visitaaponce.com

Dukungan Partai Politik Tidak Jamin Capres Menang, Kejadian di Pemilu 2004 dan 2014

Dukungan Partai Politik Tidak Jamin Capres Menang, Kejadian di Pemilu 2004 dan 2014
Pada Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berhasil mengantongi 60% suara, meski hanya didukung oleh sedikit partai politik.(MI/Moh Irfan)

BANYAKNYA jumlah partai politik pendukung calon presiden pada pemilihan umum (Pemilu), tidak berkorelasi dengan kepastian menangnya sang capres.

Secara empiris, menurut peneliti ahli utama Pusat Riset Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor kondisi, ini telah dibuktikan pada pengalaman pemilu 2004 dan 2014 yakni jumlah koalisi pendukung salah satu capres kalah karena branding atau penokohan personalitas capres yang dibangun.

"Secara empiris soal pilpres tidak asa korelasi kuat antara jumlah parpol pendukung suara untuk partai dengan kepastian menang pilpres. Contoh klasik pada 2004 gabungan pendukung presiden hanya 7%, kecil tapi SBY berhasil menang pun begitu di 2014," ujarnya, Selasa (15/8).

Baca juga : Golkar Dukung Prabowo, Eksponen Ingatkan Airlangga Soal Keputusan Rapimnas

Pemilih kita ditengarai masih memiliki fokus pada sosok figur capres dibandingkan partai pendukung. Kuat lemahnya figur capres masih menjadi penentu pemilihan presiden maupun di tingkal lokal seperti kepala daerah.

"Di tingkat lebih lokal pun juga begitu. Jadi tidak ada jaminan. Figur presiden itu menentukan sekali"

Baca juga : Yenny Wahid Sebut AHY Cocok Dampingi Anies di Pilpres 2024

 

 

Hasil hitung cepat Pemilu 2014. (Sumber: Media Indonesia)

 

Negosiasi alot koalisi besar

Koalisi besar yang mendukung capres KKIR Prabowo Subianto nantinya akan melewati negosiasi yang alot dalam menentukan pasangannya. Keberhasilan negosiasi dengan tiga partai pendukungnya menjadi penentu kesolidan koalisi. Sebab perunahan komposisi koalisi masih bisa berubah..

"Kelihatannya (koalisi Prabowo) masih sama-sama keras. PKB misalny punya historis membangun KKIR. PAN pasti akan dorong terus Erick, Golkar juga tekanan dari internalnya juga keras. Di itu letak sulitnya mana yang bisa diselesaikan. Bisa jadi kalau dilihat dari watak PKB persoalan logistik bisa saja soal kurai kabinet dan posisi penting di DPR bisa kompromis," paparnya.

Negosiasi atau tawaran dari Prabowo akan sangat menentukan kepastian koalisi. Namun jika PKB hengkang dari KKIR maka paling mungkin partai tersebut merapat ke PDI Perjuangan.

"Paling mungkin ke PDIP karena PKB pernah memberikan jejak tidak mengenakan dengan PKS dan Demokrat"

Pernyataan senada juga disampaikan pakar politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam. Sejarah Pilpres 2009 dan 2014 menegaskan bahwa besarnya angka kekuatan statistik koalisi sama sekali tidak menjamin pasangan capres-cawapres menang dalam kontestasi. Meskipun Prabowo memiliki dukungan dengan basis kursi parlemen sebesar sekitar 40%, namun efektivitas mesin politiknya belum tentu bisa solid.

"Itu terjadi ketika ada agenda kepentingan partai pengusungnya yang tidak terpenuhi, sehingga keputusan politik elit partai dengan mesin partai di akar rumput tidak berjalan secara konsisten. Misalnya, jika Ketum PKB Cak Imin tidak dipilih menjadi cawapres dan yang dipilih adalah Erick Tohir yang notabene diusung oleh PAN, maka besar kemungkinan PKB akan bekerja setengah hati. Sehingga terjadi split ticket voting di sana," paparnya.

Namun sambung dia jika mesin politik dari partai-partai pendukung solid dan bisa dikawal dengan optimal, maka potensi kemenangan bisa semakin terbuka. Sebab, jumlah kursi parlemen yang dimiliki partai merupakan gambaran inti mesin politik Parpol.

"Anggota dewan itu memiliki penguasaan teritorial, penguasaan logistik, dan jaringan komunikasi yang telah lama intens digarap selama 5 tahun terakhir. Jadi, kuncinya di kesatuan komando dalam koalisi dan tidak adanya split ticket voting di dalam masing-masing partai pengusung capres-cawapres"

Si sisi lain pemilihan presiden dalam sistem presidensial figur capres sangat penting. Karena capres yang menjadi center of gravity untuk menarik simpati dan dukungan rakyat. Karena itu, besar atau kecilnya koalisi pendukung seringkali tidak berpengaruh signifikan dalam proses pemenangan, karena figur capres-cawapres lebih menjadi daya tarik utama.

"Tapi jika dukungan koalisi solid, efektif dan tidak mengalami split ticket voting, maka peluang menangnya jauh lebih besar," imbuhnya.

 

Bursa cawapres

Sementara itu Wakil Ketua Umum Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng mengungkapkan belum mengetahui siapa kader Golkar yang diminta oleh Prabowo untuk menjadi wakilnya. Partai beringin itu siap dan terbuka mengajukan siapa pun kader partai yang bisa mendongkrak kemenangan Prabowo nantinya.

"Kami punya kader yang mumpuni untuk didorong dan dirapatkan di internal dulu. Silahkan pilih mana yang bisa memenangkan, bisa Airlangga bisa yang lain. Tapi tetap Prabowo sebagai user," ungkapnya.

Dia menekankan nantinya pembahasan cawapres akan dirembukan dengan para partai pendukung. Dia tidak menapik semua partai pendukung memiliki calonnya masing-masing namun.

"Pasti akan terjadi diskusi dan pastinya Prabowo yang punya pilihan mana yang cocok. Pembahasannya bisa alot bisa tidak. Kalau memilihat figur ya bisa jadi tidak alot," tukasnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat