visitaaponce.com

Pengamat Putusan DKPP Mempertegas Masalah Profesionalitas KPU

Pengamat : Putusan DKPP Mempertegas Masalah Profesionalitas KPU
Pengamat kepemiluan Titi Anggraini(Dok. MI)

PENGAMAT kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini Titi Anggraini mengatakan sanksi peringatan keras Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengonfirmasi bahwa ada masalah profesionalitas KPU yang tidak bisa diabaikan dari penyelenggaraan pemilu 2024. 

Publik diminta mencermati untuk memastikan tidak berdampak pada kemurnian suara mereka saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024 nanti.

Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu juga menyayangkan DKPP tidak tegas dan toleran pada pelanggaran etika oleh KPU. Hal itu berbeda dengan sanksi serupa yang pernah dialami komisioner KPU terdahulu Ilham Saputra dan Arief Budiman yang dicopot dari jabatannya ketika kembali melakukan pelanggaran etika dengan sanksi peringatan keras terakhir.

Baca juga : Ketua KPU Langgar Kode Etik, Eks Ketua DKPP: Masyarakat Bisa Tak Percaya Hasil Pemilu

"Sanksi peringatan keras terakhir yang beranak pinak tidak akan dianggap punya makna sepanjang jabatan masih mereka pegang. Putusan DKPP seolah menormalisasi pelanggaran etika dengan terus merepetisi sanksi tanpa ada efek jera yang bisa memberi keyakinan pada semua jajaran penyelenggara pemilu untuk tidak bermain-main dengan aturan main dan etka penyelenggara pemilu," kata Titi dalam keterangannya, Senin (5/2).

Pada 2019, Komisioner KPU Ilham Saputra dicopot posisinya sebagai ketua divisi teknis penyelenggaraan dan logistik oleh DKPP karena melanggar kode etik terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI. 

Sementara pada 2021, DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras Terakhir dan Pemberhentian Dari Jabatan Ketua kepada Arief Budiman selaku Ketua KPU RI

Baca juga : Bawaslu Respons Ketua KPU Langgar Kode Etik terkait Pencalonan Gibran

Saat itu Arief Budiman diadukan ke DKPP karena mendampingi dan menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.

Titi menjelaskan, Putusan DKPP terasa kompromistis dan tidak menempatkan penegakan etika secara tegas. Peringatan keras terakhir, kata Titi, itu bermakna paling akhir yang harusnya juga diikuti dengan sanksi yang lebih berat seperti pencopotan jabatan.

"DKPP patut diduga memakai anasir politik dalam menhatuhkan sanksi yang justru memperlihatkan inkonstensi DKPP," jelasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat