visitaaponce.com

KPAI Sebut Eksploitasi Anak Masih terjadi di Pemilu Tahun ini

KPAI Sebut Eksploitasi Anak Masih terjadi di Pemilu Tahun ini
Ilustrasi kampanye(Freepik.com)

ANGGOTA Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria menyayangkan masih maraknya pelibatan anak-anak yang belum memiliki hak pilih dalam aktivitas politik masyarakat dan peserta Pemilu 2024, serta belum optimalnya pendidikan politik bagi anak pemilih pemula.

“Kami melakukan pengawasan hak anak sejak dulu terkait pemilu. Kami melihat ada berbagai bentuk eksploitasi pada pemilu dan yang paling banyak anak dibawa ke keramaian publik selama masa kampanye. Ini cukup sulit dicegah dan ditangani di lapangan. Persoalannya pada sulitnya orang dewasa melakukan perlindungan saat membawa anak pada masa kampanye,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Laporan Akhir Tahun KPAI 2023 di Kantor KPAI, Jakarta, Senin (22/1).

“Kami menegaskan ini ke Kabareskrim Polri. Kerumunan kita kan unpredictable dan itu situasi yang berisiko untuk anak. Karena itu selama bentuk dan praktik demokrasi masyarakat dalam konteks politik elektoral belum mampu melindungi anak, kami sarankan anak jangan dibawa saat kampanye dan melibatkan masyarakat yang cukup besar,” sambung Sylvana.

Baca juga : Jokowi dan Gibran Keliling Jateng, Timnas Amin: Biar Masyarakat yang Menilai

Sejauh ini, KPAI telah menerima 6 pengaduan langsung kasus dugaan pelanggaran pemilu dan pelanggaran hak anak, serta mencatat 19 kasus lainnya, yang diberitakan oleh media maupun yang beredar di beberapa platform media sosial.

Kasus-kasus tersebut di antaranya menjadikan anak sebagai target antara kampanye dengan cara membagi-bagikan benda/barang yang tidak termasuk sebagai alat kampanye, menggunakan (foto/profil berwajah) anak untuk iklan kampanye, menjadikan anak sebagai juru kampanye lewat video yang disebarkan di berbagai platform medsos maupun langsung, dan menjadikan anak sebagai pelaku politik uang.

Baca juga : Kapolres Rohul Ajak Masyarakat Tertib Berlalu Lintas saat Kampanye

Selain itu, terdapat pula kasus mengarahkan anak untuk mengingat dan mempromosikan capres tertentu, menjadikan tempat pendidikan sebagai target kampanye, pemanfaatan ruang dan kreatifitas komunitas digital secara kurang selektif, pendidikan politik dan kewargaan yang tidak tepat, partisipasi anak yang belum sesuai dengan prinsip dan bentuk ideal partisipasi anak, serta membawa anak ke arena kampanye dan mengenakan atribut kampanye kepada anak, terutama saat rapat umum (ini kasus terbanyak).

Anak-anak yang menjadi korban penyalahgunaan dan eksploitasi politik itu berusia antara 3 hingga 17 tahun.

 Sementara itu, individu dan lembaga yang mengabaikan hak anak dan prinsip kepentingan terbaik anak selama masa kampanye ini cukup beragam. Mulai dari orangtua sendiri, guru, orang dewasa di sekitar anak yang memfasilitasi produksi video-video kampanye negatif maupun kampanye yang mendorong pilihan capres, calon anggota legislatif, tim sukses, ketua partai politik, hingga calon presiden/calon wakil presiden.

KPAI berpendapat pengabaian perspektif hak anak dan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam demokrasi dan politik elektoral ini berdampak negatif bagi proses tumbuh kembang fisik, mental dan karakter anak, merisikokan kesehatan dan keselamatan anak, serta mengurangi secara signifikan kualitas dan mutu demokrasi dan politik Indonesia.

Karena itu KPAI mendorong setiap orang dewasa yang aktif menggunakan hak politiknya sebagai warga negara yang baik agar menggunakan perspektif hak anak dan mempertimbangkan secara sungguh-sungguh prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Secara khusus, KPAI mendesak para tokoh politik, pimpinan dan pengurus partai politik, calon anggota legislatif, tim sukses para calon, serta semua paslon presiden dan wakil presiden, agar: berhenti menjadikan anak sebagai objek; dan tidak memosisikan anak sebagai target kepentingan politik elektoral.

Sebaliknya, para tokoh politik dan individu, partai politik peserta pemilu penyelenggara pemilu, maupun kelompok civil society yang relevan, untuk segera memperbaiki kurikulum dan metode pendidikan politik dan kewargaan bagi anak pemilih pemula, dengan antara lain: mematuhi prinsip-prinsip partisipasi anak yang sesuai dengan hak-hak anak, serta memfasilitasi bentuk partisipasi anak yang ideal.

“Hanya dengan pengarusutamaan hak anak dan dengan menggunakan pendekatan kepentingan terbaik bagi anak yang tepat, kita dapat mengurangi dan menghapus praktik penyalahgunaan dan eksploitasi anak yang umum terjadi saat pemilu/pileg dan pilkada di Indonesia. Serta dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan mutu dari proses maupun hasil demokrasi dan politik elektoral di Indonesia,” pungkasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat