visitaaponce.com

Nasaruddin Umar Nilai Indonesia Paling Prospektif Pimpin Negara-Negara Muslim

Nasaruddin Umar Nilai Indonesia Paling Prospektif Pimpin Negara-Negara Muslim
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.(Antara)

Indonesia secara konsisten menjadi negara Islam dengan kemajuan perekonomian yang pesat di dunia. Sehingga, meski Islam lahir di Timur Tengah, banyak negara di kawasan tersebut menjadikan Indonesia sebagai contoh pembangunan peradaban Islam modern.  

“Bahwa kiblat peradaban dunia Islam masa depan itu harus ke Indonesia. Timur Tengah sudah selesai dalam melahirkan Islam. Saatnya estafet peradaban dunia Islam masa depan bergeser ke Indonesia,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.

Baca juga: Nasaruddin Umar Tanggapi Santai Rumor Pencawapresan Dirinya

Nasaruddin mengungkapkan hal itu dalam siniar Bung Karno Series yang diunggah di Youtube, Rabu (14/6/2023).

Baca juga: Kekuatan Berjemaah

Menurut Nasaruddin , kekuatan Indonesia sebenarnya jauh lebih hebat ketimbang negara-negara Timur Tengah. Apalagi, secara geografis, Indonesia jauh dari pusat konflik di Timur Tengah.

Performa perekonomian Indonesia, sambung dia, juga lebih mengesankan ketimbang negara lain dengan penduduk mayoritas Islam. "Saya kira, satu-satunya negara Islam dengan tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 5% dan tingkat inflasi sangat mengesankan," papar mantan Wakil Menteri Agama tersebut.

Baca juga: Asumsi Makro Pendahuluan RAPBN 2024 Disepakati, Ini Angkanya

Ditambah lagi, kata Nasaruddin, Indonesia juga bisa menjadi pemimpin G20. Adapun negara lain dengan penduduk mayoritas Islam yang tergabung di G20 adalah Turki dan Arab Saudi.

Baca juga: Norwegia Dukung Indonesia Damaikan Myanmar dan Afghanistan

Turki, kata dia, adalah negara yang memang tidak pernah dijajah. Sedangkan Arab Saudi memiliki keunggulan sumber minyak bumi dan jemaah haji. "Tapi Indonesia menyalip negara-negara mayoritas muslim yang lain," ungkap Nasaruddin.

Baca juga: Sheikh Jassim dan Skenario Tiga Arab Teluk

Baca juga: Usai Restorasi, Situs Bersejarah Menara Maiden di Istanbul Dibuka Kembali

Keunggulan Indonesia

Keunggulan Indonesia, imbuh dia, antara lain disebabkan kondisi pasar dan suplai barang yang ada di dalam negeri. Walhasil, Indonesia mampu memfasilitasi kebutuhan diri sendiri tanpa ketergantungan dengan negara lain.

"Kita butuh pemimpin dunia seperti ini. Dan yang paling prospektif menjadi pemimpin atau imamnya negara-negara muslim adalah Indonesia. Dan kalau bicara seperti ini, Nahdlatul Ulama (NU) yang paling tepat. Selain karena organisasi terbesar di Indonesia, jalan pikirnya juga paling kompatibel," ujar dia.

Guru Besar bidang tafsir tersebut mengungkapkan, NU dan masyarakat Indonesia banyak yang menganut paham ahlusunnah wal jamaah. Organisasi Islam seperti NU, kata dia, juga tidak pernah berupaya membubarkan negara jika tidak sepaham dengan pemimpin negara dan berupaya memberikan masukan yang membangun.

“Teologi NU itu kan teologi inklusif, yakni menekankan pada aspek titik temu, kenapa harus berbeda kalau bisa bersatu, kenapa juga harus berkonflik kalau bisa berdamai, seburuk-buruknya kepala negara masih lebih baik dari pada satu hari negara tidak memiliki pemimpin," ujarnya

NU dan Bung Karno

Ulama asli tanah Celebes tersebut mengisahkan relasi antara proklamator Soekarno atau Bung Karno dan NU. Dia mengatakan alam berpikir Proklamator Bung Karno sangat relijius. Bung Karno juga dinilai sebagai sosok bapak bangsa yang tidak hanya berpikir menggunakan cara pandang materialistik semata.

Baca juga: Yudi Latif Ingatkan Pentingnya Pembangunan Karakter Bangsa

“Bung Karno itu lahir di Surabaya, tentu kita tidak dapat pisahkan Bung Karno dengan NU, karena dia lahir di tanah NU. Meskipun ketika di Bengkulu beliau resmi menjadi anggota Muhammadiyah, kultur dan cara pandang Bung Karno sangat NU sebenarnya,” tutur Nasaruddin.

Nasaruddin menjelaskan bahwa Bung Karno sering berkonsultasi dengan KH Wahid Hasyim. Hal paling menarik ketika Bung Karno di Surabaya meminta agar umat Islam terutama warga NU turut melawan dan mengusir Belanda. Kala itu kemudian keluar fatwa resolusi jihad dari KH Wahid Hasyim yang mewajibkan umat Islam untuk berjihad melawan Belanda.

Baca juga: Satu Abad NU: Harapan dan Tantangan

“Jangan kita mengagumi Bung Karno saat sudah menjadi proklamator, akan tetapi kita harus paham betul siapa Bung Karno saat ia masih muda, begitu pula dengan Nabi Muhammad yang menjadi besar atas tempaan yang dialami sejak kecil,” terang Nasaruddin.

Dia menuturkan, Bung Karno hidup dalam tempaan dan melewati jalan terjal untuk menjadi sosok yang besar, dengan berkali-kali harus diasingkan dari rakyatnya. Banyak tokoh sejatinya yang merasa lebih suka hidup di pengasingan namun dapat melihat dengan dekat rakyatnya dari pada di gemerlapnya Istana namun jauh dari rakyatnya.

“Apa gunanya kita hidup di Istana tapi mata kita buta hati kita tumpul, lebih enak hidup di penjara tetapi pikiran kita terasah," ungkapnya.

“Orang yang tidak mencintai Bung Karno dapat dikatakan tidak berperikemanusiaan,” tegas Nasaruddin. (X-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat