visitaaponce.com

Perlu Aturan Hukum untuk Hadapi Politik Dinasti

Perlu Aturan Hukum untuk Hadapi Politik Dinasti
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi(ANTARA/Hafidz Mubarak A )

LARANGAN politik dinasti patutnya diatur secara tegas. Mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan politik dinasti. Kendati demikian, tidak mudah untuk mengatur hal tersebut karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Violla Reinanda mengatakan, tidak bisa lagi mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elit maupun pejabat negara. Namun perlu memperkuat undang-undang yang sudah ada. 

“Kita tidak bisa lagi sekadar mengandalkan etik untuk mengunci perilaku elit politik/pejabat negara, terbukti di peristiwa ketatanegaraan akhir-akhir ini, tidak ada sama sekali budaya malu setelah terbukti melanggar etik dan hukum,” kata Violla hari ini (24/11). 

Baca juga: Suara Mahasiswa dalam Sumpah Pemuda 2.0 Patut Didukung

Sebaliknya, aturan hukum yang ada saat ini harus dimaksimalkan menjadi basis pengawasan dan penegakkan hukum. “Misalnya soal-soal pidana pemilu, UU Tipikor, dan UU Penyelenggaraan Negara yg Bersih dan Bebas KKN untuk memastikan pemilu berjalan secara fair dan bersih,” imbuh Violla.

Dia juga menyarankan untuk segera merumuskan RUU tentang Benturan Kepentingan yang sudah menjadi rekomendasi dari Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam, artinya jadi amanat untuk pemerintahan berikutnya. 

Baca juga: Gugat Ketua MK ke PTUN, Anwar Usman Dinilai Hanya Tambah Borok Keluarga Istana

“Pada RUU tersebut, dapat mengatur secara lebih komprehensif tentang definisi conflict of interest dalam kandidasi pemilu, apa itu politik dinasti, serta bagaimana membatasinya, apa sanksinya, dan lembaga mana yg berwenang dalam penegakkan hukum,” tambahnya. 

"Benturan kepentingan dalam pemerintahan merupakan ancaman serius terhadap integritas, transparansi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan. Bahaya utama dari fenomena ini dapat merusak prinsip-prinsip dasar demokrasi,” tegas Violla. 

Dengan demikian, undang-undang ini akan menjadi alat penting dalam mencegah praktik-praktik yang tidak etis dan memastikan bahwa pejabat negara bertindak dalam kepentingan terbaik masyarakat dan negara, bukan dalam kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu.

 

Kesadaran Etik

Sementara itu, peneliti di Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adlan Hafiz menilai larangan politik dinasti patutnya diatur secara tegas. Kendati demikian, tidak mudah untuk mengatur hal tersebut karena pernah diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu kan pernah diatur dalam UU Pilkada 2015 yang lama, namun sudah dinyatakan oleh MK inkonstitusional," terang Kahfi.

Ia mengakui adanya hambatan untuk membendung politik dinasti melalui jalur hukum semata.

"Saya kira memang agak sulit melarang politik dinasti melalui pendekatan hukum semata," sambungnya.

Oleh sebab itu, ia mengungkapkan pentingnya penumbuhan kesadaran etika dalam berpolitik, terutama pada para pejabat negara.

"Tentu yang paling penting hari ini adalah kesadaran etik para pejabat negara untuk menahan keluarganya maju dalam politik," tandasnya.

Jika kerabat dan keluarga para pejabat aktif maju dalam pertarungan pemilu, dikhawatirkan ada tindakan favoritisme yang dilakukan demi pemenangan keluarganya. Inilah yang saat ini terjadi saat Gibran Rakabuming Raka maju di gelanggang Pilpres 2024, saat sang ayah Joko Widodo masih menjabat Presiden RI.

"Ini juga potensial terlihat gamblang menjelang masa kampanye ketika putra presiden menjadi cawapres," pungkasnya. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat