visitaaponce.com

Kemenkeu Buka Suara soal Dugaan Pencucian Uang Rp189 Triliun

Kemenkeu Buka Suara soal Dugaan Pencucian Uang Rp189 Triliun
Suahasil Nazara, sebagai Wakil Menteri Keuangan, di Kabinet Indonesia Baru( MI/RAMDANI)

KEMENTERIAN Keuangan buka suara ihwal dugaan pencucian uang sebesar Rp189 triliun di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui penjualan emas. Hal itu sekaligus menepis pernyatan yang menyebutkan bahwa informasi itu disembunyikan atau ditutupi dari Menteri Keuangan.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam taklimat media menyatakan, nilai Rp189 triliun itu muncul dari kasus serupa yang pernah dilalui Direktorat Jenderal Bea Cukai di 2016 atas ekspor emas.

"Jadi itu sebenarnya pada Januari 2016 Bea dan Cukai mencegah ekspor logam mulia, karena dikatakan perhiasan, tapi ternyata isinya bukan perhiasan, tapi ingot, emas," ujarnya, Jumat (31/3).

Baca juga: Polemik Aliran Uang Kemenkeu Harus Dibawa ke Persidangan

Ditjen Bea dan Cukai kemudian menindaklanjuti aktivitas itu hingga ke ranah pengadilan lantaran diduga ada tindak pidana kepabeanan. Namun di tingkat pengadilan negeri Ditjen Bea Cukai kalah, alias majelis hakim memutus bahwa itu bukan tindak pidana kepabeanan.

Namun Ditjen Bea Cukai mengajukan kasasi dan memenangkan gugatan. Putusan kasasi itu kemudian dilakukan peninjauan kembali di 2019 dan dinyatakan bahwa tidak ada tindak pidana kepabeanan dalam upaya pencegahan yang dilakukan di 2016.

Baca juga: Sri Mulyani Dikepung Jaringan Mafia Kemenkeu

"Karena diputus bukan sebagai tindak pidana kepabeanan, maka TPPUnya tidak bisa maju. Itu karena tindak pidana asalnya tidak terbukti," jelas Suahasil.

Dalam periode 2016-2019 itu, kata Suahasil, Ditjen Bea dan Cukai intens melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transksi (PPATK). Di periode itu, Dirjen Bea Cukai ialah Heru Pambudi yang saat ini merupakan Sekjen Kemenkeu. Lalu Irjen Kemenkeu saat itu ialah Sumiyati, yang telah purna jabatan.

Sedangkan Kepala PPATK di periode tersebut ialah Kiagus Ahmad Badarudin dan wakilnya yaitu Dian Ediana Rae yang saat ini menjadi anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Di 2016-2019 ini lah ada berbagai macam pertukaran data, termasuk diskusi, rapat antara Kemenkeu dengan PPATK, di mana Pak Heru disebut di sana," terang Suahasil.

Lalu pada 2020, Ditjen Bea dan Cukai mendapati kejadian yang sama seperti 2016. Belajar dari pengalaman kalah di pengadilan, Ditjen Bea Cukai melalukan koordinasi lagi di Agustus 2020 dengan PPATK.

Dari hasil koordinasi itu disepakati untuk mencari data mengenai pajak dari pengekspor emas tersebut. PPATK kemudian mengirimkan laporan hasil analisisnya kepada Kemenkeu pada Oktober 2020. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Ditjen Pajak.

Tindak lanjut itu dilakukan melalui pemeriksaan bukti permulaan terhadap 3 wajib pajak badan usaha (PT B, PT C, PT D) pemeriksaan terhadap 3 wajib pajak (PT B, PT C, PT E), dan pengawasan terhadap 7 wajib pajak orang pribadi.

"Hingga saat ini, nilai penerimaan pajak yang dihasilkan terkait dengan informasi hasil pemeriksaan PPATK tersebut senilai Rp16,8 miliar dan mencegah restitusi sebesar Rp1,6 miliar," terang Suahasil. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat