visitaaponce.com

Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan Rusak di Lampung, Pengamat Daerah Semakin tidak Serius Urus Infrastruktur

Jokowi Ambil Alih Perbaikan Jalan Rusak di Lampung, Pengamat: Daerah Semakin tidak Serius Urus Infrastruktur
Presiden Jokowi meninjau jalan rusak di Lampung.(DOK IST )

DIREKTUR Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi meninjau jalanan rusak di Provinsi Lampung kurang berdampak signifikan. Ia mengatakan kunjungan itu hanya agar masyarakat tidak ramai soal buruknya kondisi jalanan yang viral di media sosial. Meski demikian, Trubus mengatakan pesan presiden juga bisa diartikan agar pemerintah daerah menaruh prioritas pada perbaikan infrastruktur seperti jalan.

“Saya melihat makna lebih pada pencitraan, memberikan rasa aman pada masyarakat supaya tidak terjadi gejolak. Jalanan rusak tidak hanya Lampung di berbagai wilayah, provinsi, kabupaten/kota banyak jalanan yang rusak apalagi jalan desa,” ujar Trubus ketika dihubungi, Jumat (5/5).

Presiden Jokowi mengatakan pemerintah pusat telah menganggarkan Rp800 miliar untuk perbaikan 15 ruas jalan di Provinsi Lampung. Padahal pemerintah pusat hanya bertanggung jawab pada jalan-jalan nasional. Sedangkan jalan di daerah menjadi tanggung jawab kepala daerah. Trubus menilai cara itu justru berdampak buruk pada tata kelola anggaran, sehingga membuat pemerintah daerah tidak serius menetapkan anggaran untuk program prioritas.

Baca juga : Kapan Perbaikan Jalan Rusak Dimulai? Jokowi: Di Lampung Juni, Jambi Juli, Sumut Juli

“Memang ini bagian dari upaya pemerintah mendorong daerah untuk memprioritaskan infrastruktur jalan. Tapi caranya salah dengan memberikan bantuan bagi daerah yang tidak mampu, kemudian diambil alih (perbaikannya) oleh pusat. Itu menimbulkan dampak buruk. Kepala daerah nanti tidak memprioritaskan pembangunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membangun jalan seolah jadi urusan pemerintah pusat,” papar Trubus.

Trubus menyebut anggaran pemda umumnya habis untuk belanja pegawai atau menggaji aparatur sipil negara. Sedangkan alokasi untuk infrastruktur cenderung minim. Itu menurutnya perlu dievaluasi oleh Kementerian Dalam Negeri.

“Hampir semua daerah APBD habis untuk belanja / menggaji pegawai atau perjalanan dinas. Tetapi infrastruktur minim sekali kebanyakan 20% sudah tinggi. Sedangkan gaji pegawai mendekati 50%,” ucapnya.

Baca juga : Presiden Jokowi Dapat Laporan 7.400 Jalan Rusak dari Medsos. Semuanya Diperbaiki?

Kemendagri, ujarnya, perlu mendorong pada pemerintah daerah untuk kreatif dan melakukan inovasi. Persoalannya, imbuh Trubus, banyak kepala daerahnya tidak inovatif sehingga daerah tidak melakukan apa-apa. Seharusnya, ujar dia, daerah bisa mengundang investor untuk mendorong pembangunan.

“Yang menjadi masalah daerah yang miskin sumber daya alam, pemerintah pusat juga memberikan izin euforia terhadap pemekaran wilayah sehingga dampaknya ada daerah-daerah yang tidak punya potensi sumber daya alam tetapi dimekarkan akibatnya mereka hanya mengharapkan dana transfer dari pemerintah pusat. Tidak pernah mandiri,” papar Trubus.

Selain mendorong kepala daerah berinovasi, Trubus mengatakan Kemendagri bisa memerintahkan kepala daerah menentukan skala-skala prioritas dalam penyusunan anggaran jika APBD dirasa kecil.

“Misalnya dua tahun untuk prioritas jalan, dua tahun berikutnya kesehatan, lalu pendidikan. Jangan sampai anggaran habis untuk gaji pegawai. Direktur Jenderal Keuangan Daerah (Keuda) bisa mengontrol kalau APBD hanya untuk digunakan gaji pegawai saja harus dievaluasi ulang. Kita juga tahu ada kong-kalingkong antara pemerintah pusat dan daerah, di satu sisi Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selalu hasilnya wajar tanpa pengecualian,” tukasnya. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat