visitaaponce.com

Soroti Video Penyiksaan OAP, PBHI Nilai Pelanggaran HAM di Papua Terus Meningkat

Soroti Video Penyiksaan OAP, PBHI Nilai Pelanggaran HAM di Papua Terus Meningkat
Ketua PBHI Julius Ibrani(Dok.MI)

BEBERAPA waktu lalu, beredar video penyiksaan terhadap Orang Asli Papua (OAP) yang direndam dalam drum berisi air dan mengalami berbagai tindak penyiksaan hingga mengakibatkan korban kehilangan nyawa.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyebut penggunaan pendekatan sekuritisasi untuk pengamanan Papua hanya justifikasi dari berbagai tindakan represif dan perampasan hak asasi warga Papua.

"Kasus itu merupakan satu yang terdokumentasi dari sekian banyak tindak kekerasan hingga pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) diakibatkan pendekatan sekuritisasi berbasis pertahanan dan keamanan dalam negeri oleh Kepolisian dan TNI tiap tahunnya," ujar Ketua PBHI Julius Ibrani, melalui keterangan tertulis, Rabu (27/3).

Baca juga : Paksa Tiga Pelajar Ngaku Pelaku Klitih, Oknum Polsek Dilaporkan ke Propam

Seperti diberitakan, berdasarkan video kekerasan terhadap OAP, teridentifikasi pelaku merupakan anggota TNI yang berafiliasi dengan Satuan III/Siliwangi, Yonif Raider 300/Brawijaya, unit ini dikirim pada Februari awal 2024 ke Kabupaten Puncak untuk melakukan operasi penggerebekan di Omukia dan Gome.

Julius menyebut sebagai wilayah konflik, setiap tahunnya jumlah peristiwa pelanggaran HAM di Papua terus mengalami peningkatan. Menurut monitoring yang dilakukan PBHI, pada 2022 tercatat setidaknya 32 peristiwa, yang kemudian meningkat pada 2023 menjadi 44 peristiwa pelanggaran HAM dengan total jumlah korban sebanyak 527 orang. 

Data peristiwa yang dikumpulkan PBHI, ujarnya, didapat langsung dari korban, pegiat kemanusiaan di Papua, pendamping korban, data proses hukum yang diakui oleh aparat serta konfirmasi berdasarkan pemberitaan media massa yang dinaungi dewan pers.

Baca juga : Polisi Telusuri Video Viral Kepala Sopir Truk Diinjak OTK

"PBHI menemukan sepanjang tahun 2023 pelanggaran HAM paling banyak terjadi di Papua berkaitan dengan kebebasan berkumpul sebanyak 43,9%, dan pelanggaran hak atas rasa aman sebesar 51,2%," papar Julius.

PBHI, imbuhnya, menemukan bahwa berbagai peristiwa kekerasan berawal dari tindak tuduhan tak berdasar. Seringkali saat kelompok OAP yang berkumpul dianggap akan melakukan pemberontakan. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan penggerebekan, pembubaran paksa, penangkapan, pemukulan, kekerasan seksual, bahkan pembunuhan oleh aparat.

"PBHI mendata setidaknya terdapat sebanyak 109 korban mengalami luka-luka sedang hingga berat yang mengakibatkan cacat dan 41 orang kehilangan nyawa, dengan persentase korban laki-laki sebanyak 81,4%, diikuti korban anak sebanyak 29%, dan korban perempuan sebesar 18,6%," ucap dia.

Baca juga : Ini Kronologi Kekerasan yang Dilakukan Prajurit TNI pada Anggota KKB Papua

Advokasi PBHI Annisa Azzahra mengatakan keberulangan atas peristiwa kekerasan di Papua yang dilakukan oleh aparat, tidak dapat dilepaskan dari praktik pembiaran.

Khususnya, ujar Annisa, ketika kasus tersebut terjadi di Papua yang dianggap wilayah konflik dan pelaku merupakan anggota militer aktif.

"Walaupun jelas sudah melakukan tindak pidana dan seharusnya diadili melalui mekanisme peradilan umum, pelaku akhirnya hanya akan disidang melalui peradilan militer yang tertutup dan dijatuhi vonis hukuman sangat ringan sehingga tidak memberikan keadilan bagi korban," paparnya.

Annisa mengatakan pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab memastikan terpenuhinya hak asasi warga Papua sebagai bagian dari WNI. Namun, ia menilai konflik justru dipelihara di tanah Papua yang kaya akan sumber daya alam. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat