visitaaponce.com

Pergulatan Penyusunan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol

Pergulatan Penyusunan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol
Museum Perumusan Naskah Proklamasi Jakarta(MI/Ardi Teristi Hardi )

DUA sosok laki-laki tampak serius menyusun teks dalam selembar kertas di sebuah ruangan sempit sekitar 2,5x3,5 meter. Tempatnya persis, berada di bawah tangga, yang menghubungkan lantai satu dengan lantai dua.

Kedua pria tersebut adalah BM Diah dan Sayuti Melik, dua tokoh pers masa itu yang berperan dalam pengetikan naskah proklamasi. "Di sinilah naskah proklamasi tersebut di ketik," terang edukator di Museum Perumusan Naskah  Proklamasi, Fajar Sunandar, Selasa (31/10) siang, sambil menunjuk diorama yang menggambarkan situasi saat Sayuti Melik ditemani BM Diah tengah mengetik naskah proklamasi.

Naskah proklamasi yang diketik tersebut merupakan hasil dari pembahasan Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo di ruang makan kediaman Laksamana Maeda. Naskah sebanyak dua alinea yang penuh dengan pemikiran tersebut lalu selesai dibuat 2 jam, dimulai dari sekitar pukul 3 pagi.

Fajar menjelaskan, saat itu di rumah Laksamana Maeda tidak hanya Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, tetapi ada sekitar 30-an tokoh dari golongan muda dan golongan tua. Mereka hadir di rumah Laksamana Maeda di Meiji Dori No. 1, yang saat ini bernama Jalan Imam Bonjol No 1 Jakarta Pusat.

"Setelah diketik, di atas piano inilah (tepat di depan pintu masuk ruang pengetikan) naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta," kata dia.

Alasan Soekarno dan Hatta yang menandatangani karena keduanya saat itu menduduki jabatan Ketua dan Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Usai naskah proklamasi ditanda tangani, pada hari itu juga, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, naskah proklamasi dibacakan Soekarno di halaman rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, kini menjadi Taman Proklamasi. Jarak antara Museum Perumusan Naskah Proklamasi dengan Taman Proklamasi hanya sekitar 2 kilometer.

Peran pewarta tidak hanya berhenti pada saat pengetikan naskah proklamasi. Frans dan Alex Mendoer dari IPPHOS berhasil mengabadikan momen pembacaan proklamasi, sedangkan BM Diah dan Jusuf Ronodipuro menjadi pewarta yang menyebarkan berita proklamasi ke berbagai media kala itu, seperti radio, surat kabar, hingga telegram.

Saksi Sejarah

Rumah yang saat ini difungsikan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi diarsiteki oleh Johan Frederik Lodewijk Blankenberg. Dahulu, kawasan Menteng dirancang sebagai kota taman (garden city) pertama di Indonesia oleh Belanda pada 1910. "Arsitekturnya masih asli seperti saat ditinggali Laksamana Maeda," kata Fajar.

Hanya saja, ada bagian yang penggunaannya berubah, seperti pintu masuk ke bangunan rumah utama dulu pojok barat, tetapi kini di bagian tengah.

Saat ini, luas bangunan yang ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi sejak November 1992, menempati lahan seluas 3.914 m2 dengan luas bangunan 1.138 m2.

Ia mengatakan, sebagai tempat bersejarah lahirnya negara Indonesia, Museum Penyusunan Naskah Proklamasi relatif ramai kunjungan, terutama pada saat Agustus. "Target kunjungan sekitar 33 ribu setiap tahun dan selalu terlampaui," kata dia.

Fajar mengatakan, selain kunjungan langsung, Museum Penyusunan Naskah Proklamasi juga memiliki fasilitas kunjungan virtual dengan fasilitas kamera 360°. Pada setiap 16 Agustus diadakan napak tilas dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi menuju Taman Proklamasi.

Kepala Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Harry Trisatya Wahyu mengatakan bangunan tersebut sejak berdiri sudah difungsikan untuk berbagai keperluan. Rumah Laksamana Tadashi Maeda pernah digunakan untuk tempat tinggal Duta Besar Inggris dan Perpustakaan Nasional.

"Bangunan ini sangat bersejarah karena cikal bangsa indonesia lahir. Tanpa ada perumusan naskah proklamasi, tidak ada kemerdekaan. Kemerdekaan merupakan jembatan emas menuju yang dicita-citakan bangsa ini," paparnya saat menerima kunjungan wartawan yang bertugas di DPRD DIY bersama Komisi A DPRD DIY, Selasa (31/10).

Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto mengatakan, Museum Perumusan Naskah Proklamasi dan Taman Proklamasi merupakan saksi sejarah berdirinya negara ini.

Di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, para pemuda dari berbagai daerah yang berbeda berkumpul bersama, menyusun naskah kemerdekaan RI, yang dibacakan oleh Proklamator, Bung Karno didampingi Bung Hatta. "Hebatnya, para pendiri bangsa Indonesia ikhlas berkorban untuk Indonesia Merdeka," kata Eko Suwanto.

Kunjungan ke museum perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan RI merupakan bagian dari napak tilas perjuangan kaum muda dalam upaya membawa Indonesia merdeka dan lahirnya Pancasila. Sebelumnya, wartawan dan Komisi A DPRD DIY juga sudah mengunjungi rumah HOS Tjokroaminoto dan rumah kelahiran Soekarno di Surabaya, rumah ibunda Soekarno di Bali, rumah Radjiman Wedyodiningrat di Ngawi, hingga makam Soekarno di Blitar.

Menurut dia, museum ini sangat penting karena banyak koleksi dan sumber referensi sejarah kebangsaan yang bisa diakses publik, termasuk koleksi audio suara pembacaan naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang direkam di piringan hitam oleh Studio Lokananta, Solo pada 1952.

Masyarakat bisa mengetahui pergulatan batin dan perjuangan fisik para pemimpin bangsa dalam merumuskan naskah proklamasi.

"Ir Sukarno - Mohammad Hatta adalah sosok dwi tunggal dalam Proklamasi Kemerdekaan RI, itu buah semangat persatuan kaum muda, para pejuang kemerdekaan," kata Eko.

baca juga: Tumbuhkan Nilai Toleransi di Tengah Tantangan yang Dihadapi Kebhinekaan Indonesia

Melalui keteladanan para tokoh bangsa, ada semangat kaum muda di masa itu yang bersama berjuang untuk menuju Indonesia merdeka. Eko Suwanto, menjelaskan kunjungan dilakukan sebagai rangkaian untuk menghikmati sejarah kebangsaan dan keteladanan tokoh bangsa dengan taat Pancasila, UUD 1945, serta berkomitmen penegakkan bhinneka tunggal ika dan NKRI.

Ia mengatakan, setiap pemimpin dan masyarakat harus menghormati Pancasila dan UUD NRI 1945 agar jadi pedoman berbangsa dan bernegara.

"Tidak boleh kepentingan sesaat, kepentingan pribadi, kepentingan golongan, di atas kepentingan negara bangsa. Jangan rusak kepentingan perjuangan mencapai cita cita pendiri bangsa,' papar dia.

Secara khusus, Eko Suwanto mengingat kan agar seluruh pemimpin bangsa di masa kini konsisten jalankan cita Proklamasi, melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjaga ketertiban dunia berdasarkan Pancasila.

"Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan penting. Jangan melupakan ketentuan konstitusi, apalagi membuat siasat demi kepentingan kelompok, keluarga diri pribadi," pungkas Eko. (N-1)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat