadi semangat utama, termasuk regulasi yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.

Baca juga: Pemohon Pesimistis Uji Formil Perppu Cipta Kerja di MK Dapat Terselesaikan

Sejauh ini, kata Alboin, masih terdapat sejumlah regulasi yang masih bersifat diskriminatif dan tidak menempatkan penyandang disabilitas sebagaimana mestinya, salah satunya adalah Pasal 433 KUHPerdata.

Terakhir, lanjut Alboin, ialah aspek sosiologis.

Sejauh ini, Alboin berpendapat upaya untuk menciptakan keadilan bagi penyandang disabilitas masih memerlukan sejumlah upaya. Salah satunya dengan menciptakan sarana dan prasarana yang memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas untuk mampu meningkatkan kualitas hidupnya dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.

Maka, Alboin menegaskan negara wajib memberikan perlindungan dan memenuhi hak para penyandang disabilitas.

“Kewajiban di sini tidak hanya terfokus pada upaya perlindungan dari pelanggaran yang dilakukan negara, namun juga terhadap pelanggaran atau tindakan yang dilakukan oleh entitas atau pihak lain (non-negara) yang akan mengganggu perlindungan hak penyandang disabilitas,” kata Alboin.

Negara melalui pranata yang dimilikinya berkewajiban menjalankan ketentuan yang berlaku berdasarkan asas legalitas. Negara juga wajib memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum.

“Dengan menjalankan sesuai dengan aturan yang berlaku dan asas umum, dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negara pun akan terjamin dengan baik, termasuk penyandang disabilitas” lanjut Alboin.

Baca juga: Angkie Yudistia Luncurkan Ekosistem Pendidikan dan Pelatihan Vokasi Disabilitas

Sementara itu, Komisioner Pengaduan Komnas HAM Hari Kurniawan menjelaskan Pasal 433 KUHPerdata bertentangan dengan norma-norma HAM dalam Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD).

“Penggunaan istilah dalam pasal 433 KUHPerdata yaitu keadaan dungu, gila atau mata gelap tersebut bertentangan dengan Pasal 8 dalam Konvensi Hak Penyandang Disabilitas,” tegasnya.

“Yang mengharuskan negara pihak untuk mengadopsi kebijakan-kebijakan yang segera, efektif dan sesuai untuk melawan stereotipe, prasangka, dan praktik-praktik yang merugikan penyandang disabilitas dalam kehidupan,” tandasnya. (Ykb/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat