visitaaponce.com

Perjanjian Ekstradisi Hanya Efektif jika Maksimal Digunakan Penegak Hukum

Perjanjian Ekstradisi Hanya Efektif jika Maksimal Digunakan Penegak Hukum
Presiden Joko Widodo (kiri) dan PM Singapura Lee Hsien Loong (kanan) dalam pertemuan di Singapura, Kamis (16/3).(AFP/EDGAR SU)

PENELITI Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Zaenur Rohman mengatakan aparat penegak hukum harus benar-benar memanfaatkan secara maksimal perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura. Selama ini, ujar Zaenur, tidak ada kerangka hukum yang kuat untuk penyerahan pelaku tindak pidana (ekstradisi) yang buron di Singapura.

"Semacam tidak ada tekanan pada pihak Singapura untuk memulangkan mereka ke Indonesia," ujar Zaenur ketika dihubungi, Senin (25/3).

Dengan ratifikasi perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura, menurutnya itu membuka peluang untuk memulangkan buron berbagai jenis tindak pidana khususnya tindak pidana korupsi. Zaenur juga menilai perjanjian itu efektif karena telah ada dasar hukumnya.

Baca juga : Menkumham Ungkap KPK Minta Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Dipercepat

Meski demikian, ia menegaskan perjanjian ekstradisi itu baru bisa berjalan jika digunakan oleh aparat penegak hukum dengan maksimal.

Setelah perjanjian ekstradisi dibuat, sambung Zaenur, para penegak hukum sebaiknya memetakan buronan-buronan yang berlindung Singapura dan mengajukan ekstradisi.

"Ada prasyarat dalam ekstradisi, hal yang harus dipenuhi misalnya permintaannya harus didasarkan perkara hukum dan sebagainya. Ini hanya akan bermanfaat jika digunakan oleh penegak hukum," terang dia.

Baca juga : Kejagung Sebut Perjanjian Ekstradisi Permudah Rampas Aset di Singapura

Apalagi, tegasnya, perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura dibayar dengan harga mahal. Perjanjian itu akhirnya disetujui dan disahkan menjadi undang-undang satu paket dengan perjanjian-perjanjian lainnya seperti Perjanjian mengenai Flight Information Region (FIR) Indonesia - Singapura dalam pengelolaan ruang kendali udara.

"Harga yang harus dikeluarkan oleh RI sepakat membangun kerja sama dalam bidang pertahanan dengan Singapura. Ada tiga perjanjian yang disahkan bersama-sama. Tujuan masing-masing negara adalah mendapat manfaat," papar Zaenur.

Untuk perjanjian ekstradisi, ia menilai pihak Indonesia yang kemungkinan mendapat manfaat karena lebih banyak warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana,melarikan diri atau jadi buronan di Singapura. Sebaliknya, Singapura mendapat manfaat dalam bidang pertahanan melalui perjanjian FIR.

"Artinya ada harga yang mahal, perjanjian ekstradisi harus dimanfaatkan betul oleh aparat penegak hukum untuk memulangkan buron termasuk tindak pidana korupsi," tukasnya. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat