visitaaponce.com

MKMK Diharap tidak Normatif Ambil Keputusan

MKMK Diharap tidak Normatif Ambil Keputusan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)(MI/Usman Iskandar )

KEPALA Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy menilai Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sepatutnya tidak hanya berpegang pada aspek normatif.

MKMK dituntut agar juga mempertimbangkan putusan aspek keadilan dan kemanfaatan dalam memutus perkara dugaan pelanggaran etik pada putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.

"MKMK untuk bisa mengembalikan kepercayaan publik, maka dia harus membuat putusan yang out of the box, di luar pertimbangan normatif, lebih pada pertimbangan kemanfaatan dan keadilan," terangnya saat dihubungi, Kamis (2/11).

Baca juga: Masih ada Asa Jegal Gibran Jadi Cawapres

Menurutnya ketika dasar pengambilan keputusan hanya normatif, maka putusan MK bersifat final dan mengikat. Hal itu sekaligus meniadakan upaya hukum lain dan tidak lagi mekanisme untuk membatalkan putusan.

"Kalau berpikirnya normatif ya selesai, kita tidak ada upaya hukum apa pun, saya berpikirnya di luar itu. Bahwa hukum itu harus memberikan jalan keluar," sambung pakar hukum tata negara itu.

Baca juga: MKMK Sudah Periksa 19 Pelapor dan 9 Hakim Konstitusi, Banyak Isu Baru Terungkap

MKMK dinilai menjalankan peran sebagai hakim yang punya fungsi dan tugas utama untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik. Oleh sebab itu, kacamata yang digunakan semestinya tidak sekadar normatif.

"Karena kalau bicara kepastian hukumnya ya selesai. Kita tidak perlu mendiskusikan putusan itu mau diapakan? Tapi kalau kita bicara dari aspek kemanfaatan dan keadilan, saya kira masih terbuka pintu diskusi, atau masih terbuka peluang untuk membatalkan putusan," tegasnya.

Anang berharap MKMK juga menggunakan nurani untuk memutus perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi. 

"Mudah-mudahan majelis hakim MKMK itu bukan sekadar menggunakan kacamata normatif, tetapi juga menggunakan nuraninya untuk membaca fenomena ini, untuk membaca putusan, dan membaca dugaan konflik kepentingan dari kacamata keadilan dan kemanfaatan," pungkasnya.

 

Publik Perlu Taruh Kepercayaan pada MKMK

Sementara itu, Program Manajer Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menghimbau agar publik perlu menaruh kepercayaan dan harapan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengambil keputusan yang berani. 

“Sebab MKMK fungsinya tidak hanya memutus dan mengadili perkara etik, tetapi juga untuk menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK. Masyarakat dukung terus agar MKMK menghasilkan putusan penghukuman etik yang tegas dan berani,” kata Voilla. 

Adapun putusan MKMK terhadap laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Umum MK Anwar Usman, akan mengembalikan citra dan muruah MK. “MKMK harus berani mengambil jalan activisme dengan memberikan sanksi selain etik, tetapi juga terkait legitimasi putusan MK tentang  pengujian syarat usia capres-cawapres,” tegas Violla.

 

Sanksi yang Diharapkan

MKMK dinilai perlu melakukan lompatan, karena daya rusak yang signifikan ke MK secara institusional akibat konflik kepentingan Anwar Usman yang amat terang dalam perkara ini.

“Sanksi yang diharapkan, yaitu (1) pemberhentian secara tidak hormat sebagai Ketua dan Hakim Konstitusi; (2) menyatakan Putusan 90 / 2023 batal demi hukum karena cacat secara formil; atau setidaknya, meminta MKMK untuk memerintahkan MK meninjau kembali putusan pengujian syarat capres dan cawapres tanpa melibatkan Hakim Terlapor,” imbuh Violla. 

Merujuk ke Ps. 17 ayat (6) dan (7) UU Kekuasaan Kehakiman, pasal ini bisa jadi referensi MKMK untuk meng-invalidasi putusan syarat usia, terutama ketika diputus melakukan pelanggaran berat. 

“Ini kondisi yang luar biasa, ia melibatkan pucuk pimpinan MK, yang punya peran strategis dan aktif dalam memuluskan agar perkara dikabulkan. Pasal ini bisa diimplementasikan ke MK karena termasuk ke bab asas-asas kekuasaan kehakiman, yg mengikat baik MA maupun MK,” terang Violla. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat