visitaaponce.com

KPU Gunakan Pola Penghitungan Suara Baru untuk Pemilu 2024

KPU Gunakan Pola Penghitungan Suara Baru untuk Pemilu 2024
Deretan bendera parpol peserta pemilu yang terpajang di kantor KPU RI(MI)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) sedang menggodok rancangan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara pada Pemilu 2024. Dengan adanya PKPU baru itu, pola penghitungan suara untuk Pemilu 2024 mengalami perubahan dibanding Pemilu 2019.

Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU RI Idham Holik menjelaskan, pihaknya mengenalkan kebijakan panel dalam proses penghitungan suara pada Pemilu 2024. KPU membagi anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di setiap tempat pemungutan suara (TPS) dalam dua panel.

"Panel A, itu untuk menghitung hasil perolehan suara pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu anggota DPD RI," jelas Idham saat dihubungi Media Indonesia dari Jakarta, Kamis (27/4).

Baca juga : Viral Video Hasil Pemilu 2024 Sudah Jadi, KPU: Mengada-ada

Sementara panel B dilanjutkan Idham akan menghitung perolehan hasil suara pemilu legislatif baik nasional maupun daerah. 

"Dan Panel B itu diperuntukkan untuk menghitung perolehan hasil suara pemilu anggota DPR RI, pemilu anggota DPRD provinsi, dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota," sambungnya.

Baca juga : Jelang Masa Pendaftaran Caleg, KPU Diminta Perhatikan Kelencaran Sistem Digital

Idham mengatakan, pihaknya belajar dari Pemilu 2019 saat 722 badan ad hoc penyelenggara pemungutan suara meninggal dunia. Oleh karena itu, dalam rancangan PKPU tersebut, KPU juga membatasi usia anggota KPPS menjadi 17-55 tahun.

Menurutnya, perubahan syarat batas usia minimal dan maksimal KPPS telah didasarkan pada kajian dan masukan dari berbagai pihak, termasuk riset yang dilakukan Universitas Gadjah Mada. Idham menyebut, rentang usia tersebut diyakini memiliki imunitas atau ketahanan tubuh yang baik sehingga para KPPS dapat bekerja secara maksimal.

"Kami berharap bulan Mei ini (rancangan PKPU) dapat kami sampaikan kepada publik maupun dapat kami konsultasikan kepada DPR dan pemerintah," tandas Idham.

Dihubungi terpisah, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengamini kebijakan dua panel dalam penghitungan surat suara dapat meringankan beban kerja petugas KPPS. Namun, skema itu sekaligus berdampak pada kurangnya transparansi dan partisipasi dari masyarakat untuk mengikuti keseluruhan penghitungan di TPS.

"Misalnya saat penghitungan suara pilpres berlangsung, penghitungan sura pemilu DPR juga sedang dilaksanakan," jelasnya.

Proses penghitungan suara yang berlangsung bersamaan dijelaskan oleh Titi akan membuat pemilih atau saksi bingung. Titi menilai tingkat kesalahan penghitungan bisa semakin besar. 

"Sebagai pemilih atau pemantau kalau datang sendirian, saya hanya bisa mengikuti salah satu saja. Padahal saya ingin mengikuti dan memantau keduanya," imbuh Titi. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat