visitaaponce.com

Bung Hatta, Pegila Buku yang Disegani Lawan Politik

Bung Hatta, Pegila Buku yang Disegani Lawan Politik
Petugas membersihkan monumen Bung Hatta, di kawasan Istana Bung Hatta, Bukittinggi, Sumatra Barat, Kamis (10/8).(Antara)

Mohammad Hatta merupakan tokoh bangsa sosok kutu buku. Bung Hatta juga sosok pendiam yang diibaratkan seperti gunung berapi, pendiam dan sabar untuk menanti waktu yang tepat untuk mewujudkan ide-ide gagasannya. Pemikirannya akan menjadi keputusan penting bagi bangsa yang juga disegani oleh lawan-lawan politiknya.

Baca juga: Ketua MPR RI Dukung Museum Bung Hatta dalam Platfrom Metaverse

Hal itu diutarakan penulis Muhidin M Dahlan dalam siniar yang tayang pada akun Youtube BKN PDI Perjuangan, Minggu (13/8).

Baca juga: Peringatan 120 Tahun Bung Hatta di Bukittinggi dan Kabupaten Agam Meriah

Muhidin memaparkan, buku menjadi suatu hal yang sangat penting bagi sosok Bung Hatta. Sehingga, saat pertama kali sampai di Belanda, Hatta langsung mencari perpustakaan dan toko buku untuk melengkapi koleksi-koleksinya. Berbeda dengan pemuda pada umumnya.

Baca juga: 120 Tahun Bung Hatta, Sosok yang Selalu Hadir di Tengah Bangsa

Buku, lanjut Muhidin, juga menjadi dalih sosok Hatta untuk menolak ajakan temannya untuk dugem. Setiap harinya Hatta rutin dan disiplin untuk membaca dan menulis buku.

Baca juga: Jejak Kisah Para Tokoh Pergerakan di Banda Neira

Saking cintanya pada buku, kata Muhidin, Mohammad Hatta membawa 16 peti besar ke manapun dia pergi. Baik mulai dari Belanda sampai saat diasingkan di daerah Boven Digoel dan Banda Neira.

Baca juga: 60 Hari Teater Gagasan yang Terlupakan Jelang Kemerdekaan Indonesia

Menurut pria yang bermukim di Yogyakarta ini, sosok Hatta juga rela meminjamkan buku-buku miliknya kepada tahanan lain serta warga sekitar. Bisa dikatakan, Hatta merupakan bapak taman baca masyarakat di Boven Digoel Papua.

Mengutip laman indonesia.go.id, tercatat sejumlah tokoh nasional pernah dibuang ke Boven Digoel. Selain Hatta ada Sutan Sjahrir. Kedua toko pergerakan nasional itu dibuang di lokasi itu pada 28 Januari 1935. Mereka ditahan di Boven Digul lantaran dianggap membangkang terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Kini, tak jauh dari Bandara Tanah Merah, terdapat satu patung besar Bung Hatta. Tepatnya berada di hadapan Bandara yang digunakan untuk pendaratan pesawat perintis.Di belakang patung Bung Hatta, berdiri Markas Polres Boven Digoel. Di sebelah Mapolres terdapat bangunan penjara lama. Bangunan penjara lama itu merupakan simbol bahwa Bung Hatta pernah diasingkan dan berjuang meski diisolasi.

Di bagian bawah patung Hatta terdapat tulisan berupa: "Ke mana kita dibawa oleh nasib, ke mana kita dibuang oleh yang berkuasa, tiap-tiap bidang tanah dalam Indonesia ini, itulah juga Tanah Air kita. Di atas segala lapangan tanah air aku hidup, aku gembira. Dan di mana kakiku menginjak bumi Indonesia, di sanalah tumbuh bibit cita-cita yang tersimpan dalam dadaku."

Menikah setelah merdeka

Bung Hatta yang merupakan Bapak Koperasi Indonesia itu, lanjut Muhidin, juga sampai bersumpah untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka.

Dan sumpah itu ditepatinya. Setelah Indonesia merdeka, barulah Hatta menikah dengan Siti Rahmiati. Bung Hatta juga menjadikan buku karyanya yang berjudul ‘Alam Pikiran Yunani’ sebagai mahar pernikahan.

Muhidin menambahkan, sosok Mohammad Hatta juga gemar menulis melalui majalah majalah perjuangan, salah satu yang terkenal adalah Daulat Rakyat.

Cara penulisan Bung Hatta, menurut Muhidin, sangatlah berbeda dengan Soekarno. Soekarno menulis dengan karakter seperti orang berpidato namun tulisan Hatta yang lebih terlihat berat dan panjang. Meski terkesan tidak berbahaya, di akhir Orde Lama tulisan-tulisan Hatta justru dilarang untuk dipublikasikan. (X-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat