visitaaponce.com

Perkuat Pengawasan Partisipatif Publik untuk Tangkal Kecurangan Pemilu

Perkuat Pengawasan Partisipatif Publik untuk Tangkal Kecurangan Pemilu
Ilustrasi(MI/ Seno )

KOORDINATOR Umum Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) Moch Edward Trias Pahlevi mengungkapkan kecurangan selalu menjadi momok dalam penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan.

"Dari setiap pemilu ke pemilu yang namanya kecurangan itu pasti ada dan tidak bisa dipungkiri," terangnya saat dihubungi di Jakarta, Senin (20/11).

Menurutnya hal itu salah satunya diakibatkan UU Pemilu yang tidak mengalami perubahan revisi. "Banyak celah-celah yang itu dapat mengakibatkan pelanggaran pemilu, contohnya praktik politik uang," tambahnya.

Baca juga: Pemilu 2024 masih Mengarah ke Politik Transaksional

UU Pemilu tidak mengatur aturan dan sanksi pelaku politik uang dengan ketat.

"Kalau dilihat dari peraturan, selain hari H yang bisa ditindak adalah jikalau peserta pemilu atau tim sukses yang terdaftar di kampanye atau penyelenggara pemilu. Itu yang bisa ditindak. Sedangkan tim sukses yang tidak terdaftar atau tim bayangan (dari) tim sukses itu tidak bisa ditindak," tandasnya.

Baca juga: Johanis Tanak Minta Parpol Tidak Berkampanye Pakai Materi

Kecurangan dengan motif yang sama diprediksi akan berulang. Oleh sebab itu, Edward mengungkapkan pentingnya penguatan pengawasan partisipatif masyarakat.

"Masyarakat ini kan kadang tidak peduli dengan urusan tahapan-tahapan lain selain tahapan pemungutan suara," tegasnya.

KPU dan Bawaslu juga dituntut lebih aktif untuk memahamkan publik terkait pengawasan partisipatif. Inilah yang sebenarnya perlu dipahamkan pada publik terus menerus terkait potensi pelanggaran atau kecurangan pemilu

"Menurut saya KPU dan Bawaslu tidak serta-merta lagi hanya mampu mensosialisasikan atau menyampaikan literasi politik melalui offline tapi juga bagaimana di sisi media online juga terus digaungkan," ujarnya.

Sementar itu, Ketua Presidium Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi mengatakan, Bawaslu belum mengerjakan tugas pengawasannya dengan baik.

“Bawaslu masih belum menunjukkan kinerjanya dengan baik,” kata Jojo hari ini (20/11). 

Kinerja Bawaslu dikritisi oleh kelompok masyarakat dan tokoh nasional,  apalagi dengan maraknya kasus pelanggaran Pemilu. Indikasi-indikasi ketidakjujuran, ketidakadilan, atau kejanggalan-kejanggalan yang membuat pemilu kali ini terasa kuat tidak adil, tidak jujur. 

Pakar hukum dan tokoh nasional mendorong Bawaslu agar bersikap netral dan memastikan bahwa pengawasan terhadap pemilu benar-benar berjalan dengan baik.

Pengawasan Pemilu yang LUBER-Jurdil membutuhkan kolaborasi banyak pihak. Terlebih masyarakat agar kritis memperjuangkan suara mereka. Ya, partisipasi itu sifatnya aktif bukan pasif. 

“Karena itu partisipasi dalam pengawasan pemilu menjadi penting untuk menjaga pemilu luber-jurdil. Sebagian sudah berpartisipasi, namun belum banyak, belum masif,” kata Jojo. 

 

Hilangnya Demokrasi Substantif

Kemudian, pengamat politik dari UPN Veteran Jakarta, Danis TS. Wahidin menambahkan, ada istilah masyarakat anomali. Mereka hanya ingin kesejahteraan, perkara caranya demokratis dan tidak demokratis mungkin tidak substantif. 

“Belakangan ini marak isu tekanan pemerintah terhadap kandidat dan partai politik peserta pemilu dan juga mungkin pada kelompok sipil masyarakat, cara-cara itu tentu saja jauh dari nilai demokratis, yang kita perjuangkan selama ini,” kata Danis. 

Demokrasi dengan masyarakat anomali hanya akan menciptakan demokrasi yang anomali. 

“Mungkin proses pembelajaran kita sebagai sebuah bangsa masih cukup panjang. Kita masih harus terus belajar dan membaca kembali tentang arah bangsa ini ke depan. Sangat kita sayangkan hilangnya kepekaan anak muda dalam memperkuat demokrasi substansi kita, Bonus demografi kita keropos,” tandas Danis. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat