visitaaponce.com

Aktivis Prodemokrasi Tuding Banyak Anggota DPR Terpilih Produk KKN

Aktivis Prodemokrasi Tuding Banyak Anggota DPR Terpilih Produk KKN
Aktivis Prodemokrasi Arnod Sihite(MI/HO)

AKTIVIS Prodemokrasi, yang juga Wakil Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Arnod Sihite menyampaikan kegundahannya menyusul hasil Pemilu 2024 dengan banyaknya muncul nama-nama kerabat dan keluarga dari banyak politisi di negara ini. 

Arnod menemukan banyak anggota DPR RI terpilih merupakan hasil KKN. Hal tersebut, menurut Arnod, menjadi ancaman serius untuk kualitas demokrasi ke depan.

"Apa yang terjadi jika kita cermati DPR hasil Pileg ini kalau bukan anaknya, ayahnya, ibunya, istrinya, keponakan yang ada dalam circle kekeluargaan yang sama. Ada yang lebih hebat lagi, suami DPR , ayah DPR RI, istri DPR RI, anak DPR RI atau ga DPD RI. Ada mantan Gubernur, mantan Bupati, istri Bupati, istri Gubernur, anak Bupati, anak Menteri atau mantan Menteri dan sebagainya. Sungguh luar biasa semakin sempurna KKN di negara ini," keluh Arnod kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/3).

Baca juga : Aturan Pemilu Harus Dukung Peningkatan Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Dia tidak habis pikir proses demokrasi yang menjadi perjuangan para aktivis 1998 kini telah dibajak segelintir elite yang tidak ingin kekuasaannya hilang. 

Lebih daripada itu, ruang demokrasi pemilihan langsung saat ini telah menjadi pertarungan modal dan kekuasaan, bukan lagi pertarungan visi-misi dan ide gagasan bagaimana menjadi wakil rakyat. 

"Jika punya kekuasaan ditambah modal maka Anda pasti terpilih, jadi sangat wajar jika yang terpilih ini adalah mereka yang entah lewat ayahnya, suaminya, atau ibunya atau istrinya atau omnya yang punya kekuasaan di lingkaran elite, mereka-mereka inilah yang akan terpilih. Lantas bagaimana kualitas DPR kita jika dihasilkan dari proses seperti ini?" kecam Arnod.

Baca juga : Harus Ada Sistem Pemilu yang Berkualitas di Masa Mendatang

Bagi dia, kualitas demokrasi saat ini sangat jauh dari harapan,bahkan mengalami kemerosotan amat jauh. Apa yang dahulu diperjuangkan oleh aktivis reformasi untuk melawan KKN, ternyata kini tumbuh semakin subur. 

"Dulu semangat reformasi itu kita melawan KKN, tetapi anomalinya kini kita kembali menyuburkan semangat KKN. Ini sangat buruk dan harusnya tidak boleh dibiarkan," sambungnya. 

Bagi Arnod perlu ada pembatasan bagi seseorang menjadi anggota DPR RI, misalnya hanya 3 periode maksimal. Selain itu, perlu dipertegas  kaderisasi, rekrutmen,rekam jejak Caleg di internal partai. 

Baca juga : PDIP: Memperjuangkan Hak Angket adalah Hak Tiap-tiap Anggota DPR

"Bagaimana mungkin ada DPR terpilih dari mereka yang sudah jelas-jelas mantan narapidana korupsi? Belum lagi ada yang terlibat menonton video porno. Yang benar saja. Pemilunya kita perlu evaluasi, tetapi lebih penting lagi partai politik harus memikirkan ulang rekrutmennya sehingga kualitas demokrasi kita terjaga," tegasnya.

Arnod meminta masyarakat, akademisi, dan partai politik untuk mencermati fenomena ini secara serius. Bagaimana pun persepsi yang dibangun di masyarakat dengan proses politik seperti ini tidak memberi Pendidikan politik yang baik bagi masyarakat sekaligus membuat nasib demokrasi semakin suram. 

“Pertama, dengan sistem KKN yang dibangun dalam proses rekrutmen Caleg, membuat kaderisasi di partai politik tidak lagi relevan. Ada yang prosesnya sudah berdarah-darah di partai politik, bisa disalib atau dilangkahi oleh anak baru masuk hanya karena dia anak elite partai misalnya. Sistem ini sudah pasti melanggar meritokrasi,” jelas Arnod.

Baca juga : Dukungan Hak Angket Meningkat, BRIN: Bukti Pentingnya Urai Kecurangan Pemilu

Hal lain yang menurut dia bisa merusak adalah kinerja di DPR RI dengan tugas strategis terkait fungsi legislasi, budjeting, dan pengawasan. 

Pada aspek legislasi saja, sejauh mana efektifitas kerja DPR RI yang terpilih nanti sementara DPR RI yang selama ini saja target Prolegnasnya selalu tidak tercapai. 

Dia memaparkan, misalnya pada 2022, dari target Prolegnas 38 RUU yang jadi hanya 12 UU. Pada 2023, dari target Prolegnas 42 RUU yang berhasil hanya 13. 

“Artinya kualitas DPR kita yang selama ini sudah di bawah rata-rata, akan lebih buruk lagi dengan hasil DPR RI yang merupakan produk KKN ini. Lantas uang negara ini hanya akan habis untuk hal-hal yang tidak berfaedah seperti ini? Sungguh sangat miris,” katanya. 

"Saya kuatir jika kita biarkan ini maka bukan tidak mungkin Pilkada di depan mata ini juga akan dibajak oleh kelompok-kelompok keluarga elite politik kita. Pertanyaannya: di mana kesetaraan kesempatan untuk anak-anak Indonesia yang lain? Ada yang kualitasnya bagus tetapi karena dia atau mereka bukan anak siapa-siapa, lalu mereka tidak ada kesepatan yang sama. Ini sungguh akan menjadi tragedi demokrasi kita jika tidak segera dibenahi. Buruh pekerja mengharapkan politik itu adalah politik kesejahteraan untuk seluruh rakyat Indonesia bukan untuk keluarga, kelompok maupun golongan, " pungkasnya. (RO/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat