visitaaponce.com

Forum Diskusi Denpasar 12 Angkat UU ITE yang Kontroversial

Forum Diskusi Denpasar 12 Angkat UU ITE yang Kontroversial
Ilustrasi(MI/Duta )

UNDANG-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) masih dianggap sebagai UU yang paling kontroversial. Bahkan, UU ITE paling dianggap sebagai kemunduran demokrasi di Indonesia.

“UU ini sering dianggap kemunduran karena banyak lewat UU ini masyarakat terancam kebebasannya dikriminalisasi dan dipenjara. Merampas kebebasan orang adaah salah satu membuat indeks demokrasi kita mundur,” terang Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Luthfie Assyaukanie dalam acara Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (6/12).

Luthfie dalam paparannya menyatakan ada pro-kontra dalam menyikapi UU ITE sejak dikeluarkan 2008. Mereka yang mendukung UU ini mengatakan bahwa UU ini merupakan bentuk antisipasi akan perubahan sosial politik di Indonesia. Pasalnya, saat itu belum ada teknologi digital yang semasif saat ini. Maka, UU ITE dibuat sebagai antisipasi payung hukum perkara di dunia digital.

Baca juga: Revisi UU ITE Kedua Tunjukkan Perbaikan tapi Belum Ideal

Tetapi, kata Luthfie, ada juga yang keberatan dengan hadirnya UU ITE karena dinilai punya implikasi buruk untuk kebebasan warga.

“Seperti kita tahu sejak UU ini diluncurkan, ada banyak sekali kasus untuk memenjarakan orang. Sampai sekarang UU ITE masih terus terjadi, ada pro-kontra yang mendukung UU ini dan yang berusaha menghapus,” ungkapnya.

Baca juga: RUU ITE semakin Mengecewakan dan Mengancam

“Setelah UU Revisi UU ITE ini disahkan, apakah masih ada celah terkait hal yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat?,” tambahnya.

Menanggapi itu, anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, menerangkan DPR dan pemerintah telah merevisi Pasal 27 yang kerap dianggap sebagai Pasal karet. Farhan mengakui memang banyak pihak yang meminta Pasal tersebut dihilangkan.

Adapun Pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Farhan mengemukakan revisi kali ini hanya mengganti substansinya saja karena pemerintah butuh untuk melindungi masyarakat atau sosial kontrol dalam penggunaan layanan sistem elektronik.

Farhan menjelaskan terdapat pula penambahan Pasal 16, yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik untuk melindungi anak-anak dari konten negatif, hingga pengolahan datanya.

“Saya merasa sebetulnya UU ITE masih jauh dari sempurna. Masih banyak perdebatan, namun memang harus berakhir dalam satu kepastian, perkembangan UU ITE ini sudah jauh berkembang ke mana,” terang Farhan.

“Tapi bagaimanapun juga perlu kita yakini bersama kita perlu aturan ini,” tambahnya. (Ykb/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat