visitaaponce.com

Interpelasi Jadi Rujukan Awal untuk Pemakzulan Jokowi

Interpelasi Jadi Rujukan Awal untuk Pemakzulan Jokowi
Presiden Jokowi meresmikan Terminal Leuwipanjang Kota Bandung(ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

KETUA Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai kondisi saat ini sudah memenuhi syarat untuk pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi), bukan lagi sekadar hak interpelasi ataupun hak angket.

Menurutnya, korupsi politik dalam penyelenggaraan pemilu itu adalah pidana yang sudah melampaui etika dan administrasi. Pertama, ada money politics yang terjadi di semua lini, dari desa, kota hingga level DPR RI dan presiden. Politik uang bersumber dari perorangan, privat, pengusaha, atau sponsor.

"Pidana pemilu bukan hanya money politics, tetapi juga programatik politik, ini biasanya jumlahnya lebih besar," terangnya di Jakarta, Senin (5/2).

Baca juga : Gelombang Petisi Akademisi, Jokowi Diminta Minta Maaf Secara Terbuka

Korupsi programatik politik justru lebih berbahaya karena melibatkan dana dari negara. Biasanya praktek itu melibatkan program bantuan yang awalnya didesain untuk tujuan kesejahteraan rakyat atau.

"Program-program yang didasarkan pada kebijakan negara menggunakan uang negara APBN, menggunakan fasilitas negara, yang dilakukan untuk tujuan pemilu, menguntungkan salah atau paslon atau merugikan," tambahnya.

Oleh sebab itu, pada korupsi programatik, levelnya bukan hanya interpelasi melainkan pada pemakzulan presiden. "Ini problemnya bukan hanya etika dan administrasi lagi, sudah problem pidana. Artinya sudah memasuki syarat sebagai pemakzulan, bukan hanya di level administrasi yang dipertanyakan lewat mekanisme interpelasi," tegasnya.

Baca juga : Romo Franz Magnis Suseno: Demokrasi Indonesia sudah di Ujung Tanduk

Kondisi saat ini sudah sampai pada perbuatan tercela, pertama. Kedua, juga sebagai pelanggaran hukum. "Jadi ini sudah terang-benderang. Levelnya sudah berada di level interpelasi yaitu pemakzulan dan sudah memenuhi syarat pemakzulan," tegasnya.

Kendati demikian, interpelasi dan hak angket DPR bisa dijadikan rujukan awal sebelum masuk ke pemakzulan. "Tetapi interpelasi bisa dijadikan sebagai rujukan awal apakah ada jawaban yang memadai ketika forumnya masih forum politik antara eksekutif dan legislatif. Karena jika tidak ada jawaban yang memadai bahkan justru ditemukan hal yang mengarah pada pelanggaran yang semakin terang-benderang maka forumnya pemeriksaan pemakzulan di Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Alasan Kuat

Sementara itu, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, kecil kemungkinan DPR akan melakukan hak angket dan hak interpelasi Bantuan Sosial (bansos) karena fokus mereka adalah pemenangan untuk periode berikutnya. 

Baca juga : Presiden Jokowi Kini Dijuluki Petugas Bansos

“DPR sendiri terlalu sibuk dengan urusan partai dan pribadi demi memenangkan pemilu. Pekerjaan pokok sebagai anggota DPR nampak dipinggirkan sementara ini sehingga tak mudah membayangkan akan muncul gagasan brilian untuk menggunakan hak angket atau interpelasi bansos ini,” kata Lucius.

Adapun yang dimaksud Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Dan Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga : Keprihatinan Menguat, Akademisi dan Intelektual Bergerak

“Idealnya sih DPR bisa saja menggunakan hak-hak eksklusif mereka seperti angket atau interpelasi ini. Apalagi Bansos ini kan erat terkait dengan kepentingan rakyat. Kalau ada kejanggalan dalam pengelolaan Bansos ini tentu saja DPR punya alasan kuat untuk memakai hak mereka mempertanyakan kebijakan Bansos yang diambil pemerintah,“ sebut Lucius. 

Namun dia melihat, DPR periode ini terlanjur lemah dalam hal pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. “Mereka sudah terlanjur lembek dengan pemerintah, sehingga nampaknya akan sulit lahir ide atau gagasan untuk menggunakan hak angket atau interpelasi ketika menjumpai masalah dalam penerapan kebijakan pemerintah,“ imbuh Lucius. 

Selain soal fokus anggota DPR di kontestasi Pileg, anggota DPR juga terkotak-kotak di Pilpres. “Ketika fraksi-fraksi di DPR terbelah berdasarkan dukungan terhadap capres-cawapres, rasanya ide penggunaan hak akan dengan mudah dianggap sebagai permainan politik pemilu,” kata dia.

Baca juga : Giat Berikan Bansos Jelang Pemilu, Presiden Jokowi Sebut Telah Disetujui DPR

Maka usulan penggunaan hak DPR hanya akan mengundang kegaduhan saja antara mereka yang menganggap inisiatif penggunaan hak itu sebagai instrumen politik pemilu dan mereka yang menilai penggunaan hak angket karena benar-benar mau menyelamatkan kebijakan pemerintah untuk kemaslahatan bangsa. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat