visitaaponce.com

Indeks Persepsi Korupsi Stagnan, Ini Kata Istana

Indeks Persepsi Korupsi Stagnan, Ini Kata Istana
Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menampik suasana di Kabinet Indonesia Maju berubah.(Metro TV)

INDEKS Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengalami stagnasi. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana merespons bahwa pemerintah berupaya membuat kebijakan dalam mencegah korupsi antara lain Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

“Concern (perhatian) beliau (Presiden Joko Widodo) concern tidak hanya pada satu penegakan saja, pemberantasan saja, tapi pencegahan,” ujar Ari di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/1).

Seperti diberitakan, IPK di Indonesia berada pada level 34 pada 2023 berdasarkan laporan Transparency International Indonesia (TII). Skor IPK Indonesia tidak berubah dari 2022. Tetapi, parahnya peringkat Indonesia dalam IPK global turun dari 110 ke peringkat 115.

Baca juga : Soal RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Presiden: Masa Tidak Rampung-rampung?

Menurutnya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam memberantas korupsi. Meski demikian, laporan IPK tersebut menurut Ari tetap menjadi evaluasi pemerintah dalam pencegahan, penanganan ataupun pemberantasan. Dalam pemerintahan, simbuh dia, ada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu ada parlemen serta yudikatif yakni peradilan.

“ Apapun namanya indeks, rating, persepsi lain itu kan bagian dari evaluasi. Ini sebuah ha yang terus jadi evaluasi pemerintah. Persoalan korupsi ini tidak semata - penanganan pencegahan dan pemberantasan, tidak hanya bagian kerja pemerintah tapi bersama,” tuturnya

Ari menuturkan pemerintah tetap harus memberikan atensi berbagai indeks yang muncul termasuk IPK. Selain itu, ia menyebut pemerintah akan mempelajari lebih jauh untuk melihat dari sekian indikator yang ada di mana kelemahan dalam pemberantasan korupsi.

Baca juga : Istana Bantah Jokowi Sudah Keluar dari PDIP

“Disebut stagnan tapi saya lihat ada yang turun, stagnan tapi ada yang meningkat. Tugas kita adalah yang turun ini tidak turun, yang stagnan meningkat, tapi yang baik tetap dipertahankan baik,” tuturya.

Ari lebih jauh menuturkan selama dua periode presiden menjabat, sistem pencegahan korupsi dibangun antara lain penerapan transparansi dan digitalisasi, penyederhanaan aturan, dan lain-lain yang tujuannya mempersempit ruang terjadi korupsi.

“Pada saat yang ersamaan presiden juga mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),” sambung Ari.

Baca juga : Pemakzulan Jokowi, Istana: Hanya Kepentingan Politik Jelang Pemilu 2024

Ia menyebut RUU Perampasan Aset menjadi langkah penting yang telah dilakukan presiden. Menurutnya untuk mengesahkan RUU itu, pemerintah tidak bisa sendiri. Tetapi membutuhkan dukungan dari DPR.

“Dalam membuat UU juga tergantung pada DPR. Di DPR juga ada partai politik (parpol), di parpol juga ada pandangan terkait persoalan, juga tergantung dari yudikatif lembaga peradilan dan KPK jadi semua ekosistem harus bergerak tidak bisa hanya satu pihak,” tutur Ari.

Selain regulasi yang tengah dirancang untuk mempersempit celah korupsi, Ari menuturkan antikorupsi butuh pembudayaan dan internalisasi agar sistem pencegahan korupsi berjalan. Selain itu, menurutnya penegakan hukum yang menjadi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta lembaga peradilan.

Baca juga : Eks Pimpinan KPK Akui Jokowi Pernah Minta Kasus E-KTP Disetop

“Tidak hanya di dalam penegakan hukum internal pemerintah tapi juga ada pengadilan ada KPK,” ucap Ari. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat